KUPANG, beritalima.com – Dewan Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur menggelar Seminar Sehari dengan tema “ Kebijakan Pendidikan 5 (lima) Hari Sekolah, Masalah atau Solusi ” Seminar yang berlangsung di aula LPMP Provinsi NTT, Selasa (8/8) dibuka Gubernur Nusa Tenggara Timur, Frans Lebu Raya.
Seminar yang berlangsung mulai pukul 09.00 hingga pukul 14.00 Wita, dihadiri puluhan peserta, yang terdiri dari perwakilan DPRD NTT, Dinas Pendidikan NTT, Kementerian Agama Wilayah NTT, LPMP NTT, Pengawas Provinsi NTT, Anggota Dewan Pendidikan NTT, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota NTT, FKIP Universitas Nusa Cendana, Universitas Muhammadya Kupang, Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, Dinas PPO Kota Kupang, Kepala Sekolah, Pengawas SD, SMP dan SMA serta pers media massa.
Sedangkan para nasumber yaitu Felix Tans (Dosen FKIP/PPs, Universitas Nusa Cendana dengan membawakan materi tentang Kebijakan Lima Hari Sekolah : Solusi atau Masalah?. Sementara Kadis Pendidikan NTT, Yohana E. Lisapaly yang membawakan materi tentang Mengkaji Urgensi Sekolah Lima Hari Kerja disampaikan Sekretaris Dinas Pendidikan NTT, Aloysius Min, dan Ketua Dewan Pendidikan NTT, Simon Riwu Kaho membawakan materi tentang Potret Pendidikan Dasar dan Menengah di Nusa Tenggara Timur, Korelasinya Dengan Kebijakan Sekolah (5 Hari/Minggu, 8 Jam/Hari).
Gubernur Nusa Tenggara Timur, Frans Lebu Raya dalam sambutannya mengakui masih terdapat berbagai masalah di bidang pendidikan yang harus terus dikerjakan dan diselesaikan. Saat ini, pemerintah sedang berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di NTT. Rendahnya mutu pendidikan di NTT sering disoroti dari prosentase kelulusan saja.
“ Untuk itu kita tidak boleh pesimis, harus optimis dalam meningkatkan prosentase kelulusan. Proses belajar mengajar harus menjadi perhatian serius dengan menonjolkan proses yang berkualitas”, pinta Lebu Raya.
Dikatakan Lebu Raya memajukan pendidikan pasti ada input, proses dan output yang sesuai dengan harapan semua pihak. Ia mencontohkan pengalamannya dalam mengamati proses pendidikan yang selama ini diterapkan bila menghadapi ujian akhir yaitu dengan mempelajari soal – soal ujian tahun lalu, foto copy bahan pelajaran dan hafalan.
“ Apakah itu cara terbaik? Menurut saya tidak. Kita harus berupaya agar proses kegiatan belajar mengajar harus kita kerjakan sebaik – baiknya, selama tiga tahun berturut – turut untuk tingkat sekolah dasar, dalam membentuk karakter dan disiplin anak – anak sehingga kita yakin betul dapat menghasilkan anak didik yang lebih berkualitas, melalui proses belajar dan mengajar secara berkualitas pula,” kata Gubernur.
Ia menambahkan, muncul gagasan lima hari sekolah memang menjadi polemik antara urusan lima hari sekolah atau tetap enam hari sekolah.
“ Kita tidak boleh larut dalam perdebatan polemik ini, mari kita ambil hikmahnya yang lebih baik. Peraturan lima hari sekolah tentu tidak bisa serentak dilaksanakan di seluruh NTT. Kita harus sesuaikan dengan kondisi setempat,” ujarnya.
“ Tantangan bangsa saat ini berkaitan dengan karakter anak bangsa, bagaimana seseorang menjadi warga Indonesia yang baik, dan bagaimana dia berkarakter Pancasila. Ini yang harus kita bentuk, yang harus kita kerjakan,” kata dia menambahkan.
Ketua Dewan Pendidikan NTT, Simon Riwu Kaho mengatakan, agenda hari ini adalah pembahasan kebijakan lima hari sekolah yang dalam implementasinya apakah merupakan solusi dalam rangka pendidikan bermutu atau akan menimbulkan masalah baru. Pada dasarnya setiap anak bangsa berhak mendapatkan akses pendidikan yang merata dan berkualitas serta berdaya saing sesuai bakat dan kemampuan yang dimiliki.
Maksud dan tujuan seminar sehari tersebut adalah untuk menjelaskan kebijakan lima hari sekolah sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang akan diterapkan pada tahun ajaran 2017/2018.
Sekretaris Dewan Pendidikan NTT, Yusuf Kuaty selaku moderator seminar sehari mengatakan, pada prinsipnya semua peserta seminar menerima kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI berkaitan dengan sekolah lima hari. Mengapa diterima? Karena Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI memang punya kewenangan dan tanggungjawab untuk mengatur penyelenggaraan pendidikan, menjaga mutu pendidikanan dan pelaksanaan pendidikan di seluruh wilayah tanah air.
“ Apakah implementasi lima hari sekolah itu bisa berjalan seiring untuk sekolah di wilayah tanah air? Kembali kepada konteks nusantara kita, kewilayaan Indoneisaan kita, bahwa wilayah Indonesia kita bukan satu kesatuan, dia terdiri dari pulau-pulau, terdiri dari berbagai macam suku bangsa, bahasa, agama dan lebih daripada itu keanekaragaman, tingkat kemampuan yang berbeda-beda,” katanya.
Karena itu, pikiran dari seminar itu ialah mereka menerima kebijakan ini, tapi implementasinya secara bertahap, disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah.
Kemudian peserta seminar juga mengharapkan agar dalam konteks bertahap itu bukan berarti lalu tidak ada aktivitas, tapi aktivitas untuk mempersiapkan hal – hal yang dianggap sebagai persyaratan – persyaratan untuk telaksananya lima hari sekolah harus diupayakan. Karena kalau persyaratan –persyaratan itu tidak diupayakan dengan baik, maka tentu saja itu akan berpengaruh pada pelaksanaan lima sekolah.
“ Jadi disinilah tanggungjawab pemerintah baik secara nasional maupun provinsi dan kabupaten/kota ditambah dengan tokoh – tokoh pendidikan dan tokoh – tokoh masyarakat. Itu menjadi sangat penting,” kata dia menambahkan.
Ia mengatakan, hasil rekomenasi seminar tersebut akan diskusikan lagi secara baik. Kemudian disampaikan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dan juga pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjadi bahan pertimbangan.
Menurutnya, di NTT sudah ada beberapa sekolah yang sudah terapkan lima hari sekolah, tapi itu belum menjadi ukuran bahwa beberapa sekolah itu sudah bisa menerapkan di NTT, karena kondisinya berbeda – beda.
“ Ini butuh kesiapan lebih baik lagi, tapi bukan berarti yang lebih baik baru menunda – nunda, tapi persiapan itu dalam arti bahwa kita perlu bekerja keras,” ujar dia. (L. Ng. Mbuhang)