Pariwisata Melejit dan Masalah Sampah Yang Belum Teratasi di Tana Toraja

  • Whatsapp

JAKARTA,– Dengan luas 2044 km2, Kabupaten Tana Toraja memiliki 10 tempat wisata populer di dunia. Kendati demikian, melejitnya pariwisata di Tana Toraja dihadapkan dengan permasalahan sampah, lantaran penanganannya belum memadai.

Hal ini menjadi kekhawatiran salah 1 putra daerah Toraja, Johny Sumbung. Kepada media ini, Rabu (14/05/2025), Sumbung ungkapkan kurangnya inovasi pemerintah kabupaten bersama Dinas Lingkungan Hidup setempat dalam penanganan sampah.

Dijelaskan, Kabupaten Tana Toraja memiliki potensi pariwisata yang cukup besar. Baik wisata alam,budaya, maupun wisata buatan. Potensi wisata ini dimanfaatkan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah dan swasta.

” Namun, pengembangan pariwisata di Tana Toraja masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah pengelolaan sampah yang kurang baik. Pariwisata dan sampah adalah 2 hal yang saling terkait. Dimana, sampah menjadi salah 1 tantangan besar yang dihadapi oleh sektor pariwisata. Sampah yang tidak dikelola dengan baik, dapat mencemari lingkungan, merusak ekosistem dan dapat mengurangi daya tarik wisatawan yang pada akhirnya, dapat merugikan industri pariwisata,” beber Ketua Satuan Tugas Bencana pada Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) ini.

Tana Toraja saat ini, ungkapnya, memiliki tempat pemrosesan akhir di Kelurahan Pandan Giring, Kecamatan Rantetayo, yang dikelola oleh Dinas PU dan Tata Ruang, Kabupaten Tana Toraja. Kondisi saat ini, sistem pembuangan yang ada di sana adalah sistem pembuangan terbuka atau open dumping. Metode open dumping sangat sederhana dan murah di lahan terbuka tanpa perlakuan khusus atau penutupan, tetapi menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

” Nah, hal ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18, Pasal 29 Ayat 1 Huruf f. Dari sumber yang kita dapatkan, bahwa dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan belum dimiliki sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, Pasal 86. Berdasarkan permasalahan tersebut, atas kepedulian saya terhadap kampung halaman dan juga ruang gerak di bidang lingkungan saat ini, Saya memberikan beberapa masukan. Pertama, praktek sistem pembuangan sampah terbuka atau open dumping di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Tana Malia, harus segera dihentikan. Harus menyusun rencana pembangunan sistem Lahan Urug Terkendali atau Controlled Landfill. Termasuk pengelolaan air lindi. Penanganan gas dalam hal ini, metana yang keluar dalam pemanfaatan kualitas udara. Karena, menghilangkan kontaminan dan menjadikannya aman bagi lingkungan dan kesehatan,” usulnya.

Kedua, perlu diingat juga penutupan dan pengakhiran area sistem pembuangan terbuka atau open dumping, harus mengikuti mekanisme Permen PUPR Nomor 3 Tahun 2013, tentang penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan dalam penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

” Kiranya ini jadi perhatian pemerintah kabupaten Tana Toraja, sebagai penanggungjawab mutlak dan pemangku kepentingan di daerah. Harus diingat, jika penanganan sampah tidak sesuai Undang- Undang yang berlaku, pasti ada sanski administrasinya dari pemerintah pusat,” ujarnya. (ulin)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait