TULUNGAGUNG, beritalima.com- Dalam rangka Memperingati HUT RI ke- 80, Kecamatan Kauman menggelar Pawai Bhineka Tunggal Ika se- Kecamatan Kauman yang berhasil menarik perhatian ribuan warga dari berbagai lapisan masyarakat. Minggu, (31/8/2025.
Pawai Bhineka Tunggal Ika bertujuan untuk merayakan keberagaman budaya, suku, dan agama. Selain itu juga menjadi ajang untuk mempererat rasa persatuan di tengah masyarakat Tulungagung.
Kegiatan tersebut, diikuti sebanyak Tiga Belas (13) Desa di wilayah Kecamatan Kauman yaitu, Desa Kauman, Balerejo, Batangsaren, Bolorejo, Jatimulyo, Kalangbret, Karanganom, Kates, Mojosari, Panggungrejo, Pucangan dan Sidorejo. Berbagai komunitas, sekolah, dan organisasi masyarakat ikut merayakan dengan mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah.
Setiap peserta pawai juga menampilkan keunikan dan kekayaan budaya daerahnya, mulai dari tarian tradisional, jaranan, reog Kendang, alat musik khas, hingga makanan khas yang dibawa sebagai simbol keberagaman.
Dalam Sambutannya, Camat Kauman, Ir. Umar Serajudin, menyampaikan bahwa, pawai Bhineka Tunggal Ika menjadi simbol kuatnya persatuan di wilayah Kauman khususnya dan Kabupaten Tulungagung pada umumnya.
“Melalui pawai Bhineka Tunggal Ika ini, kita ingin menunjukkan bahwa meskipun kita berbeda-beda tetapi tetap satu dalam kebersamaan,” ujarnya.
Dalam iringan pawai Bhineka Tunggal Ika tersebut, terdapat peserta dari Desa Sidorejo yang berhasil memberikan penampilan memukau bagi penonton. Menampilkan sejarah dan Prasasti bertuliskan aksara kuno kebanggaan Desa Sidorejo.
Danang Catur Budi Utomo, ST., MT, selaku Kades Sidorejo, usai pawai mengatakan, pihaknya berusaha memberikan penampilan dan hiburan yang terbaik bagi penonton dan peserta lainnya. Menjabarkan sejarah dan prasasti penting yang ada di Desa Sidorejo, sehingga masyarakat luas faham dengan keunikannya.
Diterangkannya, Desa Sidorejo terletak di bagian tengah Kecamatan Kauman, memiliki sejarah yang kaya dan menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa penting di wilayah ini.
Menurut catatan sejarah lokal, Desa Sidorejo pertama kali dibentuk pada zaman Kerajaan, dengan mayoritas penduduk awalnya berasal dari suku Jawa yang kemudian berbaur dengan penduduk pendatang dari berbagai daerah.
“Proses perpaduan ini menciptakan keberagaman budaya dan adat istiadat yang semakin menguatkan nilai toleransi di desa tersebut,” ucapnya.
Lanjutnya, Desa Sidorejo dikenal sebagai pusat kesenian tradisional diantaranya, jaranan pegon, jaranan kreasi, reog kendang dan masih banyak yang lainnya. Tetap mempertahankan kebiasaan gotong-royong dalam kehidupan sehari-hari, sehingga membentuk karakter masyarakat yang ramah dan terbuka terhadap perbedaan.
“Keberagaman yang ada di Desa Sidorejo menjadi salah satu alasan mengapa desa ini selalu menjadi bagian penting dalam perayaan Pawai Bhineka. Desa yang menghargai keberagaman turut andil dalam menunjukkan bahwa persatuan adalah hal yang utama untuk Menuju Indonesia Maju,” ungkapnya.
Kades menerangkan, tidak kalah penting di Desa Sidorejo terdapat batu prasasti, batu tersebut memiliki ukuran sekitar 1 meter lebih dan terdapat ukiran aksara kuno yang belum dapat dibaca oleh masyarakat umum. Batu prasasti berada di Dusun sawahan, bahkan sejumlah arkeolog dari Dinas Kebudayaan sudah mulai melakukan penelitian awal di lokasi.
“Prasasti hingga saat ini masih terus diteliti oleh dinas terkait dan mencoba mengulik lebih dalam lagi arti dan makna yang terkandung dalam ukiran aksara kuno tersebut,” terang Kades Danang.
“Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyatakan, batu prasasti ini memiliki potensi nilai sejarah tinggi dan akan diteliti lebih lanjut untuk mengetahui asal-usul serta isi dari tulisan yang tertera,” pungkasnya. (Dst).






