Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah berdampak pada penataan organisasi perangkat daerah itu sendiri. Dalam rangka melakukan penataan organisasi diperlukan pendekatan partisipatoris.
“Pendekatan partisipatoris tetap diperlukan untuk mengurus pemerintahan yang tidak bisa dikelola secara rigid atau kaku. Untuk itu, saya usulkan pendekatan partisipatoris dalam penataan organisasi perangkat daerah,” usul Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo saat menghadiri Sosialisasi Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah di Krakatau Ballroom Hotel Mercure Ancol, Jakarta, Jumat (5/8) pagi.
Ia mengatakan, peraturan adalah alat yang mengatur orang, sehingga diperlukan pendekatan partisipatoris dalam penerapannya. Begitu juga penerapan peraturan dalam menata organisasi perangkat daerah harus dibicarakan secara partisipatoris yang melibatkan seluruh pihak yang terkait.
“Peraturan itu untuk mengatur orang, bukan orang-orangan. Orang-orang ini harus diajak musyawarah mufakat untuk menentukan kebijakan. Diajak bicara menjadi bagian penting dalam membangun kultural birokrasi kita. Pendekatan partisipatoris memberi peluang yang luas kepada seluruh pihak untuk berpartisipasi secara efektif dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan publik.” kata Pakde Karwo sapaan lekat Gubernur Jatim.
Lebih lanjut disampaikannya, pendekatan partisipatoris dalam penataan organisasi perangkat daerah ini juga harus menyesuaikan karakteristik masing-masing daerah. Misalkan daerah itu memiliki potensi hutan yang besar, maka fungsi dari perangkat daerah yang berkaitan dengan kehutanan harus tetap dipertahankan. Ruang wilayah yang khas laut, perkotaan juga memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik inilah yang perlu dirembug dan dibicarakan secara partisipatoris.
Pakde Karwo juga menyampaikan, dalam menjalankan pemerintahan tetap mengedepankan etika. Pemerintahan itu berjalan linear atau hierarkis. Seperti yang tertuang dalam Pasal 18 (a) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi provinsi. Provinsi dibagi menjadi kabupaten kota.
“Indonesia jelas bukan negara federal. Jika ada hal yang tidak cocok bisa dibicarakan atau dirembug bersama yang dipimpin oleh Mendagri. Jangan ketika ada permasalahan dibicarakan keluar, itu bukan kultur kita. Substansinya penting agar etika birokrasi kita dibangun dengan baik,” jelasnya.
Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, sosialisasi ini untuk menjelaskan soal pedoman tata kelola pemerintahan yang lebih efektif dan efisien sesuai PP No. 18 Tahun 2016. PP ini mengatur soal pengisian pejabat pada organisasi perangkat daerah. Lalu, penyerahan personil, prasarana, pembiayaan dan dokumen (P3D).
Menurutnya, dalam kebijakan penataan perangkat daerah mengatur sejumlah urusan seperti kebijakan debirokratis agar organisasi daerah tepat fungsi dan ukuran, sesuai dnegan lingkup penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah.
“Debirokratisasi merupakan keniscayaan. Tujuannya agar terbentuk organisasi perangkat daerah yang tepat fungsi dan sesuai ukuran. Sesuai dengan ruang lingkup penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah,” ujarnya.
Selain itu, untuk meningkatkan belanja publik pada APBD. Misalnya dengan penataan kembali organisasi perangkat daerah, akan mengurangi jumlah jabatan struktural, tanpa mengurangi jumlah pegawai.
Untuk itu, ia mengharapkan, ke depan pemerintah daerah perlu segera menerbitkan peraturan daerah mengenai organisasi perangkat daerah. Perda tersebut diharapkan sudah ditetapkan selambat-lambatnya akhir Agustus 2016.
Mengenai peningkatan kualitas pelayanan publik, jelas Tjahjo Kumolo, peningkatan investasi swasta di daerah harus didukung dengan peningkatan kualitas pelayanan perizinan investasi yang lebih cepat dan tepat, serta mencegah terjadinya ekonomi biaya tinggi.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Sumarsono mengatakan, agenda sosialisasi terkait PP No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah ini mendesak untuk dilaksakan. Pasalnya, banyak pertanyaan dari berbagai daerah mengenai kebijakan birokrasi yang esensinya perampingan birokrasi, seperti yang tertuang dalam PP tersebut.
Menurutnya, sosialisasi ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pemerintah daerah mengenai hal esensi PP tersebut, sekaligus mengklarifikasi dan merespons atas ketidakjelasan. Seusai adanya sosialisasi ini, diharapkan ke depan seluruh daerah dapat melaksanakan PP No. 18 Tahun 2016 dengan sebaik-baiknya. (red)