SURABAYA, beritalima.com | Perkembangan jaman berjalan secara cepat dan sangat revolusioner. Tentu tidak mudah mengikuti perkembangan jaman yang sangat dipengaruhi oleh digitalisasi, terlebih bagi generasi Baby Boomers, yaitu mereka yang lahir pada kurun waktu 1946-1964. Dengan kata lain, kalangan tua. Meski kemampuan adaptasi dengan digital tidak semudah kalangan muda, yaitu milenial (1981-1994) dan generasi Z (1995-2010), namun bukan berarti mereka yang tidak dapat lagi disebut muda, tidak dapat mengimbangi semangat kaum muda.
Hal ini nampak pada Paguyuban Seniman Tradisional Campursari Guyub Rukun “Susigres” (Surabaya-Sidoarjo-Gresik). Paguyuban yang didominasi oleh generasi baby boomers dan beberapa adalah Generasi X (1965-1980), secara rutin tetap menjaga silaturahmi sesama anggotanya dan melakukan kegiatan yang positif. Diantaranya yang berlangsung pada 20/3 lalu.
Saat itu, Paguyuban yang diketuai Kasipan, menyelenggarakan tasyakuran ulang tahun ke 14. Acara yang menerapkan protokol kesehatan tersebut, bahkan dihadiri oleh aktivis perempuan milenial, ning Lia Istifhama. Suasana kebersamaan pun terlihat gayeng.
Ning Lia sendiri, melalui seluler pada 27/3, menjelaskan apresiasinya pada paguyuban tersebut.
“Eksistensi paguyuban campur sari guyub rukun menjadi pengejawantahan kepedulian generasi ‘senior’ pada ‘yunior’. Dalam hal ini, mereka memilih tetap mempertahankan tradisi dan budaya adalah untuk generasi bangsa ke depan. Jika tidak ada yang mempertahankan, maka identitas budaya bangsa juga akan semakin tereduksi oleh jaman.”
Ning Lia pun mengaku, dirinya bersyukur bertemu para pegiat seni yang tetap bertahan di usia yang tidak lagi muda.
“Dari mereka, kita belajar tentang sebuah komitmen. Komitmen menjaga kekeluargaan yang telah terjalin sejak mereka masih muda, yaitu ketika masih sangat aktif mengisi acara seni di TVRI, dan juga komitmen menjaga budaya bangsa. Kedua bentuk komitmen ini bukanlah hal mudah. Melainkan butuh sabar, telaten, dan loyalitas tinggi,” pungkasnya.
Sedangkan, secara terpisah, Kasipan, menerangkan tujuan paguyubannya yang tetap bertahan meski tidak mudah mendapat atensi dari kaum muda.
“Memang paguyuban kami didominasi kalangan yang sudah tidak muda. Namun kami memilih tetap bertahan karena ini spirit menjaga budaya bangsa. Dan kami yakin, pasti kelak ada anak-anak muda yang mau bergabung dan sama-sama menjaga eksistensi paguyuban ini.”
“Setidaknya, kami bersyukur sudah eksis bersama-sama hingga 14 tahun. Tentu, harapan kami di tahun depan, ada anak-anak muda yang aktif berkreasi menjaga seni melalui paguyuban kami,” terangnya yang tidak menepis rasa syukurnya saat ning Lia hadir dalam acara ulang tahunnya di Terminal Joyoboyo minggu lalu.
Paguyuban Campur Sari Guyub Rukun sendiri, sebelumnya merupakan salah satu relawan pendukung Khofifah Emil. Selain itu, paguyuban ini merupakan satu-satunya paguyuban yang mendapat penghargaan dari TVRI Jawa Timur, tepatnya pada 2015 lalu, serta memiliki tanda daftar kesenian di Dinas Pariwisata pada 2016. (red)