SURABAYA, beritalima.com – Komisi Pelayanan Publik (KPP) Jatim perlu ditinjau ulang. Keberadaan KPP yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelayanan Publik tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal karena adanya benturan kewenangan antara KPP Jatim dengan Ombudsman RI. Dalam hal ini, Ombudsman selaku lembaga vertikal yang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, yang juga memiliki perwakilan di Jatim.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo saat menyampaikan Pendapat Gubernur Terhadap 2 Raperda Provinsi Jawa Timur Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba, dan Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Publik di Kantor DPRD Jatim, Jl. Indrapura Surabaya, Kamis (29/9).
Ia mengatakan, mengenai benturan kewenangan telah dilakukan pengkajian dan telaah mendalam. Dalam kajian tersebut terdapat dua lembaga yakni KPP Jatim dan Ombudsman RI dengan tugas pokok dan fungsi, serta wilayah kerja yang hampir sama. Untuk itu, perlu adanya pengkajian ulang terhadap KPP Jatim sesuai dengan adagium lex superior derogate legi inferior yang artinya hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang lebih rendah.
Menurutnya, alasan utama dilakukannya perubahan terhadap Perda ini adalah untuk menghapus keberadaan KPP di Jatim, seharusnya pada alasan itulah yang dijadikan konsideran menimbang sehingga akan lebih fokus. Sedangkan yang berkaitan dengan penulisan dasar hukum dan legal draftingnya masih perlu dilakukan perbaikan.
Selain menyampaikan pendapat terhadap 2 Raperda Provinsi Jatim, Pakde Karwo juga menandatangani Nota Kesepakatan Bersama Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2017. Selanjutnya KUA dan PPAS APBD Prov. Jatim tersebut digunakan sebagai dasar penyusunan rancanangan APBD Tahun Anggaran 2017.
Agenda lainnya dalam Sidang Paripurna kali ini yakni Laporan Kedua Pimpinan Komisi D Terhadap Raperda Tentang Pengelolaan Wilayah Sungai Berbasis Partisipasi Sosial dan Budaya, serta Laporan Dapil I s.d. XI terhadap Hasil Reses II Tahun 2016. (**).