Tidak perlu takut dengan globalisasi, karena Jatim sudah menang. Hal itu dapat dilihat dari neraca perdagangan non migas untuk triwulan-I 2016 ke negara-negara Asean surplus US$ 257.687.844, yang defisit hanya dengan Thailand.
Karena sudah masuk pasar global, maka peran mahasiswa yang mewakili kelompok kritis harus ikut memikirkan, mata kuliahnya harus memantapkan daya saing, dengan melakukan restrukturisasi pendidikan, dibekali dengan ketrampilan. Jiwa petarung dan jiwa wira usaha para mahasiswa dalam menghadapi globalisasi menjadi sangat strategis dalam memasuki kawasan perdagangan,” tambanya.
Hal itu ditegaskan Gubernur Jatim Dr H Soekarwo pada Pembukaan Pekan Pemuda Legislatif dan Mukernas Forum Lembaga Legislatif dan Mahasiswa Indonesia (FL2MI), Sabtu (14/5).
Menurut Pakde, yang menentukan kemenangan dalam pertarungan di Asia adalah kualitas infastruktur, SDM, dan pelayanan publik harus bagus. “Maka, supaya pembangunan berkelanjutan dan inklusif, maka fundamen di bidang SDM (human development) harus diperkuat, baru kemudian infrastuktur development, dan reformasi birokrasi,” katanya.
Peran perguruan tinggi harus sinergi dengan pemerintahan dan dunia usaha, atau ABG (Akademi – Bisnis – Goverment). Peran mahasiswa dalam bela negara adalah berperan aktif dalam memajukan ekonomi bangsa, sekaligus menjadi motor penggerak cinta produk dalam negeri. Sehingga MEA bukan menjadi momok tapi merupakan tantangan untuk berkreasi dan berinovasi
Tentunya dengan komposisi strategi pada sistem produksi berdaya saing, sistem pembiayaan kompetitif (murah) dan sistem pasar yang kompetitif. Karena, daya saing itu intinya, kalau memproduk barang kualitasnya lebih bagus, harga lebih murah, dan distribusinya lebih cepat, berarti manejemen produksinya harus bagus.
Daya saing yang paling tinggi adalah Jakarta, karena semua Departemen ada di Jakarta, nomor dua adalah Jatim karena produk barang kualitasnya lebih bagus, harga lebih murah, dan distribusinya lebih cepat. Ketiga, Kaltim, diikuti Jabar, Jateng, DIY, Riau Kepulauan, Kalsel, Banten, Sulses, dan seterusnya.
Sementara Ketua Komisi X DPR-RI H Teuku Riefky Harsya, BSc, MT mengatakan, menghadapi MEA bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan DPR saja, tetapi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat termasuk perguruan tinggi. “Dalam menghadapi MEA kita harus berani bersaing tidak hanya di negeri sendiri tapi juga di negara lain. Sebagai pemuda yang kreatif harus mempersiapkan diri menyongong masa depan yang semakin kompetitif,” ujarnya.
29 tahun lagi saat 100 tahun Indonesia merdeka yaitu tahun 2045, terdapat berbagai tantangan, antara lain bonus demografi. Nantinya Indonesia akan memiliki 131 juta jiwa usia kerja produktif yang harus mempunyai daya saing yang tangguh menghadapi globalisasi. Sebagian besar calon usia kerja produktif tersebut, saat ini berada di bangku sekolah dan mahasiswa.
“Indonesia akan mempunyai SDM usia produktif berlimpah. Bila SDM tersebut kompeten akan menjadi modal pembangunan, namun sebaliknya bila tidak kompeten akan menjadi beban yang luar biasa. Pendidikan saat ini sangat berpengaruh, jika dikelola dengan benar akan menghasilkan generasi produktif yang luar biasa, yang bisa mengangkat perekonomian Indonesia, maka model pembelajaran mahasiswa harus dibekali dengan berbagai ketrampilan,” pesannya.
Mukernas yang berlangsung tgl 14 – 18 Mei ini diikuti 110 orang mahasiswa yang berasal dari 59 universitas se Indonesia. (**).