MAGELANG, beritalima.com | Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayjen TNI M Effendi turut menerbangkan lampion pada puncak peringatan Tri Suci Waisak 2563 BE/2019 tingkat nasional di Taman Lumbini kompleks Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (19/5/2019) pagi.
Ribuan umat Buddha dan masyarakat umum turut mengikuti kegiatan ini.
Penerbangan lampion dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama secara simbolis berlangsung sesaat setelah dharmasanti atau seremonial pembukaan Tri Suci Waisak Sabtu (18/5/2019) malam oleh sejumlah pejabat, diantaranya Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI M Effendi, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan tamu undangan lainnya.
Selanjutnya, pada sesi kedua berlangsung Minggu dini hari dilakukan oleh ratusan umat Buddha dan masyarakat umum yang sebelumnya sudah memesan lampion kepada panitia. Terdapat secarik kertas berisi ungkapan doa dan harapan yang ikut terbang bersama lampion di angkasa Candi Borobudur.
“Kami panjatkan doa sebelum menerbangkan lampion. Harapan kami khususnya kedamaian dunia terutama Indonesia. Supaya dunia penuh kecintaan, cinta kasih dan damai,” kata Julias Grant (65), asal Bandung yang telah lama tinggal di Australia itu.
Ketua Umum DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) S Hartati Murdaya, menuturkan Tri Suci Waisak diperingati setiap tahun oleh umat Buddha sedunia. Hal ini untuk mengenal kemuliaan dan keluhuran Sang Buddha Sidartha Gautama yang menjadi suri teladan bagi umat Buddha.
“Peringatan Tri Suci Waisak untuk mengenal kemuliaan dan keluhuran Sang Buddha Siddhartha Gautama yang menjadi suri teladan bagi kita semua, dengan tujuan agar dapat mengembangkan kebajikan dan kehagiaan diri dalam hidup di dunia yang tidak kekal ini,” ujarnya.
Diungkapkan Hartati, bahwa kelahiran, umur tua, penyakit, kematian, berkumpul dengan orang yang dibenci, berpisah dengan orang yang dicinta, tidak memperoleh apa yang dicita-citakan, berada di dalam lingkungan hidup jasmani dan rohani serta lingkungan yang tidak kekal merupakan bentuk penderitaan yang tiada akhirnya.
“2563 tahun yang silam, Sang Buddha Gautama telah menemukan jalan keluar untuk membebaskan manusia dari semua makhluk dari duka dan derita,” kata Hartati. (*)