Pekan Sastra Betawi : Usung Lokalitas Metropolitan

  • Whatsapp
Jpeg

JAKARTA, beritalima.com – Sastra Betawi terbilang lamban namun setelah kemerdekaan bangkit kembali karena sastra betawi merupakan pintu gerbang dalam melaksanakan festival sastra Betawi. Selain membongkar memori terhadap sastra lisan dan tukis Betawi, penting pula mewariskan dan membuka ruang bagi penulis muda untuk tampil dan berkarya. Dan mengedukasi publik atas perkembangan sastra Betawi dan perkembangan kota Jakarta dalam sastra.

Demikian hal itu disampaikan, Komite Sastra Dewan Kesenian Kesenian Jakarta Yahya Andi Saputra, Senin Malam (5/8/2019) di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Hadir Yani Wahyu Purwoko, Asisten Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Kebudayaan, dan Dinas Pariwisata DKI Jakarta.

Lebih lanjut dikatakan Yahya, Sastra Betawi kurang banyak dikenal masyarakat luas. Padahal, karya sastra ini merentang dalam waktu cukup panjang. Sastra Betawi tidak hanya ditulis oleh penulis berdarah Betawi, tetapi juga penulis dari etnik lainnya yang memiliki keterkaitan dengan Kota Jakarta-sebagai bermukim orang Betawi.

“Di era kini, kita mengenal penulis berdarah Betawi seperti Chairil Gibran Ramadan dan Nur Zen Hae. Di era sebelum mereka, terdapat Firman Muntaco dan SM Ardan; keduanya disebut-sebut memberikan dasar yang sangat baik dan fundamental mengenai apa yang disebut sebagai sastra Betawi sekarang ini,” imbuhnya.

Namun demikian ungkapnya, sejak sepuluh tahun terakhir, bisa dikatakan perkembangan sastra Betawi mandeg. Tak ada karya-karya baru yang diterbitkan serta tak ada nama baru yang mencorong sebagai pengarang sastra Betawi. Oleh karena itu, perlu ada dorongan-dorongan konkret lain agar karya sastra ini tetap tumbuh dan berkembang. Karena itulah. perlu ada wadah untuk membangkltkan kembah sastra Betawi dan membawanya kepada khalayak nasional.

Lebih lanjut diungkapkan Yani Wahyu Purwoko, Asisten Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Kebudayaan, yang sekaligus membuka Pekan Sastra Betawi, menyatakan bahwa Sastra Betawi memiliki arti penting yang ada di Ibukota Jakarta, karena seluruh etnis yang ada di nusantara berada di Jakarta termasuk dari mancanegara. Ia pun menegaskan Sastra Betawi dapat diangkat ke permukaan karena mengandun sejarah dari masa lampau.

“Jika dicermati, tradisi bersastra sudah ada lama dalam masyarakat Betawi. Misalnya dalam upacara palang pintu, tampak adanya berbalas pantun. Ada pula sahibul hlkayat atau sem bertutur berupa pantun berkait. Jenis sastra lisan Betawi ini memiliki keindahan dalam cara pengungkapan yang lekat dengan agama Islam,” jelasnya.

Sementara teater tradisional jantuk kental dengan syair-syair yang kental dengan jejak Melayu Seni tulis paling tua ditemukan dalam karya Muhammad Bakir, seorang penyalin dan pengarang yang menyewakan naskah-naskahnya pada abad ke – 18. Karya Bakir ditulis dalam tulisan Arab berbahasa Melayu. Setelah itu, Aman Dt Madjoindo memberi warna dalam khazanah sastra Betawi modern melalui Si Dul Anak Betawi (1936).

Lebih jauh, Pekan Sastra Betawi yang bertemakan Lokalitas Metropolitan, diselenggarakan oleh Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki bekerjasama Dewan Kesenian Jakarta, Lembaga Kebudayan Betawi, Balai Pelestarian Nilai Jawa Barat, Komunitas Baca Betawi, dan Betawi Kita dan PKT Kecamatan Menteng. Acaranya sendiri akan berlangsung di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki pada Hari Senin s.d Kamis tanggal 5-8 Agustus 2019. ddm

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *