Panggilan Hidup Dan Kemenangan Kecil

  • Whatsapp

Denny JA

Tak hanya gagasan besar yang mengubah peradaban. Tak hanya peristiwa bersejarah yang digerakkan tokoh fenomenal. Rangkaian kemenangan kecil, yang dialami individu biasa, dapat pula membangkitkan kegairahan dan makna hidup.

Renungan tersebut datang lagi ketika saya menonton kembali event itu. Sekitar 250 ribu massa memenuhi Lincoln Memorial, Washington DC, Amerika Serikat. Itu tanggal 28 Agustus 1963.

Massa datang dari berbagai daerah. Amerika Serikat saat itu sedang bergolak. Terdengarlah ucapan yang kemudian dianggap salah satu pidato terbaik dan paling berpengaruh dalam sejarah modern.

“Saya impikan (I have a dream). Walau kini terasa sulit, tapi pada satu hari kelak. Anak- anak dari para budak, dan anak anak dari pemilik budak, akan duduk sama tinggi dan sama rendah dalam meja persaudaraan.” (1)

“Ya, saya impikan (I have a dream). Empat anak saya yang kecil akan hidup di satu negara. Mereka akan dinilai bukan karena warna kulit. Tapi karena karakternya.”

“Saya impikan (I have a dream). Semua kita bangkit bersama dan meyakini imannya. Bahwa semua manusia diciptakan sederajat.”

Pidato itu diwanai oleh seruan membunyikan bel kebebasan, bel keadilan dan bel perjuangan, ke seluruh pelosok negeri.

Terasa suasana magis meliputi. Martin Luther King masih di podium. Massa histerik. Suara lelaki dan perempuan dalam kerumunan 250 ribu manusia sahut menyahut.

Momen itu menjadi agung, bukan semata karena keindahan retorik pidato Marthin Luther King. Bukan pula semata karena kuatnya elemen keadilan gagasan yang diperjuangkan. Tapi event itu menjadi puncak perjuangan panjang sejarah homo sapiens menghalau perbudakan, dan menghapus diskriminasi.

Pidato Marthin Luther King yang menyihir itu, tak hanya membuahkannya menjadi Man of the Year majalah TIME, 1963. Juga tak hanya memberikannya hadiah Nobel Perdamaian di tahun 1964.

Pidato itu menggerakkan perubahan kebijakan satu negara. Empat puluh enam tahun kemudian, di tahun 2009, satu cicit dari ras budak kulit hitam, Barack Obama, bahkan menjadi presiden di Amerika Serikat.

Prosentase kulit hitam di AS hanya 10 persen. Terpilihnya kulit hitam Obama, itu berarti mayoritas kulit putih, mayoritas anak dan cucu pemilik budak di masa lalu, secara sadar memilih presiden kulit hitam, cicit dari salah satu ras budak ratusan tahun sebelumnya.

Joan Baez, penyanyi dan aktivis, di tahun 1963, usianya masih 22 tahun. Ia acap mendampingi Marthin Luther King memimpin demo protes. Joan Baez meramaikan dan memberi semangat para pendemo dengan lagu: We Shall Overcome.

“We shall overcome. We shall overcome.
Someday. Deep in my heart. I do belive. We shall overcome, someday.”

(Kita akan menang. Kita akan menang. Pada waktunya. Di lubuk hati terdalam. Kuyakini. Kita akan menang, pada waktunya).

Empat puluh tujuh tahun kemudian, di tahun 2010, Joan Baez diundang Presiden Obama menyanyi di White House. Sulit bagi kulit hitam menjadi presiden di negara mayoritas kulit putih, jika tak ada civil rights movement itu.

Joan Baez sudah menua. Rambutnya putih. Usianya menjelang 70 tahun. Tapi aura sebagai aktivis dan seniwati tetap terasa. Kembali Joan Baez nyanyikan lagu We Shall Overcome. Audience ikut bernyanyi menjiwai. Banyak yang terharu. Termasuk Presiden Obama sendiri. (2).

Joan Baez menceritakan pengalamannya. Betapa ikut terlibat dalam perjuangan anti diskriminasi, dan berhasil memenangkan perjuangan, membuat hidupnya sangat bermakna.

Persaaan bahagia dan bermakna memenangkan satu perjuangan keadilan tak hanya dirasakan Joan Baez.

Ribuan hingga jutaan manusia di seantero dunia terlibat dalam perjuangan menghapuskan diskriminasi. Kemenangan perjuangan ini, kemenangan sebuah gagasan yang historik, menjadi cerita yang panjang. Kisah ini disampaikan turun temurun kepada anak cucu, dengan nada penuh makna.

Betapa bahagia. Betapa berarti ikut terlibat dalam perjuangan gagasan, keadilan. Apalagi jika berhasil memenangkannya.

-000-

Para scholar kemudian mempelajari. Apa hubungan antara sense of purpose, hidup yang berjuang, dengan meaning of life, hidup yang bermakna? Apa korelasi antara kemenangan perjuangan dengan rasa bahagia?

Perjuangan gagasan besar anti diskriminasi model Marthin Luther King memang panggung raksasa yang memberikan makna bagi para pejuang. Namun perjuangan gagasan besar itu tak terjadi setiap waktu.

Riset menunjukkan bahwa tak hanya gagasan besar, tak hanya peristiwa bersejarah, perbuatan kecil dan sehari hari pun dapat memberikan makna.

Tak hanya kemenangan besar yang menghidupkan makna. Rangkaian kemenangan kecil dalam hidup sehari- hari juga memberikan kebahagiaan.

Teresa Amabile dan Steven J Kramer di tahun 2011, mempublikasi riset hubungan antara Inner Work Life dan Performance. Mereka meneliti tujuh jenis dunia usaha, dengan berbagai kegiatan. Total responden yang terlibat sebanyak 238 individual. (3)

Riset dilakukan berkali kali, sepanjang 15 tahun. Total entri yang dikumpulkan sebanyak 12.000.

Ia mengeskplorasi beberapa sentimen yang ditimbulkan. Yaitu emosi yang positif: semangat, bahagia, senang, bermakna, good mood. Dicatat pula emosi negatif: emosi yang melorot, down, malas dan bad mood.

Dicatat pula hasil kegiatan. Yaitu kegiatan yang menunjukkan sense of progress, capaian- capaian kecil dan bertahap. Sebaliknya dicatat pula hasil kegiatan yang tak kunjung berhasil, atau malah set back.

Temuan riset itu menjadi penting. Apapun jenis kegiatan, jika memberikan sense of progress, capaian sekecil sekalipun, ia akan memberikan good mood, rasa kesenangan, bahagia, bermakna.

Rekomendasinya lebih powerful. Dalam hidup, ciptakanlah kegiatan apapun yang kita sukai. Lalu buatlah rangkain kemenangan kecil, capaian kecil. Rayakan. Itu sudah memberi kita gairah dan nikmat rasa.

-000-

Setiap individu dapat menciptakan kegairahan dan makna dalam skalanya masing- masing. Sekelas Marthin Luther King mungkin memerlukan perjuangan berskala nasional.

Tapi untuk individu pada umumnya, cukup melakukan kebajikan kecil yang biasa saja, dalam skala rumah tangga. Seperti menolong tetangga yang disable. Atau berderma untuk yayasan anak yatim piatu.

Untuk kelas Joan Baez, mungkin perlu skala besar menyanyikan lagu dalam demo politik di Lincoln Center. Tapi untuk individu pada umumnya, skalanya cukup tingkat rumah tangga, seperti menyanyi menghibur orang tua di rumah jompo.

Yang penting ada sense of progress di sana. Ada pencapaian. Ada tuntasnya satu tahapan pekerjaan.

Bagi Marthin Luther King dan Joan Baez, sense of progress itu mungkin harus berskala nasional. Itu bisa kebijakan yang menghapuskan diskriminasi kulit hitam. Seperti kebijakan nasional atas bis kota, restoran dan sekolah yang tak lagi membedakan warna kulit.

Tapi bagi individu pada umumnya, sense of progress ini cukup dengan tuntasnya pekerjaan skala kecil saja: tuntasnya bernyanyi, menghibur orang tua di rumah jompo. Atau selesainya menolong tetangga disable bulak balik ke rumah sakit.

Bukan skala kegiatan itu yang penting, tapi sense of progresnya. Bukan besarnya pengaruh kegiatan itu yang penting tapi tuntasnya pekerjaan, hadirnya rangkaian kemenangan kecil.

Dirumuskan dalam bahasa lain: ciptakanlah aneka kemenangan kecil. Kegiatan itu bisa dalam bentuk hobi biasa sehari-hari hingga perjuangan keadilan skala internasional.

Yang penting itu kegiatan yang kita sukai. Yang penting ada sense of progress, ada rangkaian kemenangan di dalamnya.

-000-

Inilah prinsip spiritualitas baru untuk hidup bermakna dan bahagia. Pada esai sebelumnya sudah kita urai tiga prinsip dalam 3P: Personal Relationship, Positivity dan Passion. Dalam esai ini, kita urai prinsip keempat yaitu S untuk Sense of Progress dan Small Wins.

Apapun warna kulit, jenis kelamin, asal negara, status ekonomi, tingkat pendidikan. Apapun agama yang dipeluk. Jika kita menjalani satu bentuk kegiatan atau perjuangan, yang sifatnya menolong orang lain, dan tercapai kemenangan kecil di sana, itu sudah memberikan makna, rasa bahagia.

Spiritualitas gelombang pertama itu berdasarkan mitologi. Spiritualitas gelombang kedua itu berdasarkan wahyu (agama). Spiritualitas baru, gelombang ketiga, dipilih berdasarkan narasi ilmu pengetahuan. Ia buah dari riset empirik. Tak ada panduan hidup bahagia spiritualias baru tanpa disaring melalui riset akademik.

Buatlah rencana. Ciptakan sense of progress. Tetapkan serangkaian capain. Raihlah serial kemenangan kecil.

Renungkan. Dalami. Tentukan panggilan hidupmu. Seperti yang dikatakan Jalaluddin Rumi. “Hatimu diciptakan seluas samudera. Temukan panggilan hidupmu pada kedalaman yang tersembunyi.”

Juni 2020

(Bersambung)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait