Gubernur Jatim, Dr. H. Soekarwo minta Menteri Keungan untuk merekonstruksi penetapan belanja APBN. Hal ini terkait dengan kebijakan belanja modal sebagai ukuran penyerapan anggaran. Demikian disampaikannya saat menghadiri acara FGD Sharing Session Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan APBD secara Good Governance di Hotel Bumi, Surabaya, Rabu (18/05).
Menurut Pakde Karwo, sapaan akrabnya, mindset kita selama ini menjadikan belanja modal yang jadi ukuran penyerapan. Menurutnya inilah yang harus dirubah. “Konsep modal tetap sudah kuno karena fungsinya hanya kecil terhadap PDRB. Government spending kita banyak ke stimulus. Harus ada rekonstruksi dalam penetapan belanja APBN”, ujarnya.
Selain mengkritisi soal belanja modal, Pakde Karwo juga mengkritisi soal pengurangan dana hibah dan bantuan sosial. Menurutnya, orang-orang miskin ini termasuk golongan orang-orang yang harus dibantu oleh Pemerintah. “Kelompok miskin ini bentuknya hanya melalui charity, kalau anggaran ini dikurangi, siapa yg mengurusi mereka?”, ujarnya.
Menurutnya, Pemprov Jatim telah melaksanakan sistem perencanaan dan penganggaran yang langsung terhubung ke kab/kota. Sinkronisasi secara online ini untuk mempermudah proses perencanaan dan penganggaran hingga ke daerah. Sistem ini diantaranya melalui e-musrenbang, e-budgeting dan SMEP/Ro AP serta SIKDA. Melalui sistem ini pula, perencanaan dan penganggaran dapat lebih transparan.
Ditanya mengenai inovasi yang telah dilakukan Pemprov Jatim, ia menjelaskan bahwa di sektor hulu, Pemprov Jatim memiliki sistem pengelolaan melalui e-planning dan e-budgeting. Dalam hal pelaksanaan, beberapa hal telah dilakukan Pemprov Jatim. Diantaranya, di bidang Pengadaan berupa Implementasi Apel Baja sejak PA Fraksi tentang Perda APBD. Kemudian, Desain Belanja Kasuistis (untuk pemeliharaan jalan TW I) didesain untuk Penunjukan Langsung (PL) sehingga percepatan penyerapan dan pelayanan publik penambalan jalan akibat curah hujan tinggi. Serta, shifting alokasi belanja (dari semula hibah barang/grant menjadi melalui perbankan berupa Loan Agreement (antara Pemprov Jatim dan PT. BANK JATIM) dan Linkage Program (PT. BANK JATIM – BPR Kab/Kota).
Sesuai data dari Kementerian Keuangan, belanja SKPD di Jatim untuk supporting sebesar 5,6% dari total belanja daerah, dan belanja untuk layanan masyarakat sebesar 26,0%. Kemudian, belanja anggaran untuk kesehatan di Jatim sebesar 16,7% dari total belanja APBD, hal ini lebih tinggi dari standar Kemenkeu sebesar 10%.
Dalam kesempatan ini, ia juga minta agar Pemerintah Pusat memperhatikan masalah pendidikan diniyah salafiyah. Karena hingga saat ini, tidak ada kementerian yang menaungi diniyah salafiyah. “Di Jatim jumlah siswa diniyah sekitar satu juta, ini termasuk besar, dan sudah seharusnya ini menjadi perhatian karena ini mempengaruhi tingkat IPM kita”, ujarnya.
Menurut Wakil Menteri Keuangan RI, Prof. Mardiasmo, acara FGD ini untuk melihat bagaimana pemda mengatur anggarannya, budgetingnya dan sejauh mana pemimpin daerah tahu soal anggaran. “Kami ingin melihat sejauh mana hasil dari sidang kabinet diimplementasikan di daerah, selanjutnya kami juga ingin melihat bagaimana pemda mengelola anggaran, apakah lebih banyak anggaran untuk supporting atau untuk layanan masyarakat, ini semua sesuai anjuran dari Presiden RI agar perbanyak anggaran untuk masyarakat dan kurangi anggaran pegawai”, ujarnya.
Acara ini diselenggarakan oleh TEPRA (Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran). Acara ini diikuti oleh beberapa provinsi diantaranya Jawa Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Barat dan NTB. Turut hadir pula Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar. Acara ini sendiri merupakan batch kedua, dimana batch pertama diselenggarakan di jogja. (**).