SURABAYA, beritalima.com – Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo bersama bupati/walikota se-Jatim berkomitmen untuk mengendalikan gratifikasi di Jatim. Wujud komitmen tersebut dituangkan melalui penandatanganan yang dilakukan oleh Gubernur Jatim, Ketua DPRD Jatim, dan bupati/walikota se-Jatim dan disaksikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Agus Raharjo di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (10/7).
Dengan penandatanganan tersebut, bupati dan walikota di Jatim termasuk Pemprov Jatim berkomitmen untuk mengendalikan gratifikasi secara maksimal dengan tetap memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat Jatim khususnya serta pihak lain pada umumnya.
Dalam sambutannya, Pakde Karwo sapaan lekat Gubernur Jatim menjelaskan, komitmen pengendalian gratifikasi oleh kepala daerah merupakan salah satu implementasi bahwa pemerintah daerah memberikan atensi yang serius terhadap pengawasan atas tindak pidana gratifikasi di wilayahnya.
“Penandatangan komitmen pengendalian gratifikasi merupakan legalitas formal bagi aparaturnya untuk tidak melakukan tindakan gratifikasi,” ujar Pakde Karwo.
Untuk itu, Pakde Karwo berharap penandatangan komitmen ini tidak hanya dijadikan seremoni belaka, namun lebih dijadikan sebagai momentum serta landasan dalam penerapan program-program pengendalian gratifikasi. Sehingga tidak ada lagi pejabat yang ditangkap karena kasus gratifikasi/korupsi di Jawa Timur dan masyarakat benar-benar percaya akan semangat Pemprov Jatim dalam pengendalian gratifikasi.
Ia juga berharap agar KPK memberikan pembekalan yang implementatif bagi aparatur pemerintah daerah agar penerapan pengendalian gratifikasi di daerah dapat berjalan maksimal sesuai harapan semua pihak.
Pemprov Jatim Telah Bentuk Unit Pengendalian Gratifikasi
Di hadapan Ketua KPK RI, Pakde Karwo menyampaikan Pemprov Jatim telah membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG). Pembentukan unit ini berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 188/441/KPTS/013/2013 tanggal 26 Juni 2013. “Dengan dibentuknya unit pengendalian gratifikasi ini, maka seluruh kegiatan secara rutin telah dilaporkan kepada KPK,” ujarnya.
Dijelaskan, dari 38 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, hampir seluruhnya telah membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi. Sebagian besar UPG yang telah dibentuk belum melaksanakan kegiatan, bahkan UPG yang dibentuk belum memiliki program/kegiatan, sehingga UPG yang dibentuk masih belum memberikan kontribusi yang maksimal bagi pengendalian gratifikasi di daerahnya.
Ia menyadari bahwa pengendalian gratifikasi pada sektor publik akan memberikan kepastian waktu serta biaya. Hal ini akan berdampak positif kepercayaan publik termasuk investor lain untuk mempercayakan investasinya di Jawa Timur.
“Jika investasi di Jawa Timur meningkat, maka pembangunan di Jatim juga akan berkembang dan pertumbuhan ekonomi masyarakat Jatim juga akan lebih baik,” ujarnya.
Untuk itu, Pemprov Jatim juga memantau pengendalian gratifikasi pada sektor pengadaan barang/jasa, pengelolaan hibah/bansos serta pengelolaan dana desa yang diidentifikasi berpeluang terjadi gratifikasi.
Sementara itu, Ketua KPK Agus Raharjo menegaskan, komitmen pengendalian gratifikasi harus terus ditanamkan dalam hati nurani setiap kepala daerah terutama yang telah melakukan tandatangan komitmen pengendalian gratifikasi. “Insyaallah tidak terjadi suap, gratifikasi di masa akan datang. Apa yang kita lakukan untuk kebaikan masyarakat kita,” harapnya.
Menurutnya, penting bagi pemerintah daerah sebagai institusi yang memiliki tanggung jawab menciptakan lingkungan berintegritas dan memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Agus juga mengusulkan pengawas internal bekerja secara independen. Pemerintah daerah perlu melakukan penguatan aparat pengawas internal pemerintah, sebab pengawasan internal itu penting. Ia memberi contoh, bila pengawas internal di provinsi tidak bertanggung jawab kepada gubernur, maka mereka bisa mengontrol gubernur.
Selain itu, perlu peningkatan pelayanan seperti e-budgetting, e-proc yang memberikan transparansi. (rr)