JAKARTA, Beritalima.com– Pimpinan DPR RI bersama dengan Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepakat perlu dilakukan penguatan terhadap Kejaksaan.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi Forum Legislasi yang digelar secara tatap muka dan virtual dengan nara sumber Wakil Ketua DPR Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Aziz Syamsuddin, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan dan anggota Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak.
Acara yang digelar Koordatoriat Wartawan Parlemen bekerjasama dengan Biro Humas dan Pemberitaan DPR RI di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan Jakarta itu bertema “RUU Kejaksaan, Komitmen DPR Perkuat Kinerja Korps Adhyaksa”.
Menurut Azis, penguatan ini tentunya harus sinergi dengan aparat penegak hukum lainnya, yakni Polisi dan PPNS. ”Nah, bagaimana ini ditempatkan posisi kejaksaan, disamping sebagai penuntut umum dalam undang-undang Kejaksaan itu, juga bagaimana sinergitas dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya dan kementerian-kementerian.”
DPR RI masih akan menunggu Surat Presiden, (Surpres) untuk melanjutkan revisi UU Kejaksaan. “RUU ini tidak mengharamkan lagi SP3 dari pada memvonis orang yang tidak bersalah,” tutur Azis yang juga wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Lampung tersebut.
Hinca Pandjaitan mengatakan, saat pembahasan, Komisi III DPR siap mendengar masukan publik untuk menguatkan Korps Adhyaksa. “Tentu sekali lagi nanti akan banyak masukan. Kami siap untuk mendengarkan. Kami akan terima masukan dalam pembahasan nanti,” kata dia.
Secara prinsip, Komisi III sudah siap untuk melanjutkan atau menjalankan amanah pimpinan DPR. DPR kini menunggu Surat Presiden (surpes) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski reses, dan Komisi III akan terus mendiskusikan hal-hal penting dalam RUU Kejaksaan.
“Kami ingin melakukan penguatan pada semua lembaga-lembaga penegak hukum yang ada, termasuk di dalamnya institusi kejaksaan. Kejaksaan sebagai lembaga satu-satunya penuntut atas nama negara sudah waktunya untuk diperkuat.”
Secara prinsip, Komisi III sudah siap untuk melanjutkan atau menjalankan amanah pimpinan DPR. Hinca menjelaskan DPR kini menunggu Surat Presiden (surpes) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski reses, menurut Hinca, Komisi III akan terus mendiskusikan hal-hal penting dalam RUU Kejaksaan.
“Sekarang kira-kira apa yang membuat pikiran Komisi III menginisiasi RUU Kejaksaan. Kami ingin melakukan penguatan pada semua lembaga-lembaga penegak hukum yang ada, termasuk di dalamnya institusi kejaksaan. Kejaksaan sebagai lembaga satu-satunya penuntut atas nama negara sudah waktunya untuk diperkuat,” tegas Hinca.
Sedangkan Barita Simanjuntak mengatakan kinerja kejaksaan sudah semakin baik. Namun, Korps Adhyaksa tetap membutuhkan penguatan.”Kami melihat perkembangan kinerja kejaksaan sekarang semakin baik, tetapi perlu ada penguatan yang signifikan.”
Kejaksaan sepatutnya mempunyai kewenangan yang kuat. Kejaksaan merupakan pelaksana kekuasaan negara di bidang penuntutan. Karena itu, tepat sekali apabila DPR memperkuat kejaksaan melalui pembahasan RUU Kejaksaan.
Kejaksaan terkadang menghadapi dilema dan sering terhimpit di dalam dua kekuatan besar penegak hukum, yaitu kepolisian dan kehakiman. Namun, konstitusi tidak menyebut secara tegas bahwa kejaksaan sebagai kekuasaan yang juga ada pada lembaga pengadilan.
“Tidak masalah kalau ini diatur implementasinya di dalam RUU yang baru ini, karena azas dominus litis ini merupakan asas universal bahwa kejaksaan yang menentukan dapat tidaknya satu perkara diajukan ke pengadilan.”
Kejaksaan ke depan harus aktif mengawal perkara untuk memberi pedoman dan petunjuk. Hal ini dinilai penting dalam rangka menghilangkan ego sektoral sehingga ketika suatu tindak pidana sudah dimulai proses penyidikannya, maka ketika itu juga bisa aktif memberikan petunjuk, arahan agar ini tidak bolak-balik perkara tidak terjadi efisiensi, tapi azas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Ia menekankan aspek pengawasan dibutuhkan sistem pengawasan yang efektif. “Tetap diperlukan pengawasan. Bukan untuk menghambat kinerja, tetapi mengonfirmasi semua tugas dan kewenangan itu dijalankan dengan benar, tidak ada abuse of power agar bisa transfaran dan berintegritas,” demikian Barita Barita Simanjuntak. (akhir)