Pegiat Desa Wisata Ikuti Forum Pengelolaan Destinasi Pariwisata Perbatasan Kemenparekraf

  • Whatsapp
Pegiat desa wisata di perbatasan negara Kalbar mendapat pembelajaran dari kemenparekraf (foto: abri)

Bengkayang/Kalbar, beritalima.com| – Beranda terdepan Indonesia, khususnya yang berada di perbatasan negara seperti di Kalimantan Barat (Kalbar), sudah banyak dibenahi dengan penampilan yang sangat bagus. Ini sesuai keinginan Pemerintahan Jokowi yang sejak awal menjadi Presiden (2014) mengedepankan Program Nawacita, salah satunya adalah ingin membangun dari pinggir atau desa seperti perbatasan negara.

Salah satu kementerian yang juga memberi perhatian penting di perbatasan negara adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Seperti di perbatasan Kalbar, penguatan program wisata ramah muslim sedang digalakkan. Karena, kita bertetangga dengan negara Malaysia dan Brunei Darussalam, yang mayoritas penduduknya adalah Islam.

Deputi Bidang Pengenbangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, baru saja membuat Forum Penguatan Jejaring Pengelolaan Desa Wisata Wilayah Perbatasan Negara di Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat (21-22 Juni). Lebih 50 pegiat desa wisata di Kalbar mengikuti forum diskusi ini, yang juga dihadiri Bupati Kabupaten Bengkayang Sabastianus Darwis, Kadis Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Bengkayang  I Made Putra Negara dan tokoh masyarakat setempat.

“Kami punya lebih dari 150 potensi wisata, mulai dari alam, sejarah, kearifan lokal. Kelemahan kami infrastruktur,” ucap Sabastinus, Bupati Bengkayang. Ia mengakui, potensi di salah satu daerahnya, yakni Kecamatan Jagoi Babang yang kini telah berdiri megah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dengan Malaysia, memiliki peluang besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata.

Dari pesan tertulis Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Hariyanto, seperti dibacakan Bambang Cahyo Murdoko, Direktur Pengembangan Destinasi II saat diskusi, pun sudah membaca persoalan infrastruktur yang menjadi tantangan serius di perbatasan negara..

“Untuk membuka isolasi fisik wilayah perbatasan negara dan mengikis ketimpangan ekonomi yang terjadi, pendekatan pariwisata dapat menjadi salah satu alternatif. Pendekatan ini menggunakan konsep pembangunan destinasi pariwisata yang fokus pada pembangunan tiga pilar, yaitu atraksi (budaya setempat, pasar, dan ruang publik), aksesibilitas (jalan raya, gerbang pintu masuk, dan transportasi umum), serta amenitas (Homestay dan Hotel),” papar Bambang.

Oleh karenanya, sambung Bambang, “forum ini menjadi momentum kolaborasi untuk menyatukan berbagai entitas yang bergerak untuk membangun dan memperkuat ekosistem destinasi pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.

Layanan Tambahan

Dalam diskusi, sosialisasi wisata ramah muslim menjadi topik utamanya. Kemenparekraf mengajak  para ahli, seperti Nur Fajriah Siregar, Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama, Anwar Sani Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung, Rudy P. Siahaan, Dosen Politeknik Pariwisata NHI Bandung, juga Damianus Nadu, Penerima Penghargaan Kalpataru 2021, Pengelola Desa Wisata Sahan (masuk 50 Besar A DWI 2024) dari tokoh masyarakat lokal dari Kalbar.

Layanan Tambahan

Yang menarik dalam pengembangan destinasi wisata ramah muslim, ternyata Indonesia masuk kategori terbaik dunia. Indonesia kembali raih Destinasi Ramah Muslim Terbaik di dunia “Top Muslim Friendly Destination of The Year 2024” dalam Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) yang diselenggarakan di Singapura pada 30 Mei 2024.

Konsep dasar destinasi wisata ramah muslim adalah adanya layanan tambahan (extended services) pada fasilitas berwisata, seperti akses/layanan makanan halal, fasilitas ibadah, kamar kecil dengan akses air bersih.

Pengertian Layanan Tambahan, tak menjadi penghalang dengan potensi wisata yang telah ada di daerah tersebut. Misalnya di Bengkayang, dimana terdapat PLBN Jagoi Babang. “Maka misalnya, bisa diciptakan sebuah rumah ibadah atau musola, yang tak harus besar. Misalnya berbentuk Surau, tapi bersih dan airnya ada,” ucap Anwar Sani, dari Unpad.

Sementara Rudy Siahaan dari Poltekpar Bandung banyak mengupas bagaimana memberdayakan masyarakat lokal agar terlibat aktif dalam pengembangan destinasi wisata ramah muslim. Nur Fajriah dari Kemenag, mengupas berbagai cara untuk bisa mendaftarkan produk produk di desa wisata agar masuk kategori ramah muslim.

Damianus Nadu, selaku warga lokal yang telah mendapat penghargaan Kalpataru, turut mendukung kebijakan Pemerintah dalam memajukan wisata ramah muslim, dengan tetap memelihara potensi budaya lokal.

Intinya, forum diskusi yang sangat dinamis ini sepakat untuk mengembangkan para pegiat desa wisata dengan segala potensinya di Kalbar, khususnya yang berada di perbatasan, untuk siap menerima kedatangan para wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri.

Jurnalis: Abriyanto

beritalima.com

Pos terkait