Pakde Karwo Usulkan Bank Beri Lending Credit Untuk Petani

  • Whatsapp

            Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo mengusulkan agar bank bisa memberikan lending credit untuk petani. Skema pembiayaan kepada petani bisa dilakukan dengan model loan agreement melalui perbankan. Hal ini dilakukan sebab petani sangat berperan dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional.

“Tidak bisa membicarakan ketahanan pangan, jika para petani kesulitan memperoleh akses kredit. Untuk itu, kredit murah kepada petani bisa menjadi usulan rekomendasi dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional,” ujarnya saat Sidang Regional Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota Wilayah Barat Indonesia Tahun 2016 di Ballroom Hotel Mercure Surabaya, Senin (16/5) malam.

 Ia mengatakan, saat ini lending credit perbankan hanya 2,86 persen ditujukan untuk petani. Sedangkan peranan petani sangat besar sekali bagi kedaulatan pangan nasional. Untuk itu harus ada keputusan dari Presiden agar bank memberikan lending credit kepada petani.

Lending credit ini spesifik ditujukan untuk petani dengan suku bunga satu digit, khusus digunakan untuk membela petani, karena mereka memiliki keterbatasan dalam mengakses sumber dana dan permodalan. Tujuannya yakni untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” jelas Pakde Karwo sapaan lekatnya.

Dikatakan, bank harus memberikan kredit murah terhadap pertanian, tidak bisa memberikan kredit sama dengan perusahaan. “Bank harus mendorong ekonomi yang berbasis pertanian semakin baik. Sehingga ide pemerintah pusat untuk membuat bank tani harus segera dilakukan dengan suku bunga yang lebih rendah dari perusahaan atau corporate,” pungkasnya.

Lebih lanjut disampaikannya, Pemprov Jatim telah mendirikan Bank Tani yang merupakan salah satu divisi dari Bank UMKM Jatim. Pihaknya menggulirkan program loan agreement dengan memberikan lending credit kepada petani dengan bunga murah 6 persen.

Ia menjeaskan, melalui skema pembiayaan loan agreement, perbankan bisa memberikan kredit dengan bunga rendah kepada petani, bahkan lebih rendah dari bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR).

“Petani orang yang terpinggirkan. Tidak bisa membiarkan orang yang kecil bertarung dengan yang besar. Mereka tidak akan bisa menengah jika tidak kita rangkul dan ajak. Mereka ini merasa sepi di tempat ramai. Sehingga usulan rekomendasi yang bisa diambil dalam kegiatan ini yakni kredit murah diberikan kepada petani, bank tani dibentuk, dan suku bunga satu digit, “ tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Pakde Karwo menyampaikan masih terdapat persoalan yang muncul dalam hal menjaga kedaulatan pangan. Mulai lahan produktif yang banyak dikonversi menjadi ancaman terbesar bagi ketahanan pangan. “Ini (konversi lahan pertanian) kembali pada kebijakan bupati. Kalau niat saja sudah bagus apalagi bisa merealisasikan (menjaga lahan pertanian),” tuturnya.

Selain itu, persoalan alat pertanian juga masih menjadi kendala minimnya produksi tanaman pangan. “Banyak petani kita yang menggunakan alat tradisional dengan infrastruktur dan sarana irigasi yang kurang, dan SDM yang rendah. Ini persoalan yang ada,” imbuhnya.

Dalam hal sistem produksi dan distribusi, kata Pakde Karwo, masih juga memengaruhi harga pangan. Dari sisi kelembagaan, petani juga dianggapnya masih terlalu lemah, sehingga masih sulit mendapatkan pinjaman modal karena masih banyak petani kecil atau gurem.

Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan pangan (BKP) Kementerian Pertanian Gardjita Budi mengatakan, dalam konferensi internasional terkait ketahanan pangan saat ini tidak hanya membahas soal pangan tapi juga memprioritaskan gizi. “Pangan dan gizi ini menjadi prioritas nasional dan menjadi tanggung jawab negara. Penyediaan kuantitas dan kualitasnya juga harus dijaga untuk mewujudkan kemandirian pangan,” ujarnya.

Ia juga menegaskan peningkatan produksi pangan dalam negeri, namun bukan berarti anti impor. “Impor itu bisa dilakukan tapi dalam waktu yang terukur dan selektif. Mengapa impor harus dibatasi? Supaya kita tidak didikte negara lain. Memang impor harganya lebih murah tapi sampai kapan? Yang terpenting kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri,” jelasnya.

Namun, lanjutnya, tantangan yang saat ini dihadapi dalam upaya peningkatan produksi pangan adalah ketersediaan lahan. “Konversi dari lahan pertanian produktif menjadi lahan perumahan dan industri masih terus berjalan. Padahal produksi pangan butuh lahan lebih besar. Seharusnya lahan yang sudah ada perlu dijaga dan ditingkatkan bukan malah dialihfungsikan,” ungkapnya.

Menurutnya, sidang ini silaturahim bupati/walikota hingga ke bawah menyikapi kebutuhan pangan mencapai ketahanan pangan bahkan kedaulatan pangan. Ajang ini ketemu komunikasi, merapatkan barisan untuk membahas program pemerintah yang bisa ditindaklanjuti daerah sehingga bisa mewujudkan kedaulatan pangan nasional.

Tema Sidang Regional kali ini yakni “Sinergi Program Pangan dan Gizi Menuju Kedaulatan Pangan Nasional”. (**)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *