Pelajar Ini Dihukum 6 Bulan Penjara, Hanya Karena Menabrak Trotoar

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Yosafat Karel Sitania Pedi, pelajar sekaligus. terdakwa kasus kecelakaan lalu lintas ini dikhwatirkan bakal tidak mempercayai penegakan hukum di Indonesia. Bagaimana tidak, terdakwa ini terpaksa harus menjalani hukuman penjara selama 6 bulan hanya lantaran menabrak trotoar.

Vonis 6 bulan penjara dibacakan oleh ketua majelis hakim Sifa’urosidin pada persidangan yang digelar dua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, “Menyatakan terdakwa Yosafat Karel Sitania Pedi terbukti bersalah menyebabkan kecelakaan lalu lintas tunggal yang mengakibatkan dua saksi mengalami luka-luka,” ujar hakim Sifa saat membacakan amar putusannya. Senin (9/4/2018).

Hakim Sifa bahkan tak bergeming dengan pledoi (pembelaan) yang dibacakan terdakwa juga pada sidang kali ini. Melalui pledoinya yang dibacakan oleh kuasa hukumnya yaitu Irma Rahmawati dijelaskan bahwa kecelakaan ini terjadi bukan hanya disebabkan oleh kelalaian terdakwa.

Atas pertimbangan itulah, terdakwa dianggap menabrak pasal 310 ayat 2 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa selama 6 bulan,” kata hakim Sifa.

Vonis yang dijatuhkan hakim Sifa ini lebih ringan 4 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suparlan Hadiyanto. Pada sidang sebelumnya, jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya ini menuntut terdakwa dengan hukuman 10 bulan penjara.

Usai sidang, Irma Rahmawati, kuasa hukum terdakwa mengaku kecewa dengan vonis 6 bulan penjara yang dijatuhkan hakim Sifa kepada terdawa. “Saya sangat kecewa, unsur menyebabkan kelalaian itu tidak hanya disebabkan oleh terdakwa. Seharusnya dua saksi juga turut dijadikan terdakwa, karena kedua saksi juga lalai akibat juga dalam kondisi mabuk,” tegasnya.

Irma juga mengutip isi dari pledoi yang diajukan terdakwa terkait adanya fakta bahwa terdakwa tidak memiliki inisiatif untuk membonceng kedua korban. “Dua korban juga dalam kondisi mabuk, kemudian terdakwa membonceng karena ditunjuk oleh kedua korban,” ungkapnya.

Kekecewaan Irma tak berhenti disitu, dirinya juga mengeluhkan sikap JPU Suparlan yang tidak pernah menghadirkan saksi korban yaitu Septian Pranata. “Saksi korban Septian tidak pernah dihadirkan jaksa. Kami sangat menyayangkan hal itu, mengapa jaksa tidak dihadirkannya?” pungkasnya.

Sementara itu saat persidangan berlangsung, salah satu pengunjung sidang yang menyaksikan persidangan sempat ngomel dengan nada lirih. “Kudune kasus ngene mari nang polisi. Kan gak kudu digowo nang sidang. Sakno arek’e (Seharusnya kasus seperti ini selesai di kepolisian. Kan tidak harus selalu dibawa ke sidang. Kasihan anaknya/terdakwa),” kata salah satu pengnjung sidang dengan logat Surabaya.

Perlu diketahui, kasus ini berawal saat terdakwa dan kedua temannya yaitu Ananda Figo Saputra dan Septian Pratama melakukan pesta miras bersama. Usai pesta miras, terdakwa dan kedua temannya memutuskan untuk jalan-jalan dengan berboncengan bertiga menggunakan sepeda motor.

Ketika di Jalan Tembaan Panjaan Surabaya, sesampainya di simpang empat, terdakwa belok ke arah selatan dengan melawan arus lalu lintas. Karena terdakwa dalam kondisi mabuk, sepeda motor yang dikemudikannya akhirnya selip dan terjatuh. Hal itu mengakibatkan dua temannya terluka. (Han)

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *