Oleh : Prihandoyo Kuswanto
Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila
Bukan hal yang aneh jika PDIP selalu mengatakan anak ideologis Soekarno, bahkan kalau musim kampanye selalu Gambar Soekarno dijadikan back ground Balio, Megawati merasa sebagai anak Soekarno bahkan Puan Maharani sebagai Cucu Soekaeno apakah menjalankan ajaran Soekarno .kalau melihat sejak diamandemen nya UUD 1945 di jaman Presiden nya Megawati sampai sekarang Pancasila justru tidak dijalankan bahkan disingkirkan.
Sistem negara berdasarkan Pancasila justru diganti dengan sistem Presidenseil dimana kekuasaan diperebutkan banyak-banayakan suara kalah menang kuat-kuatan ,pertarungan .
Dan lebih tragis lagi bukan hanya hutan yang terjadi pembalakan liar tetapi partai politik juga dilakukan pembalakan seperti kita saksikan wakil ketua Partai Hanura mengambil alih Partai Demokrat yang dilakukan oleh Muldoko ,entah apa yang ada dipikiran Cak Mul ini mantan panglima TNI harus mengkudeta yunior nya Mayor AHY.inilah sebuah frakmen runtuh nya nilai -nilai Pancasila padahal kedua tokoh ini mantan TNI yang mengemban Saptamarga dan sumpah prajurit yang kata nya berjiwa Pancasila dan tidak mengenal menyerah .
Ketika perjuangan pergerakan untuk menyusun negara maka para tokoh yang duduk sebagai anggota BPUPKI atau PPKI masih ingat bahwa protes keras mereka terhadap Individualisme adalah keadilan sosial ,Individualisme , Liberalisme ,Kapitalisme , menjadi musuh Soekarno paling utama yaitu Imperalisme ,Kolonialisme ,sebab negara ini sudah dijajah selama 350 tahun oleh Belanda oleh sebab itu amanat penderitaan rakyat begitu menjadi perhatian yang besar bagi Soekarno.
Pancasila adalah Prisip berbangsa dan bernegara , jadi negara ini mempunyai prinsip sendiri dalam ketatanegaraan nya , bukan Presidenseil maupun Parlementer tetapi sistem negara berdasarkan Pancasila adalah sistem MPR . Di sistem MPR inilah negara semua untuk semua menjadi prinsip dengan harapan semua elemen bangsa terwakili , maka keanggotaan MPR disamping golongan partai politik yang diwakili DPR , juga utusan-utusan golongan fungsional , utusan golongan daerah , Utusan golongan Agama, adat istiadat sehingga benar-benar keanggotaan MPR itu Bhineekatunggal ika seluruh lapisan rakyat terwakili.
Cuplikan pidato ;AMANAT PRESIDEN SOEKARNO PADA ULANG TAHUN PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA 17 AGUSTUS 1966 DI JAKARTA
Cobalah lepaskan pandangan kita lebih jauh lagi ke belakang. Marilah kita mawas diri sejak saat kita terlepas dari cengkeraman penjajah Belanda di tahun 1950, yaitu apa yang dinamakan Pengakuan Kedaulatan – recognition of sovereignty. Betapa hebatnya crucial period-crucial period yang harus kita lalui selama masa 1950-1959 itu. Free fight liberalism sedang merajalela; jegal-jegalan ala demokrasi parlementer adalah hidangan sehari-hari, main krisis kabinet terjadi seperti dagangan kue, dagangan kacang goreng. Antara 1950 dan 1959 kita mengalami 17 kali krisis kabinet, yang berarti rata-rata sekali tiap-tiap delapan bulan.
Pertentangan yang tidak habis-habis antara pemerintah dan oposisi, pertentangan ideologi antara partai dengan partai, pertentangan antara golongan dengan golongan. Dan dengan makin mendekatnya Pemilihan Umum 1955 dan 1956, maka masyarakat dan negara kita berubah menjadi arena pertarungan politik dan arena adu kekuatan. Nafsu individualisme dan nafsu egoisme bersimaharajalela, tubuh bangsa dan rakyat kita laksana merobek-robek dadanya sendiri, bangsa Indonesia menjadi a nation devided againts itself. Nafsu hantam kromo, nafsu serang-menyerang dengan menonjolkan kebenaran sendiri, nafsu berontak-memberontak melawan pusat, nafsu z.g. demokrasi yang keblinger, yang membuat bangsa dan rakyat kita remuk-redam dalam semangat, kocar-kacir berantakan dalam jiwa.
Sampai-sampai pada waktu itu aku berseru: rupanya orang mengira bahwa sesuatu perpecahan di muka Pemilihan Umum atau di dalam Pemilihan Umum selalu dapat diatasi nanti sesudah Pemilihan Umum. Hantam kromo saja memainkan sentimen.
Tapi orang lupa, ada perpecahan yang tidak dapat disembuhkan lagi! Ada perpecahan yang terus memakan, terus menggerantes, terus membaji dalam jiwa sesuatu rakyat, sehingga akhirnya memecahbelahkan keutuhan bangsa samasekali.
Celaka, celaka bangsa yang demikian itu! Bertahun-tahun, kadang-kadang berwindu-windu ia tidak mampu berdiri kembali. Bertahun-tahun, berwindu-windu ia laksana hendak doodbloeden, kehilangan darah yang ke luar dari luka-luka tubuhnya sendiri. Karena itu, segenap jiwa ragaku berseru kepada bangsaku Indonesia: terlepas dari perbedaan apapun, jagalah persatuan, jagalah kesatuan, jagalah keutuhan! Kita sekalian adalah makhluk Allah! Dalam menginjak waktu yang akan datang, kita ini seolah-olah adalah buta.
Ya benar, kita merencanakan, kita bekerja, kita mengarahkan angan-angan kepada suatu hal di waktu yang akan datang. Tetapi pada akhimya Tuhan pula yang menentukan. Justru karena itulah maka bagi kita sekalian adalah satu kewajiban untuk senantiasa memohon pimpinan kepada Tuhan. Tidak satu manusia berhak berkata, aku, aku sajalah yang benar, orang lain pasti salah!
Orang yang demikian itu akhimya lupa bahwa hanya Tuhan jualah yang memegang kebenaran!,,,,,
Demokrasi yang dijalankan justru demokrasi liberal , Pilsung Pilkada, Pileg , Pilpres , yang semua itu melangnggar prinsip negara berdasarkan Pancasila . Pengkhianatan terhadap Pancasila adalah di ubah nya sistem MPR menjadi sistem Presidenseil yang basis nya demokrasi liberal ,
Bung Karno dalam pidato di BPUPKI Rapat besar pada tanggal 15-7-2605 dibuka Jam 10.20 mengatakan (cuplikan)
” Maka oleh karena itu jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong menolong, faham gotong royong, faham keadilan sosial, enyakanlah tiap-tiap pikiran,tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya. “
Jadi mengapa pendiri negeri ini anti terhadap individualisme, liberalisme, kapitalisme. Sebab semua itu sumber dari kolonialisme imperalisme, yang menjadi perjuangan bangsa ini untuk melawannya dengan mengorbankan harta darah, nyawa.
Individualisme, liberalisme, kapitalisme juga oleh pendiri negeri ini dianggap sistem yang salah. Sebab telah mengakibatkan kesengsaraan manusia di muka bumi akibat perang dunia ke satu dan perang dunia kedua. Maka dari itu bangsa ini harus menggugat terhadap amandemen UUD 1945 yang justru bertentangan dengan dasar negara Pancasila. Akibat sistem ketatanegaraan kita tidak sesuai dengan Pancasila dan pembukaan UUD 1945.
….” Maka oleh karena itoe, djikalau kita betoel-betoel hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeloeargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong, faham keadilan sosial, enjah kanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanja……”
Mari kita buka sejarah bagaimana orang tua kita , para pendiri negeri ini membentuk UUD 1945 ,membuat sistem bernegara di sidang BPUPKI.
……” Toean-toean dan njonja-njonja jang terhormat. Kita telah menentoekan di dalam sidang jang pertama, bahwa kita menjetoedjoei kata keadilan sosial dalam preambule. Keadilan sosial inilah protes kita jang maha hebat kepada dasar individualisme.
Tidak dalam sidang jang pertama saja telah menjitir perkataan Jaures, jang menggambarkan salahnja liberalisme di zaman itoe, kesalahan demokrasi jang berdasarkan kepada liberalisme itoe.
Tidakkah saja telah menjitir perkataan Jaures jang menjatakan, bahwa di dalam liberalisme, maka parlemen mendjadi rapat radja-radja, di dalam liberalisme tiap-tiap wakil jang doedoek sebagai anggota di dalam parlemen berkoeasa seperti radja. Kaoem boeroeh jang mendjadi wakil dalam parlemen poen berkoeasa sebagai radja, pada sa’at itoe poela dia adalah boedak belian daripada si madjikan, jang bisa melemparkan dia dari pekerdjaan, sehingga ia mendjadi orang miskin jang tidak poenja pekerdjaan. Inilah konflik dalam kalboe liberalisme jang telah mendjelma dalam parlementaire demokrasinja bangsa2 Eropah dan Amerika.
Toean-toean jang terhormat. Kita menghendaki keadilan sosial. Boeat apa grondwet menoeliskan, bahwa manoesianja boekan sadja mempoenjai hak kemerdekaan soeara, kemerdekaan hak memberi soeara, mengadakan persidangan dan berapat, djikalau misalnja tidak ada sociale rechtvaardigheid jang demikian itoe? Boeat apa kita membikin grondwet, apa goenanja grondwet itoe kalau ia ta’dapat mengisi “droits de l’homme et du citoyen” itoe tidak bisa menghilangkan kelaparannja orang jang miskin jang hendak mati kelaparan.
Maka oleh karena itoe, djikalau kita betoel-betoel hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeloeargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong, faham keadilan sosial, enjah kanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanja.
Marilah kita menoendjoekkan keberanian kita dalam mendjoendjoeng hak kedaulatan bangsa kita, dan boekan sadja keberanian jang begitoe, tetapi djoega keberanian mereboet faham jang salah di dalam kalboe kita. Keberanian menoendjoekkan, bahwa kita tidak hanja membebek kepada tjontoh2 oendang2 dasar negara lain, tetapi memboeat sendiri oendang2 dasar jang baroe, jang berisi kefahaman keadilan jang menentang individualisme dan liberalisme; jang berdjiwa kekeloeargaan, dan ke-gotong-royongan. Keberanian jang demikian itoelah hendaknja bersemajam di dalam hati kita. Kita moengkin akan mati, entah oleh perboeatan apa, tetapi mati kita selaloe takdir Allah Soebhanahoewataala. Tetapi adalah satoe permintaah saja kepada kita sekalian: Djikalau nanti dalam zaman jang genting dan penoeh bahaja ini, djikalau kita dikoeboerkan dalam boemi Indonesia, hendaklah tertoelis di atas batoe nisan kita, perkataan jang boleh dibatja oleh anak-tjoetjoe kita, jaitoe perkataan: “Betoel dia mati, tetapi dia mati tidak sebagai pengetjoet”.
Negara ini didirikan dan dibangun dengan lima prinsip berbangsa dan bernegara yang disebut Panca Sila ,amandemen UUD 1945 telah memporak porandakan prinsip-prinsip yang sudah menjadi konsensus pendiri negeri ini .Akibat dari amandemen UUD 1945 kita kehilangan jati diri sebagai bangsa ,kita kehilangan rasa nasionalisme ke Indonesiaan Kehidupan berbangsa dan bernegara telah kehilangan roh kita tidak lagi mempunyai prinsip tersendiri justru kita menjadi bangsa yang tergantung pada negara Asing negara Imperalisme “Saya benci imperialisme. Saya membenci kolonialisme. Dan saya takut konsekuensi perjuangan terakhir mereka untuk hidup. Kami bertekad, bahwa bangsa kami, dan dunia secara keseluruhan, tidak akan menjadi tempat bermain dari satu sudut kecil dunia.” (Soekarno Indonesia menggugat ).
Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang membuat kita menjadi “perkakasnya Tuhan”, dan membuat kita menjadi “hidup di dalam rokh”.
[Suluh Indonesia Muda, 1928]
Prinsip negara berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa akibat amandemen UUD 1945 mulai di tinggalkan Panca Sila di dikotomikan dengan agama ,agama mulai disekukerkan ,dan di stikma radikal ,tentu saja hal demikian justru memecah beka bangsa dari persatuan nya .
Inti dari Nasionalisme kita adalah persatuan yang dilandasi kemanusiaan yang adil dan beradab jelas bukan Nasionalisme yang di jiplak dari luar bangsa kita
Nasionalis Kita dari Republik Indonesia dengan tegas menolak chauvinisme itu.
Maka itu di samping sila kebangsaan dengan lekas-lekas kita taruhkan sila perikemanusiaan.
[Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 64]
Nasionalisme yang sejati, nasionalismenya itu bukan se-mata-mata copie atas tiruan dari Nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan.
[Di bawah bendera revolusi, hlm. 5]
Nasionalisme Eropa ialah satu Nasionalisme yang bersifat serang menyerang, satu Nasionalisme yang mengejar keperluan Beograd, satu Nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi, Nasionalisme semacam itu pastilah salah, pastilah binasa.
[Di bawah bendera revolusi, hlm. 6]
Bangsa ini telah kehilangan jati diri nya akibat amandemen UUD 1945 sudah jelas bangsa yang besar dan tanah ibu pertiwi yang kaya raya justru terjadi salah kelolah mengundang China untuk menjadi tempat bergantung padahal pendiri negeri ini dalam perjuangan nya melawan Imperalisme yang mempunyai karakter penjajah .
Ini Negara, alat perjuangan kita. Dulu alat perjuangan ialah partai. Nah, alat ini kita gerakkan. Keluar untuk menentang musuh yang hendak menyerang. Kedalam, memberantas penyakit di dalam pagar, tapi juga merealisasikan masyarakat adil dan makmur.
[Pancasila sebagai dasar negara hlm. 60]
Hari ini kita mundur jauh kebelakang bahkan sebelum Indonesia merdeka sebab kita tidak meletakan negara sebagai alat perjuangan, kita kembali pada partai politik yang justru menjadi alat pecah bela dan alat merebut kekuasaan demi dinasty politik ,demi kekuasaan para pendiri dinasty politik
Rakyat hanya menjadi obyek politik dimana suara rakyat di tukar dengan sembako dan uang receh ,dan amanat penderitaan rakyat tidak lagi menjadi alat pijak perjuangan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .kita berada pada demokrasi para borjois yang serba mahal dan serba post truht ,menghalalkan segala cara demi kekuasaan.
Sistem politik tidak lagi memperkuat persatuan bangsa justru dengan demokrasi liberal ala partai politik terjadi pecah belah terhadap bangsa dan hilang nya tata nilai Panca Sila .Rasa kebangsaan dan Rasa Nasionalisme kita tergerus oleh pragmatisme sesaat yang hanya menguntungan individu dan golongan saja .
Pragmatisme menjalar keseluruh tubuh bangsa dan negara ,negara hanya dilihat dari untung dan rugi. Akibatnya semua kita gantungkan pada import. Dari infrastruktur sampai kebutuhan makan kita import di negara maritim yang mempunyai bentangan laut yang sangat luas ikan kita import padahal sejati nya nenek moyang kita adalah pelaut .
Yang lebih merisaukan lagi akibat dari mahal nya angkutan udara maka kita datangkan maskapai penerbangan dari China ketololan apa lagi yang akan dilakukan ,setelah darat jalan tol ,laut pelabuhan laut ,dan sekarang udara bandara dan pesawat nya di serahkan pada China di buang dimana Nasionalisme kita itu ? Apa sudah engkau kubur nasionalisme dengan harta kekayaan hasil korupsi ?
Ketika Bung Karno dan bapak bangsa di sidang BPUPKI mengambil nasib bangsa nya justru hari ini kita berkhianat pada pendiri negeri ini
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita Beograd. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan Beograd, akan dapat berdiri dengan kuatnya.
[Pidato HUT Proklamasi, 1945]
Dalam pidatoku, “Sekali Merdeka tetap Merdeka”! Kucetus semboyan: “Kita cinta damai, tetapi kita lebih cinta KEMERDEKAAN”.
[Pidato HUT Proklamasi, 1946]
Sistem negara Proklamasi adalah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan sistem MPR. Kemudian diamandemen, diganti dengan sistem presideseil dan UUD 2002. Apa bedanya sistem MPR ,dengan sistem presidenseil?
Sistem MPR basisnya elemen rakyat adalah MPR Sebagai lembaga tertinggi negara yang menjalankan kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu MPR terdiri dari utusan-utusan golongan yang mewakili seluruh elemen bangsa. Tugasnya merumuskan politik rakyat yang disebut GBHN. Setelah GBHN terbentuk dipilihlah Presiden untuk menjalankan GBHN. Oleh sebab itu, presiden adalah mandataris MPR.
Sistem presidenseil basisnya Individualisme. Maka kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara, kuat-kuatan, pertarungan, kalah menang. Yang menang mayoritas dan yang kalah minoritas. Presiden menjalankan janji-janji kampanyenya. Kalau tidak ditepati janjinya ya harap maklum. Artinya diakhir masa jabatan presiden tidak mempertangungjawabkan kekuasaannya.
Amandemen UUD 1945 seharusnya dilakukan dengan referendum. Tetapi MPR telah melakukan akal -akalan yang tidak elok dengan cara mencabut tap MPR No 4 th 1993 tentang referendum. Agar amandemen rakyat tidak dilibatkan dalam mengambil keputusan.
Tentu saja hal ini perlu dipersoalkan. Sebab Amandemen bukan sekedar menambah dan megurangi pasal-pasal didalam batang tubuh UUD1945. Yang terjadi justru mengamandemen prinsip-prinsip negara berdasarkan Pancasila.
PDIP sebagai partai penguasa saat itu justru tidak melakukan pembelaan terhadap Negara Berdasarkan Pancasila tidak melaksanakan ajaran Soekarno dan tidak menjalankan prinsip-prinsip Negara berdasarkan Pancasila justru memporak porandakan nya , hingga saat ini tidak mampu mengembalikan sistem negara berdasarkan Pancasila malah sebalik nya Pancasila ditafsir lain sekehendak nya dengan mengusulkan R UU HIP padahal Ideologi Pancasila ya UUD 1945 dari Pembukaan , Batang Tubuh , dan penjelasan nya .
PDIP masih ngotot Pancasila 1 Juni 1945 padahal Bung Karno sebagai ketua panitya 9 yang melahirkan Piagam Jakarta dan Bung Karno juga ketua Pembentukan UUD 1945 rumusan Pancasila yang menurut Bung Karno final adalah Rumusan di pembukaan UUD 1945 alenea ke IV sebab Rumusan Pancasila di alenea ke IV itulah sebagai dasar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, bahkan bung Karno mengatakan Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 adalah loro-loroning atunggal yang tidak dapat dipisahkan .
Pidato Bung Karno didalam peringatan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1963.
Didalam pidato nya Bung Karno Mengatakan
“……. Karena itu maka Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu “pengejawantahan” kita punya isi jiwa yang sedalam-dalamnya, satu Darstellung kita punya deepest inner self. 17 Agustus 1945 mencetuskan keluar satu proklamasi kemerdekaan beserta satu dasar kemerdekaan.
Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya satu proclamation of independence dan satu declaration of independence.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah loro loroning atunggal.Bagi kita, maka proclamation of independence berisikan pula declaration of independence.Lain bangsa, hanya mempunyai proclamation of independence saja.Lain bangsa lagi, hanya mempunyai declaration of independence saja.Kita mempunyai proclamation of independence dan declaration of independence sekaligus.
Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada seluruh dunia, bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka.
Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu.
Proklamasi kita adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi saya katakan, Proklamasi kita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht total semua tenaga-tenaga nasional, badaniah dan batiniah – fisik dan moril, materiil dan spirituil.
Declaration of independence kita, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita.
Maka dari itulah saya tadi tandaskan, bahwa Proklamasi kita tak dapat dipisahkan dari declaration of independence kita yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaannya itu.
“Proklamasi” tanpa “declaration” berarti bahwa kemer-dekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tidak mem-punyai dasar penghidupan nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu Pertiwi.
Sebaliknya, “declaration” tanpa “proklamasi”, tidak mempunyai arti. Sebab, tanpa kemerdekaan, maka segala falsafah, segala dasar dan tujuan, segala prinsip, segala “isme”,akan merupakan khayalan belaka,– angan-angan kosong-melompong yang terapung-apung di angkasa raya.
Tidak, Saudara-saudara! Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai segi negatif atau destruktif saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampai keakar-akarnya segala penjajahan di bumi kita, menyapu-bersih segala kolonialisme dan imperialisme dari tanah air Indonesia,– tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti seluas-luasnya:
kepribadian politik,
kepribadian ekonomi,
kepribadian sosial,
kepribadian kebudayaan,
Pendek kata kepribadian nasional. Kemerdekaan dan kepribadian nasional adalah laksana dua anak kembar yang melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana kepadamasing-masing…………………..
Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin-pemimpin, harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:
kemerdekaan untuk bersatu,
kemerdekaan untuk berdaulat,
kemerdekaan untuk adil dan makmur,
kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum,
kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
kemerdekaan untuk ketertiban dunia,
kemerdekaan perdamaian abadi,
kemerdekaan untuk keadilan sosial,
kemerdekaan yang berkedaulatan rakyat,
kemerdekaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemerdekaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
kemerdekaan yang berdasarkan persatuan Indonesia;
kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
kemerdekaan yang mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
Semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, anak kandung atau saudara kembar daripada Proklamasi 17 Agustus 1945……………..
Kita harus memahami apa yang terkandung didalam Preambule UUD 1945, adalah Jiwa, falsafah, dasar, cita-cita, arah, pedoman, untuk mendirikan dan Menjalankan Negara Indonesia.Amandemen UUD 1945 justru tidak memahami apa yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945 kaitan nya dengan UUD 1945 .
Kita hidup sebagai manusia tidak terlalu lama oleh sebab itu kesadaran kita sebagai anak bangsa harus mempunyai kesadaran bahwa kerusakan negara ini tentu tidak dikehendakai Oleh bapak-bapak bangsa , Soekarno , Hatta, Soepomo ,Haji Agus Salim , Ki Bagus Hadi Kusumi , KH Wahid Hasym , dan pahlawan-pahlawan yang telah berjuang untuk melahirkan negara Indonesia tentu akan kecewa melihat Indonesia hari ini , yang menjalankan demokrasi Liberal yang basis nya Individualisme dan Kapitalisme , apa kita sadar bahwa tidak ada jalan lain untuk menebus kesalahan ini kecuali mengembalikan Pancasila sebagai dasar Negara yang arti nya kita harus mengembalikan UUD 1945 yang asli .