SURABAYA, beritalima.com – Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo menyatakan, bahwa inflasi yang terkendali dapat menyelamatkan masyarakat miskin. “Tidak ada gunanya pertumbuhan ekonomi tinggi bila dibarengi dengan tingginya inflasi. Inflasi yang besar akan membebani dan menggerogoti kondisi masyarakat miskin,” ungkapnya saat membuka Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) se- Jawa Timur di Auditorium Bank Indonesia, Jl. Pahlawan Surabaya, Rabu (16/11).
Salah satu penyebab terbesar terjadinya inflasi pada tahun lalu dikarenakan adanya administered price. Administered price yang dimaksud yakni perubahan harga yang ditetapkan bedasar pada keputusan pemerintah, seperti perubahan kenaikan harga minyak, tarif listrik hingga biaya pendidikan atau uang sekolah yang naik.
Pakde Karwo sapaan akrabnya menjelaskan, pada Bulan Oktober 2016, Jatim mengalami deflasi sebesar 0.14 % (mtm). Sehingga secara tahunan Jatim mencatatkan inflasi sebesar 2.74 % (yoy).
Secara geografis posisi Jatim diuntungkan sebagai centre of grafity atau menjadi daya tarik perdagangan nasional. Hal ini karena posisi Jatim di tengah-tengah arus distribusi barang dan jasa dan merupakan hub perdagangan bagi Indonesia Timur. Maka, penanganan inflasi yang dilakukan di Jatim akan mempengaruhi kawasan Indonesia Bagian Timur.
Dalam paparannya, Pakde Karwo menjabarkan empiris kebijakan pengendalian inflasi. Cara pertama yakni dengan memperkuat basis produksi. Di sektor pertanian dan perkebunan Jatim mengalami surplus. Untuk komoditi beras surplus 5.13 juta ton, jagung 6,39 ton dan gula 802 ribu ton. Sektor peternakan, Jatim berkontribusi sebanyak 27 persen terhadap nasional untuk populasi ternak sapi potong atau sekitar 4,071 juta ekor. Sementara untuk ayam ras petelur Jatim berkontribusi secara nasional sebesar 28 persen atau sekitar 43.927 juta ekor.
Kebijakan pengendalian inflasi juga dilakukan dengan melakukan operasi pasar dan bantuan subsidi ongkos angkut. Ia menyebut, operasi pasar dilakukan terhadap sejumlah kebutuhan bahan pokok. Sementara untuk, subsidi ongkos angkut merupakan salah satu cara jitu yang dilakukan Pemprov Jatim untuk mengendalikan harga kebutuhan bahan pokok dengan memotong rantai distribusi dari D1 ke D4.
Cara selanjutnya, yakni melalui sistem informasi ketersediaan dan perkembangan harga bahan pokok (siskaperbapo). Dalam siskaperbapo ini akan dijabarkan 19 komodoti kebutuhan masyarakat dari 116 pasar yang tersebar di Jatim. “Masyarakat akan mengetahui berapa harga sejumlah kebutuhan bahan pokok yang tersebar, sehingga mereka dengan mudah menerima informasi terkait kebutuhan bahan pokok,” imbuhnya.
Di hadapan TPID 38 kabupaten/kota dan TPID Provinsi, Pakde Karwo menegaskan akan terus mengoptimalkan peran 26 Kantor Perwakilan Dagang (KPD) di seluruh Indonesia. KPD ini berfungsi sebagai Bussines agregator sekaligus akan memperkuat basis logistik atau pusat lokasi dalam pemasaran, market intelejen dan pusat informasi.
Menjawab pertanyaan media terkait diberlakukannya subsidi ongkos angkut yang akan dilakukan selama satu tahun penuh, Pakde Karwo menegaskan, bahwa konsep tersebut masih dirumuskan bersama Bank Indonesia dan OJK.
Ia menuturkan, bahwa konsep subsidi ongkos angkut masih dibuat skenario. Yang diusulkan oleh BI dan OJK selaku Tim TPID adalah memfokuskan pada pengendalian harga. Salah satu yang akan diskenariokan yakni dengan memutus rantai dari D1 ke D4 seluruh Jatim. Nantinya rantai distribusi dari Jatim akan di serahkan ke kabupaten/kota, setelah dari kecamatan akan di distribusikan hingga ke kecamatan.
Dalam posisi seperti itu, lanjut Pakde Karwo akan memerlukan buffer stok atau tempat untuk penyimpanan barang. Maka, BI dan OJK menggagas untuk memanfaatkan BUMD provinsi. “BI dan OJK mengusulkan BUMD untuk dapat berperan. Saya misalkan, BUMD seperti Jatim Graha Utama (JGU) bisa memanfaatkan pasar induk puspa agro. Setelah barang di terima di puspa agra lalu di distribusikan ke tempat logistik lain. Distribusi barang dari provinsi ke daerah lain tersebutlah yang akan diberikan subsidi ongkos angkut. Jika nanti pola dan format sudah berjalan BUMD akan melakukan pinjaman ke Bank dengan melakukan distribusi dengan prasyarat keuntungan dibatasi,” tegasnya.
Dalam laporannya, Sekretaris Daerah Prov Jatim yang juga selaku Ketua TIM TPID Dr. H. Akhmad Sukardi menuturkan, bahwa Rakorwil ini merupakan perwujudan komitmen TPID se-Jatim untuk terus berinovasu dalam menjaga stabilitas harga barang dan jasa serta menjaga daya beli masyarakat. “Secara kelembagaan, telah terbentuk TPID 38 kabupaten/kota dan 1 TPID Provinsi telah terus melakukan sinergitas dalam rangka pengendalian inflasi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BI Prov. Jatim Benny Siswanto menuturkan, perkembangan inflasi di Jatim sampai bulan Oktober 2016 relatif terkendali. Relatif terjaganya harga komoditas pangan dan beberapa komoditas lain dipengaruhi kebijakan oleh Pemprov Jatim sehingga menopang terkendalinya inflasi di Jatim.
Pada Bulan Oktober 2016, Jatim mengalami deflasi sebesar 0.14 % (mtm). Sehingga secara tahunan Jatim mencatatkan inflasi sebesar 2.74 % (yoy). Secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy) Jatim mengalami inflasi lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 0.14 % (mtm) dan 3.31 % (yoy). Selain itu, secara kumulatif (ytd), Jatim mengalami inflasi sebesar 1.82% (ytd) lebih rendah dibanding nasional yang tercatat sebesar 2.11 % (ytd)
Ia menjelaskan, terdapat lima aspek strategi pengendalian pengendalian inflasi daerah. Kelima aspek tersebut meliputi penguatan kelembagaan, produksi, distribusi dan konektivitas, regulasi dan monitoring, kajian dan informasi hingga pengendalian ekspektasi.
Dalam kesempatan tersebut Benny, mengajak kepada TPID se-Jatim untuk mengawal percepatan implementasi kerjasama antar daerah melalui berbagai langkah nyata. Salah satu langkah nyata tersebut mellaui penguatan peran BUMD kabupaten/kota dan provinsi sebagai lembaga buffer daerah, serta mendorong kerjasama antara perbankan dengan BUMD dalam penguatan permodalan. (**).