SURABAYA,beritalimacom- Razia penertiban tempat panti pijat plus-plus yang dilakukan Satpol PP Kota Surabaya ternyata tidak membuahkan hasil. Keberadaan panti pijat yang nyambi sediakan wanita pemuas nafsu birahi ini justru kian terbuka memberikan pelayanan sek dan seolah olah menantang.
Keberadaan panti pijat nyambi membuka praktek bisnis lendir ini, bukan tanpa alasan. Pengelola mengaku jika layanan jasa pijat ditawarkan sepi pelanggan jika tidak disediakan pelayanan tambahan yakni plus-plus.
“Dari mana kami ada pemasukan kalau tidak nyambi buka pelayanan sek kepada pengunjung. Sementara kami butuh biaya hidup dan biaya sewa rumah,” ujar salah seorang pengelola panti pijat di kawasan Ketintang, Surabaya.
Nony (46), seorang pengelola panti pijat mengaku pernah didatangi Satpol PP melihat tempat pelayanan pijat. Bahkan Satpol PP sempat menanyakan ada tidaknya pelayanan plus disiapkan di tempatnya. Pertanyaan Satpol PP inipun diakui oleh Nony jika dipantinya disiapkan wanita khusus untuk melayani pria hidung belang.
“Mendengar jawaban itu, Satpol tersebut langsung diam sejenak dan minta agar diberi jatah bulanan. Akupun sanggupi jatah itu, termasuk kalau mereka mau cuci botol,” katanya.
Panti pijat plus-plus yang ada di Surabaya, tidak ada yang beroperasi secara murni. Menyediakan pelayanan sek adalah salah satu strategi menarik pelanggan. Dan terbukti sambung Nony, panti pijat yang menyediakan plus- plus pasti ramai pengunjung.
Melihat kondisi yang demikian, Nony berharap Satpol PP tidak harus mematikan panti pijat. Jika bicara pelanggaran atau melanggar norma agama, justru banyak persoalan lebih besar yang mestinya dikedepankan penyelesaiannya.
Hal sama diakui oleh Elsa (52), pemilik panti pijat satu ini juga mengaku bisnis panti pijatnya jauh lebih ramai saat ada pelayanan plus dari pada murni khusus pijat saja.
“Bayangkan, saya punya karyawan tiga orang. Semua ini nyambi layani tamunya jika si tamu minta. Bahkan saya ikut turun tangan memijat kalau tamu minta. Tapi kalau tamu minta layanan sek ke saya ya izin dengan suami dulu. Kalau dizinkan ya dilayani, kalau tidak saya suruh karyawan,” urai Elsa.
Diakui oleh Elsa, meski usianya sudah kepala lima, namun dirinya masih sering diminta ramu untuk melayaninya. Hanya saja dirinya tidak bisa bebas lantaran ia punya suami resmi dan memiliki 5 anak.
Pengakuan kedua pengelola panti pijat ini bukti bahwa panti pijat tidak bisa dipisahkan dengan bisnis lendir. Dan kini usaha tersebut semakin terbuka kendati Datpol PP rutin razia. (Abd)