Panti Pijat di Surabaya Harus Memenuhi Syarat ini Jika Ingin Buka

  • Whatsapp

SURABAYA, Beritalima.com | Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya nomor 28 tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada kondisi pandemi Covid-19 sudah terbit. Kemudian, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya membuat petunjuk teknik (juknis) atau pedoman petunjuk pelaksanaan Perwali itu. Salah satunya di bidang panti pijat, spa, dan refleksi.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya yang juga Kepala BPB dan Linmas Surabaya, Irvan Widyanto, mengatakan berdasarkan rekomendasi Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi), pihaknya membuat petunjuk teknis Perwali tersebut, termasuk dalam bidang panti pijat, spa, dan refleksi.

“Jadi, kami sudah membuat petunjuk teknis beberapa bidang untuk mendetailkan Perwali itu. Salah satunya dalam bidang gelanggang olahraga, hajatan, arena permainan, Spa, bioskop, karaoke dan hiburan. Kami juga sudah berkirim surat ke Disbudpar dan melaporkan kepada Ibu Wali Kota soal juknis ini,” kata Irvan, Minggu (14/6/2020).

Pada intinya, ketika Perwali itu ditandatangani bukan berarti langsung boleh membuka usahanya, sembari mengatakan sudah menerapkan protokol kesehatan, sehingga siap membuka usahanya itu. “Lha, yang menyatakan siap untuk dibuka itu bukan dirinya sendiri, tapi harus melalui mekanisme penilaian dan self assessment dari Disbudpar dan tim gugus tugas,” kata Irvan.

Ketika usaha tersebut sudah dinyatakan siap dibuka oleh tim, maka dipersilahkan untuk beroperasional kembali. Namun, selama mereka belum dinilai layak oleh tim ini, maka diharapkan untuk tidak membuka dulu, karena yang namanya Perwali itu ketika ditandatangani butuh sosialisasi. “Nah, selama sosialisasi itu kita lakukan self assessment dan penilaian terkait kesiapan tempat usaha tersebut,” imbuhnya.

Sedangkan proses yang harus dilalui yaitu harus dilakukan self assessment, melakukan perubahan dan mempersiapkan sarana dan prasarana yang mendukung protokol kesehatan, membentuk satgas khusus untuk menerapkan protokol kesehatan (bisa dari waiters, security dan sebagainya), harus membuat surat permohonan ke Disbudpar terkait kesiapannya.

“Selanjutnya, Disbudpar dan tim melakukan assesment terhadap tempat usaha tersebut. Disbudpar membuat surat jawaban layak atau harus dibenahi. Dan ketika dinilai layak, maka tempat usaha tersebut bisa memulai aktifitas usahanya,” imbuhnya.

Adapun prokol kesehatan tatanan normal baru khusus di panti pijat, spa, dan refleksi adalah tempat usaha wajib melakukan assesment kesiapan tempat usaha sesuai protokol tatanan normal baru yang diatur dalam Perwali 28 Tahun 2020. Memastikan seluruh area bersih dan higienis dengan melakukan pembersihan (disinfeksi) secara berkala (setiap 4 jam sekali) menggunakan pembersih dan disinfektan yang sesuai. Terutama tempat-tempat yang sering disentuh atau dipergunakan banyak orang (pegangan pintu, pegangan tangga, tombol lift, musholla, toilet, meja resepsionis dan fasilitas umum lainnya).

Kemudian, harus memisahkan jalur masuk dan keluar pengunjung/tamu, bilamana hanya ada satu pintu maka harus ada petugas di pintu masuk dan keluar. Mengutamakan pembayaran/pemesanan secara daring. Mengurangi kapasitas usaha menjadi 50% dari keadaan normal sebelumnya. Menyediakan thermogun di pintu masuk tamu dan melarang masuk tamu yang bersuhu tubuh ≥37,5 °C dan tidak menggunakan masker, dan wajib melakukan pemerikasaan kesehatan kepada karyawan secara berkala.

Selain itu, harus menempatkan wastafel dengan sabun cuci tangan dan dispenser pembersih tangan mengandung alkohol (hand sanitizer) di pintu masuk, resepsionis/kasir, pintu keluar, ruang terapis, dan tempat-tempat strategis yang mudah dijangkau serta memastikan dispenser sabun/hand sanitizer diisi ulang secara teratur. menerapkan penjagaan jarak (physical distancing) paling sedikit 1 (satu) meter dengan memberikan tanda khusus pada antrian pengunjung, lift, area padat, jarak antar ruang ganti, jarak antar ruang bilas, kursi di ruang tunggu, dan area public.

Harus pula menyediakan alat-alat pelindung diri bagi pekerja seperti masker, sarung tangan dan face shield. Terapis SPA menggunakan APD level 2 berupa sarung tangan, masker, apron, hair cap dan faceshield ketika melakukan terapi. Mengemas bahan habis pakai dengan ukuran 1 (satu) kali pemakaian. Mengatur jarak antrian menuju resepsionis atau kasir minimal 1 meter. Melakukan pencatatan data nama, alamat dan nomor telepon setiap tamu. Menggunakan pembatas/partisi (misalnya flexy glass) di meja atau counter sebagai perlindungan tambahan untuk pekerja (kasir, customer service dan lain-lain).

Di samping itu, pembatas ruang terapi diwajibkan berbahan plastik. Pembersihan ruang terapis menggunakan disinfektan setelah digunakan. Membersihkan dan melakukan sterilisasi alat-alat kerja sebelum dan setelah digunakan. Memasang pesan-pesan kesehatan (cara mencuci tangan, cara pencegahan penularan Covid-19, etika batuk/bersin, anjuran penggunaan barang pribadi, dll) di tempat-tempat strategis (di pintu masuk dan tempat lain yang mudah diakses pengunjung). Wajib menyediakan akses layanan kesehatan. Wajib menyediakan form surat pernyataan sehat untuk pengunjung.

“Pengaturan waktu kerja tidak terlalu panjang yang akan mengakibatkan pekerja kekurangan waktu untuk beristirahat yang dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh/immunitas tubuh. Untuk pekerja shift, jika memungkinkan tiadakan shift 3 (waktu yang dimulai pada malam hingga pagi), dan bagi pekerja shift 3 supaya diatur agar bekerja terutama pekerja yang berusia kurang dari 50 tahun,” kata dia.

Sedangkan khusus karyawannya, wajib melakukan rapid tes bagi karyawan sebelum operasional usaha, dan hanya karyawan dengan hasil rapid tes non reaktif yang boleh bekerja. Bagi usaha yang melakukan rekrutmen karyawan baru, disyaratkan wajib mengikuti rapid tes. Memastikan pekerja yang masuk dalam kondisi sehat. Menerapkan Self Assesment Risiko COVID-19 untuk memastikan pekerja yang akan masuk kerja dalam kondisi tidak terjangkit COVID-19 (Form 1).

Wajib pula menggunakan masker sejak perjalanan dari/ke rumah, dan selama di tempat kerja, bagi pekerja di frontliner wajib menggunakan face shield dan sarung tangan. Wajib memakai masker medis dan apabila diperlukan juga menggunakan face shield, dan sarung tangan dalam memberikan pelayanan kepada pengunjung. Wajib mengganti baju pribadi dengan baju kerja ketika memulai bekerja. Wajib mengganti masker setiap 4 jam sekali. Wajib mengganti apron dan sarung tangan setiap selesai melakukan terapi kepada satu pelanggan.

Wajib juga melakukan pengecekan suhu badan minimal 3 kali sehari (sebelum, selama dan setelah bekerja). Diwajibkan menjaga asupan makanan dengan gizi seimbang, olah raga teratur dan berjemur, serta menjaga kebersihan lingkungan kerja. Pengaturan meja kerja, tempat duduk dengan jarak minimal 1 meter. “Menggunakan peralatan pribadi untuk berbagai keperluan seperti sholat, makan, minum, dll. Dan membersihkan diri (mandi, keramas dan ganti baju ) setelah pulang dari kerja,” ujarnya.

Sementara untuk pengunjung, wajib memakai masker, mencuci tangan dan mengukur suhu tubuh sebelum masuk, melepas alas kaki di area terapi dan menggunakan alas kaki yang sudah disediakan, membawa sendiri perlengkapan pribadi, menjaga jarak dengan pengunjung yang lain, tidak berkerumun dan selalu menjaga ketertiban, membuang sampah pada tempatnya dan selalu menjaga kebersihan serta tidak batuk, bersin maupun membuang ludah sembarangan (menjaga etika batuk).

“Harus bersedia menerima sanksi apabila melanggar protokol kesehatan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2020, dan harus membawa identitas diri (KTP), memberikan informasi no telp dan menandatangani surat pernyataan bahwa dia sehat,” pungkasnya. (*)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait