Oleh :
Rudi S Kamri
Pada saat negeri ini genting diserang para perusuh dari segala arah, pernahkah kita mendengar para pimpinan dan elite Partai Pendukung Jokowi tampil keras bernarasi membantu Presiden ?
TIDAK PERNAH !!!
Saat Presiden Jokowi dihantam dari segala penjuru dengan rekayasa amunisi abal-abal seperti UU KPK, RUU KUHP dan alasan yang dicari-cari lainnya, terlihat para pimpinan partai mingkem sembunyi di balik kenyamanan yang telah diberikan Presiden Jokowi. Mereka sengaja menyingkir dari hiruk pikuk kegaduhan dan tidak terlihat ada niat baik untuk memback-up Presiden. Hanya Surya Paloh Ketua Umum Partai Nasdem yang bersuara. Tapi suaranya pun bernada bersayap mencari aman. Tidak ada statement tegas yang menunjukkan dukungan total kepada Presiden.
Kelakuan pengecut para pimpinan partai tersebut menunjukkan dengan terang benderang betapa mereka sangat oportunis, pragmatis dan tidak tahu terimakasih kepada sosok Jokowi. Mereka tidak sadar bahwa mayoritas rakyat ikhlas memberikan suaranya kepada mereka karena rakyat melihat partai-partai tersebut merupakan partai pendukung Jokowi. Artinya faktor Jokowi lah yang dominan menjadi pertimbangan rakyat memilih mereka.
Yang lucu bin aneh adalah kelakuan elite PDIP. Justru mereka yang sengaja menyerang Presiden Jokowi dalam usaha mendinginkan suasana dengan berencana mengeluarkan Perppu. Salah satu Ketua PDIP malah berujar di depan wartawan bahwa dengan mengeluarkan Perppu berarti Presiden Jokowi dianggap tidak menghormati mereka. Mereka berperilaku konyol tanpa memikirkan implikasi dari pernyataannya. Elite PDIP yang lainpun berujar senada. Mengapa Emang Banteng tidak melarang mereka ? Ada apa ? Atau apa ada …?
Mereka membiarkan Presiden Jokowi sendiri menghalau semua hadangan yang datang bergelombang. Saat mereka bersikap apatis terhadap masalah yang dihadapi oleh Presiden Jokowi, secara tidak langsung mereka mengkhianati amanah rakyat yang telah diberikan pada mereka. Mereka durhaka kepada rakyat.
Mengapa mereka berperilaku konyol seperti itu ? Saya menduga keras hal tersebut berkaitan dengan bargaining mereka untuk mendapatkan kursi kabinet. Tidak lebih. Kemungkinan mereka merasa Presiden Jokowi sudah semakin sulit didikte lagi dalam urusan bagi-bagi kursi ini. Tapi mereka lupa, bagaimana pusingnya Jokowi bisa mengakomodasi kemauan tamak mereka.
Sebagai misal setiap partai mengajukan 50 calon menteri, 9 partai sudah 450 orang. Belum lagi dari ormas-ormas atau organ-organ relawan atau pihak lain. Saya bayangkan lebih dari 1000 calon yang ada di meja Presiden. Sedangkan kuota menteri hanya sekitar 30-an kursi. Bisa kita bayangkan betapa pusingnya Presiden Jokowi. Belum lagi masalah-masalah lain yang harus dihadapi. Tapi para elite partai terlihat tidak perduli.
Mereka berlomba-lomba menunjukkan siapa yang paling berjasa dan merasa sebagai pemegang saham terbesar dalam kemenangan Jokowi. Tapi para pimpinan partai itu lupa, faktor dominan dalam kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019 itu adalah gerakan militansi relawan baik relawan organik maupun relawan intelektual. Mereka tidak mau mengakui mesin partai mereka tidak bekerja optimal untuk mendukung Jokowi. Mereka lebih sibuk memikirkan kemenangan kursi di legislatif. Rakyatlah yang menjadi faktor utama kemenangan Jokowi. Bukan mesin partai.
Akibatnya, manakala mencolok para elite partai pendukung Jokowi menyingkir dari sisi Jokowi terlihat ‘barrier’ proteksi politik terhadap Jokowi melemah, hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh para musuh Jokowi untuk menyerang Jokowi dari segala sisi. Namun ada yang mereka lupakan bahwa TNI Polri tetap solid kuat melindungi Presiden Jokowi. Dan yang utama seperti yang saya sampaikan langsung kepada Presiden beberapa hari lalu, mayoritas rakyat Indonesia tetap berdiri kukuh bersama Jokowi. Dan Presiden Jokowi juga meyakini hal itu.
Saya dan juga mayoritas rakyat Indonesia secara jujur merasa sakit hati melihat ulah para elite partai pendukung Jokowi. Tapi mereka lupa, rakyat Indonesia saat ini sudah cerdas untuk menjadi pendendam yang sempurna. Pada saat yang tepat rakyat akan memberikan mereka hukuman teramat pedih. Kita lihat saat nanti.
Sementara ini biarlah kemarahan ini kami simpan untuk kami salurkan pada waktu dan momentum yang tepat. Energi ini sedang kami fokuskan untuk mendukung dan membantu Presiden menghalau para perusuh yang sedang merusak negeri.
Untuk para durhaka, tunggu saja saatnya.
*Salam SATU Indonesia*
03102019