Pejabat Pelindo III & APBS Jadi Tersangka dan Ditahan, Diduga Korupsi Pengerukan Pelabuhan Tanjung Perak

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com — Kasus dugaan korupsi dalam proyek Pemeliharaan dan Pengusahaan Kolam Pelabuhan Tanjung Perak kembali menyeruak. Kejaksaan Negeri Tanjung Perak resmi menahan enam pejabat dari PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Regional 3 dan PT Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS), Kamis (27/11/2025).

Penyidik menemukan sejumlah penyimpangan fatal, mulai dari pengerukan tanpa dasar hukum, rekayasa anggaran, hingga pengalihan pekerjaan kepada pihak ketiga yang seharusnya tidak terlibat.

Kepala Kejari Tanjung Perak, Darwis Burhansyah, mengungkapkan bahwa pekerjaan pengerukan pada tahun 2023 dilakukan tanpa perjanjian konsesi baru dan tanpa penugasan resmi dari Kementerian Perhubungan.

Pihak Pelindo disebut bertindak seolah-olah proyek berada dalam kewenangan penuh mereka, padahal menurut aturan, setiap pengerukan wajib berada di bawah pengawasan KSOP dan berdasarkan dokumen konsesi yang sah.

“Ini tindakan melawan hukum yang dilakukan secara bersama-sama,” tegas Darwis.

Keanehan semakin tampak ketika Pelindo menunjuk langsung PT APBS sebagai pelaksana pengerukan, meski perusahaan tersebut tidak memiliki kapal keruk, yang merupakan komponen paling mendasar dalam pekerjaan kolam pelabuhan.

APBS kemudian memberikan justifikasi palsu bahwa perusahaan mereka adalah entitas terafiliasi Pelindo, klaim yang dipatahkan oleh regulasi.

Pada akhirnya, pekerjaan tersebut justru dialihkan ke PT Rukindo, yang memang memiliki kapal keruk tanpa transparansi dan tanpa prosedur pengadaan yang benar.

Temuan yang paling menonjol adalah dugaan manipulasi Harga Perkiraan Sendiri/Owner Estimate (HPS/OE) hingga mencapai Rp 200,58 miliar.

HES dan EHH diduga mengatur nilai HPS menggunakan metode yang tidak lazim: memakai data tunggal dari PT SAI, menyusun HPS tanpa konsultan ahli, tidak memakai engineering estimate dan membuat dokumen persyaratan yang “menguntungkan” APBS.

Di pihak APBS, pejabat MYC dan DWS diduga ikut melakukan mark up agar nilai penawaran mereka sesuai dengan HPS yang telah direkayasa. Direktur Utama APBS, F, kemudian memberi persetujuan atas HPS tersebut untuk pengajuan resmi.

Meski mendapatkan anggaran fantastis, APBS sama sekali tidak mengerjakan pengerukan. Seluruh pekerjaan dialihkan kepada dua vendor: PT SAI dan PT Rukindo, yang sebenarnya bukan pemenang resmi pekerjaan.

Sementara itu, Pelindo Regional III diduga melaksanakan proyek pengerukan tanpa dokumen KKPRL, yang seharusnya menjadi dasar pemanfaatan ruang laut.

Keenam tersangka dijerat pasal-pasal berat dalam UU Tipikor, yakni: Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Tipikor atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejaksaan Negeri Tanjung Perak menilai para tersangka berpotensi melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Karena itu, penyidik langsung menahan mereka selama 20 hari ke depan, mulai 27 November hingga 16 Desember 2025 di Rutan Kelas I Surabaya Cabang Kejati Jatim. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait