Peningkatan harga tersebut didorong kenaikan harga tanah sebesar 0,55% (qtq). Meski demikian, kenaikan harga tanah pada triwulan II-2016 cenderung lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.
Melambatnya kenaikan harga tanah turut dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional yang dinilai menurun, sehingga menimbulkan sentiment bisnis investor yang cenderung memiliki sikap wait & see, menunggu kondisi ekonomi membaik.
Berdasarkan tipe rumah, terindikasi bahwa perkembangan harga rumah tipe menengah (0,46%; qtq) mengalami kenaikan harga lebih tinggi dibandingkan tipe menengah atas (0,28%; qtq).
Hal itu dipengaruhi harga jual dasar rumah menengah atas yang tinggi sehingga sulit mengalami kenaikan untuk jumlah yang besar, terutama pada kondisi perekonomian yang masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Berdasarkan informasi dari responden, harga rumah yang banyak dicari di pasar ada pada kisaran Rp 1-3 miliar/unit. Berdasarkan wilayahnya, secara umum terjadi peningkatan harga rumah tipe menengah di semua area.
Sementara untuk rumah tipe menengah atas di area Surabaya Pusat mengalami penurunan, didorong tingginya harga dasar, sehingga sulit untuk diserap di pasar yang lebih mengarah untuk keperluan komersial. Dan ini berdampak pada penyesuaian harga oleh pengembang properti.
Wilayah Surabaya Barat menunjukkan peningkatan harga tertinggi, baik untuk tipe menengah maupun menengah atas masing-masing sebesar 0,70% (qtq) dan 1,10% (qtq).
Peningkatan harga terbesar kedua adalah Surabaya Timur untuk tipe menengah (0,66%-qtq) dan Surabaya Selatan untuk tipe menengah atas (0,24%; qtq).
Surabaya Barat dan Surabaya Timur masih tetap menjadi area paling diminati masyarakat, mengingat keberadaan area komersil, berkembangnya infrastruktur dan fasilitas umum, serta kualitas citra kawasan tersebut.
Sementara itu, kenaikan harga rumah pembuatan baru (Replacement Cost Of New/RCN) terindikasi semakin melambat. Kenaikan RCN pada triwulan laporan di Kota Surabaya adalah 0,34% (qtq) atau lebih rendah dibandingkan rata-rata kenaikan harga properti residensial yang sebesar 0,37%.
Hal itu menunjukkan bahwa kenaikan harga jual rumah sekunder lebih tinggi dibandingkan dengan rumah pembuatan baru, didorong oleh lebih tingginya kenaikan harga lahan dibandingkan harga bangunannya.
Kenaikan RCN disebabkan oleh kenaikan harga bahan bangunan dan kenaikan biaya pembangunan lainnya (tenaga kerja, energi dan lain-lain).
Hasil survei yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jatim juga menunjukkan bahwa permintaan yang ada lebih fokus pada tujuan penggunaan rumah sebagai tempat tinggal.
Pembeli dengan tujuan investasi cenderung menunda pembelian hingga diberlakukannya tax amnesty. Meskipun demikian, disahkannya tax amnesty diperkirakan tidak memiliki efek yang reaktif. Masyarakat akan cenderung menunggu hingga pelaporan pajak tahun 2017 untuk benar-benar yakin pajak untuk asset baru tidak akan dipermasalahkan. (Ganefo)