SURABAYA, beritalima.com | Seluruh pasien yang sebelumnya menjalani isolasi di beberapa hotel Surabaya telah dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang. Para pasien itu sebelumnya menjalani perawatan di hotel dan dilakukan pemeriksaan swab.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, pasien yang menjalani isolasi perawatan di hotel saat ini sudah tidak ada. Karena sudah kosong, maka Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berencana menghentikan isolasi pasien di hotel. “Karena sudah kosong, jadi mulai kemarin itu hotel kita stop dulu karena tidak ada pasien yang di situ,” kata Wali Kota Risma di rumah dinas, Jalan Sedap Malam Surabaya, Kamis (17/9/2020).
Wali Kota Risma mengungkapkan, biasanya antara dua sampai empat hotel di Surabaya yang digunakan sebagai tempat isolasi pasien. Akan tetapi, pada Rabu (16/9) kemarin, hanya tinggal 4 pasien yang masih menjalani perawatan isolasi di hotel. “Kemarinnya tinggal 4 pasien dan kita percepat swab-nya hasilnya dia bisa keluar sehingga hotel saat ini kosong sudah dua hari ini kita tidak manfaatkan,” ujarnya.
Sementara di Hotel Asrama Haji, kata dia, dari sekitar 101 pasien yang sedang menjalani perawatan, hari ini ada sekitar 75 orang dinyatakan sembuh dan boleh pulang. Namun, apabila besok Hotel Asrama Haji tak lagi menerima pasien, maka pemkot juga akan menghentikan isolasi di tempat tersebut. “Karena kemungkinan yang 25 itu kita dorong untuk bisa keluar hari ini atau paling lambat besok,” ungkap dia.
Bahkan, Wali Kota Risma menyebut, Pemkot Surabaya akan terus berupaya mempercepat pemeriksaan swab kepada pasien yang menjalani isolasi mandiri di rumah. Artinya, pasien itu sebelumnya melakukan isolasi mandiri di rumah dan kemudian didorong untuk menjalani perawatan di Hotel Asrama Haji.
“Jadi kita masih dorong warga-warga itu untuk masuk Asrama Haji, tapi kalau mereka tidak mau ya kita akan tutup Asrama Haji, karena posisinya pasien yang mau (menjalani isolasi) di situ sudah habis,” jelasnya.
Meski demikian, Wali Kota Risma berharap kepada seluruh masyarakat agar tetap disiplin menjaga protokol kesehatan. Sebab, kalau masih ada penularan maka hal itu akan menjadi berat. Karenanya disiplin menjaga protokol kesehatan itu sangatlah penting dalam memutus mata rantai Covid-19.
“Artinya bahwa kita rajin cuci tangan untuk kesehatan kita, pakai masker dan jaga jarak untuk kesehatan kita itu semua bagus. Ada atau tidak ada Covid-19 ini sebetulnya perilaku yang bagus ini harus tetap kita lanjutkan,” pesan dia.
Menurutnya, saat ini tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Surabaya tinggi, sedangkan penularannya rendah. Karena itu jumlah pasien yang menjalani perawatan di hotel maupun Asrama Haji banyak yang sembuh. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, tren kesembuhan pasien dalam satu bulan ini rata-rata per hari 80 ke atas.
“Untuk menjaga tren membaik kita tidak boleh lengah, justru kita malah turun dan agak keras. Kita turun lebih sistemik dibanding kemarin-kemarinnya,” tegasnya.
Presiden UCLG Aspac ini menyatakan, bahwa pihaknya bersama jajaran TNI dan Polri akan terus berupaya memutus mata rantai Covid-19. Karena itu, dengan adanya penerapan sanksi denda bagi pelanggar protokol kesehatan diharapkan efektif mendisiplinkan masyarakat. “Kita harapkan denda-denda ini efektif dan bisa memberikan efek jera. Justru kita sekarang sering razia. Turun terus kita pantau terus daerah-daerah yang rawan,” imbuhnya.
Kepala Dinkes Kota Surabaya, Febria Rachmanita menjelaskan bahwa Pemkot Surabaya menggunakan metode perhitungan bobot indikator kesehatan masyarakat dalam melakukan self assessment untuk memonitoring dan evaluasi internal kasus Covid-19. Dari hasil self assessment itu kemudian dilaporkan ke Provinsi dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Kita juga melakukan self assessment dengan membuat perhitungan itu yang mengacu pada (indikator) penilaian pusat (Kementerian Kesehatan). Dan ternyata, dari data-data yang ada, memang ada penurunan dari bulan-bulan sebelumnya,” kata Febria.
Ia mengungkapkan, bahwa instrumen dalam self assessment itu terdapat 14 indikator penilaian dan ditambah satu indikator Rt angka reproduksi efektif atau triangulasi. Namun dalam penilaian itu, pihaknya tak hanya menambah indikator Rt (triangulasi). Penilaian melalui indikator epidemiologi, pelayanan kesehatan, evaluasi laju insidensi dan mortality rate juga dilakukan.
“Kalau kita lihat bobot dari indikator kesehatan masyarakat Surabaya mulai tanggal 7 – 13 September itu nilai skor kita ada 2.44. Artinya kita sudah berada di zona risiko rendah,” terangnya.
Menurut dia, skor tersebut berdasarkan perhitungan penilaian pada 14 – 15 indikator. Hal itu pula yang kemudian menyebabkan jumlah pasien yang menjalani perawatan dan isolasi baik di hotel maupun Asrama Haji menurun. “Termasuk hotel yang awalnya kita punya 5 hotel, kemarin dua hotel pun sudah kosong. Jadi tinggal 1 hotel yang terisi pasien. Yang di hotel itu kan rapid reaktif. Setelah kita swab itu hasilnya adalah negatif sehingga pulang,” pungkasnya. (*)