PADANG,SUMBAR — Program Minang Mart (MM) menjadi topik kupasan para profesor di Diskusi Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Andalas (Unand). Kritik dan saran terhadap program 1000 Minang Mart mengemuka dalam diskusi bertajuk “Ekonomi Sumbar yang Adil dan Merakyat” tersebut.
Profesor Syafruddin Karimi, guru besar Ekonomi Unand dalam diskusi yang berlangsung Jumat (3/6) sore itu menyatakan bahwa dia belum melihat konsep tertulis program MM tersebut. Sebagai peneliti dan warga masyarakat Sumatera Barat, dirinya merasa memiliki tanggungjawab moral mengkritisi Minang Mart.
“Saya belum melihat konsep Minang Mart secara tertulis. Kalau ada mari kita kupas bersama-sama,” katanya.
Program Minang Mart, menurut Syafruddin sangat bersentuhan dengan kepentingan publik karena dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Suatu usaha bisnis harus ada Bussiness plan yang jelas dan terukur. Dia mengungkapkan, diskursus tentang plus minus Minang Mart harus terus digulirkan demi penyempurnaan konsepnya.
Adanya gagasan Program 1000 Minang Mart juga dikritik Profesor Tafdil Husni, Rektor Unand. Menurut Tafdil, pendirian Minang Mart tidak perlu dalam jumlah banyak.
“Cukup beberapa unit saja sebagai pilot project kemudian dievaluasi. Yang terpenting adalah mempersiapkan konsep, sistim dan tutor mengingat bisnis ini sangat dekat dengan masyarakat,” katanya.
Tafdil menyorot penerapan bunga 7 persen, apakah bunga flat atau bunga biasa. Jika bunga flat, maka dalam hitungan biasa bunganya bisa menjadi 14 persen. Jadi bukannya rendah, malah akan lebih tinggi margin-nya dibanding perbankan lain. Tingginya bunga yang harus dibayar akan berdampak kepada kenaikan harga barang yang dijual.
Kekhawatiran terhadap dilema yang mungkin akan dihadapi oleh BUMD terkait pengelolaan Minang Mart dilontarkan Ketua DPP Harian IKA Unand Yunisfar. Menurutnya, program ini akan menjadi dilema bagi BUM yang terlibat yaitu Bank Nagari, Jamkrida dan PT Grafika jika masyarakat peminjam modal terkendala pembayaran.
“Kondisi BUMD di Sumbar masih lemah. Ini akan menjadi dilema. Sebaiknya sediakan saja tempat lalu tawarkan kepada pelaku UMKM untuk membuka usaha di tempat yang disediakan itu,” ujar Yunisfar.
Saran terhadap Program Minang Mart disampaikan Profesor Helmi, mantan Wakil Rektor IV Unand. Menurutnya, elemen dasar sudah terpenuhi, hanya saja, dibutuhkan kesiapan team work yang matang. Selain itu, sebaiknya tidak semua barang-barang diakomodasi di Minang Mart, tetapi perlu mencari barang-barang unggulan saja.
Diskusi tersebut juga dihadiri oleh Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Ketua DPP IKA Unand Profesor Fasli Jalal, Profesor Helmi, Dekan Fakultas Ekonomi (Fekon) Unand Dr Harif Amali Rifai dan mantan Komisaris Utama PT Jamkrida Tedi Alfonso. Diskusi dipandu Pimpinan Redaksi Padang Ekspress Nashrian Bahzein.
Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno menjelaskan, Minang Mart merupakan program bussiness to bussiness (B to B) antara tiga BUMD. Pemerintah Provinsi, katanya hanya sebagai fasilitator. Namun dari gambaran OJK dan Bank Nagari, bisnis tersebut tidak akan mengakibatkan kerugian.
“Minang Mart itu semuanya diatur oleh tiga BUMD yang terlibat, murni bussiness to bussiness, bukan milik Pemprov. Untuk mendapat kejelasannya, sebaiknya langsung berdiskusi dengan ke tiga BUMD tersebut,” katanya.
Dia menegaskan, Pemprov Sumatera Barat hanya berperan sebagai pendukung dan pemberi masukkan. Tidak ada pendanaan dari APBD.
Diskusi IKA Unand tersebut merupakan rangkaian kegiatan Kongres IKA Unand yang puncaknya akan diselenggarakan pada September 2016 mendatang. Diskusi digelar dengan mengupas berbagai persoalan dan kondisi hangat yang berkembang di tengah masyarakat dalam rangka memberikan pencerdasan kepada masyarakat luas terhadap persoalan-persoalan tersebut.
(pdm/feb/rki)