Memasuki era distrupsi saat ini, ancaman potensial yang perlu dicermati adalah ancaman siber, biologis dan kesenjangan. Ketiga ancaman tersebut meski berbeda ranah, namun secara prinsip memiliki benang merah yang dapat mengamplifikasi satu sama lain.
Hal tersebut disampaikan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P. saat memberikan pembekalan pada acara Rapat Kerja Gubernur Seluruh Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (7/2/2018).
Menurut Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, ancaman kesenjangan yang merupakan perpaduan dari inovasi disruptif pada bidang teknologi siber dan bidang biologi, merupakan akar persoalan dari munculnya berbagai paham kekecewaan yang berorientasi pada populisme, ekstrimisme dan radikalisme. “Semakin besar kesenjangan itu terjadi, akan semakin tumbuh subur berbagai paham kekecewaan tersebut, yang berusaha mendeligitimasi kekuasaan pemerintah yang sah melalui cara-cara yang cenderung bersifat inkonstitusional,” jelasnya.
Panglima TNI menjelaskan bahwa perkembangan teknologi siber bisa menciptakan lonewolf (sebutan pelaku aksi teror seorang diri). Dengan kemajuan teknologi, sangat mudah memprofilling seseorang. Kemudian orang itu akan dibina secara online dan ancamannya menjadi lonewolf atau menjadi serigala-serigala tunggal yang siap melakukan teror. “Melalui jaringan teknologi itu, para lonewolf bisa merancang sendiri senjata untuk melakukan aksi teror. Apalagi dengan perkembangan sekarang, aktivisual intelejen bisa membuat apapun. Ini adalah ancaman siber,” ujarnya.
Berkaitan dengan ancaman tersebut, Panglima TNI memberikan contoh nyata salah satunya adalah ancaman siber di media sosial yang telah digunakan untuk mendistorsi dan mengeksploitasi berbagai isu kesenjangan dan etnisitas terhadap Kejadian Luar Biasa Campak dan Gizi Buruk yang menimpa masyarakat di Papua. “Dengan distorsi permasalahan tersebut energi yang kita keluarkan justru terkuras bukan untuk mencari esensi permasalahannya,” ungkapnya.
Diakhir pembekalannya Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menyampaikan tujuh strategi TNI dalam menghadapi berbagai ancaman kedepan, sebagai berikut : Pertama, TNI menyadari bahwa kompleksitas permasalahan dan intensitasnya telah begitu tinggi, sehingga pendekatan sektoral, termasuk yang melalui pertahanan semata, akan membawa hasil yang kurang optimal. Oleh karenanya strategi TNI adalah selalu mengedepankan pendekatan menyeluruh pemerintahan atau a whole of government approach dalam mengatasi berbagai permasalahan yang mengganggu stabilitas nasional.
Kedua, mengingat dimensi ancaman pertahanan yang semakin majemuk, maka TNI akan selalu mengedepankan kerja sama yang erat dengan pemangku kepentingan keamanan lainnya, utamanya Kepolisian Republik Indonesia. Sinergi TNI-Polri di berbagai tingkatan dan lingkup penugasan, merupakan kunci utama dalam berbagai upaya memelihara pertahanan keamanan negara. Ketiga, pada konteks pembangunan kekuatannya, TNI sepenuhnya memahami bahwa masih banyak sektor lain yang juga membutuhkan perhatian berupa daya dan upaya bersifat ekonomis dari Pemerintah. Untuk itu TNI akan sedapat mungkin selalu mensinkronkan pembangunan dan gelar kekuatan yang dimiliki agar mengacu dengan pola pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini bertujuan agar dicapai suatu tingkat efisiensi dan efektifitas yang tinggi dalam pembangunan Nasional secara keseluruhan.
Keempat, TNI menyadari bahwa ancaman dapat terjadi setiap saat tanpa diduga, oleh karenanya TNI secara internal, baik melalui kekuatan terpusat maupun kewilayahan, akan selalu berlatih dan menyiapkan diri dalam menghadapi segala kontijensi yang terjadi. Kelima, TNI mengidentifikasi bahwa permasalahan kesehatan merupakan salah satu pemicu utama dari berkembangnya kesenjangan. Oleh karena itu TNI akan selalu siap untuk mengerahkan aset dan kemampuannya guna mendukung program Pemerintah dalam mengatasi masalah kesehatan. Kedepannya, TNI akan mengerahkan Satuan Tugas Kesehatan yang beroperasi sepanjang tahun di daerah-daerah yang ditengarai rentan mengalami wabah penyakit dan gizi buruk serta kerawanan kesehatan lainnya dalam rangka memitigasi masalah kesehatan sesuai dengan kebijakan Pemerintah.
Keenam, TNI dengan kemampuan pembinaan teritorial, pembinaan potensi maritim dan pembinaan potensi dirgantara akan selalu hadir di tengah masyarakat dan berusaha menciptakan kondisi yang kondusif melalui cara-cara yang persuasif, sekaligus melaksanakan deteksi dini, cegah dini, temu cepat dan lapor cepat. Ketujuh, TNI memahami sebenuhnya hakikat dirinya sebagai tentara rakyat yakni tentara yang berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Konsekuensi logis hal tersebut adalah TNI harus menjunjung tinggi kepentingan rakyat, yang dalam hal ini direpresentasikan oleh kekuasaan-kekuasaan negara dalam kerangka konstitusional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karenanya, dalam mengemban tugasnya TNI harus menjadi suatu institusi negara yang netral dan tidak berafiliasi dengan kepentingan golongan politik manapun.