Oleh Prihandoyo Kuswanto
Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila
Motor amandemen UUD1945 adalah salah satu nya Yakob Tobing yang saat itu menjadi sekjend PDI Perjuangan .
Dalam kompas tanggal 7Desember 2020 ada tulisan nya tentang Amandemen UU Di 1945 .
Bahkan Pembukaan UUD1945 dilecehkan kata dia .
Tak heran, dengan perubahan pada UUD 45 setelah amandemen, ada yang sedih atau bahkan marah. Perubahan UUD 45 dinilai kebablasan, meninggalkan jiwanya yang terkandung dalam Pembukaan.
Kata Yakob Tobing “..Tak heran, dengan perubahan pada UUD 45 setelah amandemen, ada yang sedih atau bahkan marah. Perubahan UUD 45 dinilai kebablasan, meninggalkan jiwanya yang terkandung dalam Pembukaan
Kata Yakob Tobing …
“Ada anekdot ringan dalam penataran P-4 di era Orde Baru. Di akhir program, dengan sedikit nada humor, penatar biasanya bertanya kepada peserta, ”Bagaimanakah hubungan antara Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 45?” Peserta akan tersenyum dan serentak menjawab, ”Baik-baik saja!” Memang, umum .
Disinilah saya memahami sesungguh nya Yakob Tobing tidak mengerti apa itu pembukaan UUD1945 dan apa itu negara berdasarkan Pancasila .
Mari kita buktikan bahwa hubungan Pembukaan UUD1945 dan batang tubuh itu hubungan sebab akibat .mengapa Proklamasi kemerdekaan itu atas nama bangsa Indonesia ? Bukan atas nama rakyat atau Warga Negara sebab rakyat belum dibutuhkan apalagi warga negara belum ada ,rakyat ada karena membentuk negara harus ada rakyat,wilayah,
pemerintahan ,dan pengakuan .maka bunyi pembukaan UuD1945 adalah Menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan ,mengapa bukan menghantarkan warga negara kepintu gerbang kemerdekaan sebab warga negara belum ada ,ada setelah ada nya UUD.
Bagaimana bisa warga negara ti dak ikut mendirikan Negara Indonesia kok Presiden orang Indonesia Asli diganti dengan Warga negara? Yang aneh rupanya Yakob Tobing membedakan apa itu Bangsa ,apa itu rakyat dan apa itu warga negara masih tidak bisa jadi amandemen pasal 7itu jelas ketidak mengertian.
Apa hubungan Pembukaan dan batang tubuh ?
Amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh Yakob Tobing dan gerombolan nya ternyata semakin merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, amandemen bukan hanya sekedar mengganti pasal-pasal didalam UUD 1945 tetapi juga merubah aliran pemikiran , Aliran pemikiran Panca Sila telah dirubah menjadi Liberalisme Kapitalisme , hal ini tentu saja bukan hanya tidak sesuai dengan budaya dan kehidupan bangsa tetapi lebih jauh telah mengubur karater dan jati diri Bangsa Indonesia.
Akibat dari amandemen dan dirubah nya negara kekeluargaan menjadi perseorang maka telah terjadi penyelewengan terhadap tujuan bernegara, munculnya dinasti Politik, kemudian kekuasaan diperebutkan dengan model demokrasi liberal, pertarungan perebutan kekuasaan tentu saja didahului dengan saling serang, saling hina dan caci maki, tidak berhenti di situ maka uang menjadi segala-galanya. Uanglah yang bisa membeli demokrasi, di sinilah terjadi perusakan mental bangsa secara akut dan menyeluruh, politik dengan bi
aya yang tinggi hingga menjadikan politikus melakukan segala cara, menghalalkan segala cara korupsi, kong kalingkong, saling sandra dan jauh dari martabat serta kehormatannya.
Bangsa ini sedang menuju keterpurukannya, hilangnya solidaritas sosial, hilang nya senasib dan seperjuangan, hilang nya kesetiakawanan sosial, dan semakin jauh tujuan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Bagaimana tidak semakin menjadi jurang anta si kaya dan si miskin 0,20 % minoritas warga keturunan Tionghoa menguasai 70% lahan di Indonesia? Bagaimana bisa adil kalau 0,10% minoritas warga keturunan Tionghoa mengauasai 50% kekayaan Indonesia.
Tentu saja semua ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap pasal 33 UUD 1945, “Bumi dan air serta kekayaan yang ada didalam nya dikuasai Negara sebesar-besar nya untuk kemakmuran rakyat.” Mana mungkin rakyat bisa makmaur kalau negara telah berlaku tidak jujur membiarkan minoritas menguasai kekayaan di negeri ini.
Para elite dan Pemerintah dan para pengamandemen UUD 1945 telah mengkhianati ajaran Panca Sila sebagai prinsip berbangsa dan bernegara .
Marilah kita resapi apa yang telah diuraikan oleh para pelaku sejarah pembentukan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar bernegara .
Cuplikan dokumen Panitya 5. merumuskan pengertian-pengertian Pancasila yang terdiri dari lima orang:
1. Dr. H. Mohammad Hatta;
2. Prof. Mr. H. Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo;
3. Mr. Alex Andrias Maramis;
4. Prof. Mr. Sunario;
5. Prof. Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo.
Dibantu oleh 2 orang Sekretaris yakni: Drs. Imam Pratignyo dan Drs. Soerowo Abdulmanap.
FACEBOOK/Prihandoyo Kuswanto
Pada waktu kami merancang Undang-Undang Dasar 1945, kami telah dapat menyaksikan akibat-akibat dari susunan negara-negara Barat (Amerika Serikat, Eropah Barat). Dasar susunan negara-negara itu ialah perseorangan dan liberalisme. Segala sesuatu didasarkan atas hak dan kepentingan seseorang.
Ia harus bebas dalam memperkembangkan daya hidupnya di segala lapangan (ekonomi, sosial, budaya, agama dan lain-lain), sehingga meng-akibatkan persaingan maha hebat antara seseorang dengan orang lain, antara negara dan negara lain, berdasarkan egoisme yang hanya mengutamakan kepenting-annya, baik perseorangan maupun negara.
Hal demikian itu menimbulkan sistim Kapitalisme di mana seseorang memeras orang lain (explotation de l’homme par l’homme) dan Imperialisme, di mana suatu negara menguasai dan menjajah negara lain. Dalam pada itu tidaklah ada landasan moral yang dapat membatasi nafsu bertindak dan berbuat seseorang terhadap orang lain atau suatu bangsa terhadap bangsa lain.
Perang Dunia ke-I (1914-1918) adalah akibat yang nyata dari pandangan hidup Liberalisme, seperti yang diutarakan di atas tadi. Sistim tatanegara demikian itu yang mengutamakan kepentingan perseorangan dan kebebasan hidup tanpa landasan moral, menimbulkan keangkaramurkaan, membikin kacau-balaunya dunia lahir dan bathin, sebagai semangat perseorangan tersebut.
Maka dari itu, tatanegara, tata hukum dan pandangan hidup demikian itu, tidaklah sesuai dengan lembaga sosial dari masyarakat Indonesia asli, sehingga jelaslah bahwa susunan hukum negara-negara Barat, yang berlandaskan teori-teori perseorangan dari para ahli pemikir seperti Voltaire, Jean Jacques Rousseau, Montesquieu dan lain-lain dari Perancis serta John Locke, Hobbes, Thomas Paine dan lain-lain dari Inggeris dan Amerika, tidak dapat diambil sebagai contoh yang baik bagi Indonesia.
Demikian pula contoh yang diberikan oleh dasar susunan negara Sovyet-Rusia tidaklah cocok bahkan bertentangan dengan sifat masyarakat Indonesia yang asli. Tatanegara Sovyet-Rusia berdasarkan pertentangan kelas, menurut teori yang diajarkan oleh Mark, Engels dan Lenin, yakni teori ”golongan”. Negara dianggap sebagai alat dari suatu golongan untuk menindas golongan lain, agar hanya suatu golongan saja yang memegang kekuasaan negara, yakni golongan kaum buruh (Dictatorship of the proletariat).
Teori ini timbul sebagai reaksi terhadap negara ”kapitalis” yang dianggap dipakai sebagai perkakas oleh kaum ”burjuis” untuk menindas kaum buruh. Kaum burjuis itu mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan-golongan lain, yang mempunyai kedudukan yang lemah. Maka perobahan negara Kapitalis menjadi negara Sosialis/Komunis menjadi dasar dan tujuan gerakan buruh internasional.
Dalam mencari dasar dan tujuan Negara Indonesia haruslah dilihat kenyataan struktur sosialnya, agar supaya negara dapat berdiri kokoh-kuat untuk bertumbuh sebagai ruang gerak bagi rakyat dengan ciri khas kepribadiannya. Adapun struktur masyarakat Indonesia yang asli tidak lain ialah ciptaan kebudayaan Indonesia oleh rakyatnya sejak zaman purbakala sampai sekarang.
Kebudayaan Indonesia itu ialah perkembangan aliran pikiran, yang bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia bathin. Manusia Indonesia dihinggapi oleh persatuan hidup dengan seluruh alam semesta, ciptaan Tuhan Yang Maha-Esa, di mana ia menjadi makhluk-Nya pula. Semangat kebathinan, struktur kerokhaniannya bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan antara dunia luar dan dunia bathin, segala-galanya ditujukan kepada keseimbangan lahir dan bathin itu, dia hidup dalam ketenangan dan ketentraman, hidup harmonis dengan sesama manusia dan golongan-golongan lain dari masyarakat, karena sebagai seseorang ia tidak terpisah dari orang lain atau dari dunia luar, dari segala golongan makhluk, segala sesuatu bercampur-baur dan bersangkut paut, berpengaruh-mem-pengaruhi.
Masyarakat dan tatanegara Indonesia asli, oleh karenanya kompak, bersatupadu, hormat-menghormati, harga-menghargai, dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu kolektivitas, dalam suasana persatuan. Sifat ketatanegaraan asli itu masih dapat terlihat dalam suasana desa, baik di Jawa, maupun di Sumatera dan kepulauan-kepulauan lain. Rakyat desa hidup dalam persatuan dengan pemimpin-pemimpinnya, antara golongan-golongan rakyat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong-royong, semangat kekeluargaan.
Kepala desa atau kepala rakyat berwajib menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat dan harus senantiasa memberi bentuk kepada rasa keadilan dan cita-cita rakyat. Oleh karena itu, kepala rakyat yang memegang adat, senantiasa memper-hatikan segala gerak gerik dalam masyarakatnya dan untuk maksud itu senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desanya, agar supaya pertalian bathin antara pemimpin dan rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara.
Para pejabat negara, menurut pandangan tatanegara asli, ialah pemimpin yang bersatu-jiwa dengan rakyat dan para pejabat begara berwajib memegang teguh persatuan dan keseimbangan dalam masyarakatnya.
Jadi menurut pandangan ini negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar aliran pikiran integral, ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan se-seorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamat-an hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan.
Pandangan ini mengenai susunan masyarakat dan negara berdasar ide persatuan hidup dan pernah diajarkan oleh Spinoza, Adam Müler, Hegel dan lain-lain di dunia barat dalam abad 18 dan 19 yang dikenal sebagai teori integralistik.
Berdasarkan kepada ide-ide yang dikemukakan oleh berbagai anggota dalam kedua sidang paripurna Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu tersusunlah Pembukaan U.U.D. 1945, di mana tertera lima azas Kehidupan Bangsa Indonesia yang terkenal sebagai Pancasila.
Tips nya Yakob Tobing tidak membaca dokumen Hatta ini bahwa hubungan Pembukaan dan batang tubuh adalah pokok pangkal .
Pembukaan U.U.D. 1945 itu adalah pokok pangkal dari perumusan pasal-pasal berturut-turut dalam 16 (enambelas) Bab, 37 pasal saja ditambah dengan Aturan Peralihan, terdiri dari 4 (empat) pasal dan Aturan Tambahan, berhubung dengan masih berkecamuknya Perang Pasifik atau pada waktu itu disebut Perang Asia Timur Raya.
Karena telah tercapai mufakat bahwa U.U.D. 1945 didasar-kan atas sistim kekeluargaan maka segala pasal-pasal itu diselaraskan dengan sistim itu. Negara Indonesia bersifat kekeluargaan, tidak saja hidup kekeluargaan ke dalam, akan tetapi juga keluar, sehingga politik luar Negeri Indonesia harus ditujukan kepada melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan segala bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi segala bangsa.
Tugas Pemerintahan ke dalam negeri, berdasarkan Pancasila yang menjadi Ideologi Negara ialah:
. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh hikma kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Kelima asas itu menjadi dasar dan tujuan pembangunan negara dan manusia Indonesia. Telah diutarakan di atas bahwa pada umumnya manusia Indonesia telah memiliki sifat-sifat yang melekat pada dirinya sebagai ciptaan kebudayaan dan peradaban Indonesia dalam perkembangannya sejak dahulu kala sampai sekarang.
Maka tugas Pemerintah ialah terutama mengawasi agar ideologi Negara dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh seluruh Bangsa Indonesia.
Karena Pancasila adalah Lima Asas yang merupakan ideologi negara, maka kelima sila itu merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan antara lima asas itu erat sekali, kait-mengkait, berangkaian tidak berdiri sendiri. Setiap warganegara Indonesia yang sadar akan ideologi negara harus dengan aktif mengambil bagian dan ikut serta dalam pembangunan susunan negaranya dan janganlah pembangunan itu melulu manjadi urusan Pemerintah belaka, yang terjadi jauh dari minat para warganegara.
Dalam usaha menyusun U.U.D. 1945 diingati pula dinamik masyarakat, dinamik kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia yang hidup tumbuh dalam suasana Republik lahir-bathin; dalam suasana itu tumbuhnya memang cepat dan gerak-geriknya juga besar.
Oleh karena itu Undang-Undang Dasar 1945 yang disusun hanya dalam garis-garis besar saja agar mudah mengikuti dinamika masyarakat, jangan sampai ketinggalan jaman, jangan sampai dibikin Undang-Undang Dasar dan undang-undang lainnya menjadi lekas usang.
Disadari bahwa rencana-rencana yang dibahas dalam kedua sidang paripurna tersebut di atas, jauh dari sempurna.
Meskipun rumusan Undang-Undang Dasar 1945 yang dibuat dalam waktu yang serba singkat, namun disadari sedalam-dalamnya janganlah merumuskan Undang-Undang Dasar itu dalam bentuk yang bersifat kristalisasi, karena aturan yang tertulis itu mengikat. Padahal dalam proses pertumbuhan masyarakat masih ada aliran-aliran yang bergerak-gerak dan tumbuh cepat.
Dalam pada itu yang terpenting dalam hidup bernegara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan, yang mematuhi Undang-Undang Dasar berdasarkan Pancasila.
Misalnya meskipun Undang-Undang Dasar dibuat yang kata-katanya bersifat kekeluargaan, akan tetapi jika semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan, semangat perseorangan tidak baik, Undang-undang itu tidak ada harganya.
Sebaliknya, meskipun Undang-Undang dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangatnya baik, betul-betul baik, berkobar, Undang-Undang Dasar itu tidak akan meng-halang-halangi jalannya negara.
Dalam menyusun Undang-Undang Dasar dalam garis-garis besar saja itu, dapat diikuti perkembangan, kehidupan masya-rakat dengan lebih mudah, karena untuk menyelenggarakan pokok itu dapat diselenggarakan dalam undang-undang dan peraturan-peraturan lain.
Rupa nya para pengamanden UUD 1945 termasuk Yakob Tobing tidak membaca sejarah dan maksud dari pendiri negeri ini maka dengan mudah negara njiplak demokrasi liberal yang jelas bertentangan dengan Pancasila
Amandemen UUD1945 telah merusak sistem negara yang di ciptakan oleh para pendiri negeri ini .
Para pengamandemen UUD 1945 termasuk Yakob Tobing rupanya tidak memahami sistem pada yang mendasari UUD 1945, Akibatnya amandemen yang dilakukan telah merusak sistem bernegara dan bahkan menghancurkan tata nilai negara dengan tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Cuplikan sidang BPUPKI
…….”Toean-toean dan njonja-njonja jang terhormat. Kita telah menentoekan di dalam sidang jang pertama, bahwa kita menjetoedjoei kata keadilan sosial dalam preambule.
Di aKeadilan sosial inilah protes kita jang maha hebat kepada dasar individualisme.
Tidak dalam sidang jang pertama saja telah menjitir perkataan Jaures, jang menggambarkan salahnja liberalisme di zaman itoe, kesalahan demokrasi jang berdasarkan kepada liberalisme itoe.
Tidakkah saja telah menjitir perkataan Jaures jang menjatakan, bahwa di dalam liberalisme, maka parlemen mendjadi rapat radja-radja, di dalam liberalisme tiap-tiap wakil jang doedoek sebagai anggota di dalam parlemen berkoeasa seperti radja. Kaoem boeroeh jang mendjadi wakil dalam parlemen poen berkoeasa sebagai radja, pada sa’at itoe poela dia adalah boedak belian daripada si madjikan, jang bisa melemparkan dia dari pekerdjaan, sehingga ia mendjadi orang miskin jang tidak poenja pekerdjaan. Inilah konflik dalam kalboe liberalisme jang telah mendjelma dalam parlementaire demokrasinja bangsa2 Eropah dan Amerika.
Toean-toean jang terhormat. Kita menghendaki keadilan sosial. Boeat apa grondwet menoeliskan, bahwa manoesianja boekan sadja mempoenjai hak kemerdekaan soeara, kemerdekaan hak memberi soeara, mengadakan persidangan dan berapat, djikalau misalnja tidak ada sociale rechtvaardigheid jang demikian itoe? Boeat apa kita membikin grondwet, apa goenanja grondwet itoe kalau ia ta’dapat mengisi “droits de l’homme et du citoyen” itoe tidak bisa menghilangkan kelaparannja orang jang miskin jang hendak mati kelaparan. Maka oleh karena itoe, djikalau kita betoel-betoel hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeloeargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong, faham keadilan sosial, enjahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanja.
Toean-toean jang terhormat. Sebagai tadi poen soedah saja katakan, kita tidak boleh mempoenjai faham individualisme, maka djoestroe oleh karena itoelah kita menentoekan haloean politik kita, jaitoe haloean ke-Asia Timoer Rajaan. Maka ideologie ke-Asia Timoer Raja-an ini kita masoekkan di dalam kenjataan kemerdekaan kita, di dalam pemboekaan daripada oendang-oendang dasar kita……..
Toean2 dan njonja2 jang terhormat. Kita rantjangkan oendang-oendang dasar dengan kedaulatan rakjat, dan boekan kedaulatan individu. Kedaulatan rakjat sekali lagi, dan boekan kedaulatan individu. Inilah menoeroet faham panitia perantjang oendang-oendang dasar, satoe-satoenja djaminan bahwa bangsa Indonesia seloeroehnja akan selamat dikemoedian hari. Djikalau faham kita ini poen dipakai oleh bangsa-bangsa lain, itoe akan memberi djaminan akan perdamaian doenia jang kekal dan abadi.
…………. Marilah kita menoendjoekkan keberanian kita dalam mendjoendjoeng hak kedaulatan bangsa kita, dan boekan sadja keberanian jang begitoe, tetapi djoega keberanian mereboet faham jang salah di dalam kalboe kita. Keberanian menoendjoekkan, bahwa kita tidak hanja membebek kepada tjontoh2 oendang2 dasar negara lain, tetapi memboeat sendiri oendang2 dasar jang baroe, jang berisi kefahaman keadilan jang menentang individualisme dan liberalisme; jang berdjiwa kekeloeargaan, dan ke-gotong-royongan. Keberanian jang demikian itoelah hendaknja bersemajam di dalam hati kita. Kita moengkin akan mati, entah oleh perboeatan apa, tetapi mati kita selaloe takdir Allah Soebhanahoewataala. Tetapi adalah satoe permintaah saja kepada kita sekalian:
Djikalau nanti dalam zaman jang genting dan penoeh bahaja ini, djikalau kita dikoeboerkan dalam boemi Indonesia, hendaklah tertoelis di atas batoe nisan kita, perkataan jang boleh dibatja oleh anak-tjoetjoe kita, jaitoe perkataan: “Betoel dia mati, tetapi dia mati tidak sebagai pengetjoet”.
Soepomo IIN :
1.. “Negara, jang – begitoe boenjinja – negara jang melindoengi segenap bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah darah Indonesia dengan berdasar persatoean, dengan mewoedjoedkan keadilan bagi seloeroeh rakjat Indonesia”. Ini terkandoeng dalam pemboekaan.
Tadi soedah saja katakan, oleh karena itoe kita menolak bentoekan negara jang berdasar individualisme dan djoega kita menolak bentoekan negara sebagai klasse-staat, sebagai negara jang hanja mengoetamakan satoe klasses, satoe golongan, oempamanja sadja, negara menoeroet sistem sovjet, jang ada sekarang, ialah mengoetamakan klasse pekerdja, proletariaat, klasse pekerdja dan tani, – itoe jang dioetamakan, maka itoe poen kita tolak dengan mengerimanja pemboekaan ini, sebab dalam pemboekaan ini kita menerima aliran, pengertian negara persatoean, negara jang melindoengi dan melipoeti segenap bangsa seloeroehnja. Djadi negara mengatasi segala golongan, mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Akan tetapi negara, menoeroet pengertian di sini, menghendaki seloeroehnja, seloeroeh rakjat. Itoe satoe hal jang haroes tidak boleh tidak kita loepakan.
2. Tadi soedah dioeraikan oleh Ketoea Panitia Penjelenggara Oendang-oendang Dasar, negara kekeloeargaan jang berdasar atas hidoep kekeloeargaan dan boekan sadja hidoep kekeloeargaan ke dalam, akan tetapi djoega keloear.
Di sini telah termaktoeb dalam pemboekaan negara jang menimboelkan hidoep kekeloeargaan Asia Timoer Raja.
Djadi dengan ini, dengan menerima ini, kita djoega menerima aliran pikiran jang akan membentoek negara jang berdasar atas kekeloeargaan, tidak sadja terhadap kepada keloearga negaranja, akan tetapi terhadap keloear, jaitoe kita sebagai anggota dari persaudaraan bangsa-bangsa dalam lingkoengan Asia Timoer Raja. Dengan inipoen kita insaf kepada kedoedoekan Indonesia sebagai negara dalam lingkoengan Asia Timoer Raja.
3. Pokok jang ketiga jang terkandoeng dalam pemboekaan, ialah negara jang berkedaulatan rakjat, berdasar kerakjatan dan permoesjawaratan perwakilan. Itoe pokok jang terkandoeng dalam pemboekaan.
Oleh karena itoe sistem negara jang nanti akan terbentoek dalam oendang2 dasar djoega haroes demikian berdasar atas kedaulatan rakjat dan berdasar atas permoesjawaratan perwakilan. Memang aliran-aliran ini sesoeai dnegan sifat-sifat masjarakat Indonesia jang pada waktoe persidangan Dokuritsu Zyumbi Tyosakai pertama djoega soedah saja oeraikan di sini.
4. Pokok pikiran jang ke-4, jang terkandoeng dalam pemboekaan, ialah negara berdasar kepada ke-Toehanan, menoeroet dasar kamanoesiaan jang adil dan beradab. Oleh karena itoe, oendang-oendang dasar haroes mengandoeng isi jang mewadjibkan pemerintah dan pemerintah negara d.l.l. penjelenggara negara oentoek memelihara boedi-pekerti kemanoesiaan jang loehoer dan memegang tegoeh tjita-tjita moraal rakjat jang loehoer.
5. Aliran pokok pikiran jang ke-5 dalam pemboekaan, ialah negara Indonesia memperhatikan keistimewaannja pendoedoek terbesar dalam lingkoengan daerahnja, ialah pendoedoek jang beragama Islam, oleh karena di sini dengan begitoe terang dikatakan, negara berdasar kepada ke-Toehanan dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeloek-pemeloeknja. Dengan itoe negara memperhatikan keistimewaannja pendoedoek jang terbesar, ialah jang beragama Islam sebagai kemarin dengan pandjang lebar djoega telah dioeraikan dan sesoedahnja toean Abikoesno berpidatoe, sidang dewan boelat moefakat, tentang pasal ini.
Perkataan-perkataan ini hasil dari gentement agreement, dari 2 golongan jang dinamakan golongan kebangsaan dan golongan agama. Oleh karena itoe pasal ini haroes kita pegang tegoeh. Artinja soedah kita kompromis, soepaja kita dapat mempersatoekan kedoeanja. Kemarin djoega, gentlement agreement itoe berarti memberi dan menerima, tetapi atas dasar kompromis itoe, gentlement agreement itoe, kedoea-doea pihak tidak boleh menghendaki lebih daripada jang dikompromis. Sebab kalau begitoe, melanggar kepada dasar kemanoesiaan jang telah kita terima dan dasar keoetamaan jang kita telah terima dalam pemboekaan.
Dalam panitia sebetoelnja panitia malah bertindak lebih daripada hanja kata-kata jang dalam pemboekaan ini. Panitia, maka termasoek anggota-anggota baik dari golongan Islam jaitoe Kjai Wachid Hasjim dan Agoes Salim dan djoega wakil-wakil dari golongan lain jang tidak golongan Islam misalnja toean Latuharhary, Maramis djoega ada di sitoe. ……………..
Majelis Permusyawaratan Rakyat .
Soepomo IIN : ………………
“Negara Indonesia ialah negara kesatoean jang berbentoek republik”. Dan ajat 2 ialah mengandoeng isi pokok pikiran kedaulatan rakjat:
“Kedaulatan adalah di tangan rakjat dan dilakoekan sepenoehnja oleh ……”, jaitoe jang kami toelis “Medjelis Permoesjawaratan Rakjat”. Kedaulatan rakjat adalah di tangan rakjat. Artinja rakjat itoe berpengertian sebagai pendjelmaan rakjat tadi, ialah panitia perantjang menjeboet “Madjelis Pemoesjawaratan Rakjat” itoelah sebagai pendjelmaan rakjat. Djadi dengan lain perkataan “Madjelis Permoesjawaratan Rakjat” ialah penjelenggara negara jang tertinggi. Oleh karena, itoe pendjelmaan rakjat sendiri, pendjelmaan seloeroeh rakjat. Dan oleh karena itoe djoega jang dikehendaki oleh panitia, madjelis permoesjawaratan rakjat itoe hendak dibentoek sedemikian. Sehingga betoel2 seloeroeh rakjat mempoenjai wakil di sitoe.
Tentang soesoenannja, tentang bentoeknja, itoe terserah kepada oendang-oendang, hanja panitia mengoesoelkan satoe dasar, ialah jang termasoek dalam pasal 17 ajat 1: “Madjelis Permoesjawaratan Rakjat terdiri atas anggota2 dewan perwakilan rakjat ditambah dengan oetoesan2 dari daerah2 dan golongan2 menoeroet atoeran2 jang ditetapkan dengan oendang2”.
Djadi dengan pasal ini, dengan ajat ini, panitia berkejakinan, bahwa seloeroeh rakjat, seloeroeh golongan, seloeroeh daerah2 akan mempoenjai wakil dalam Madjelis Permoesjawaratan Rakjat itoe, sehingga madjelis itoe memang dapat dianggap sebagai betoel2 pendjelamaan rakjat, jang memegang kedaulatan rakjat. Soedah tentoe badan jang begitoe besar tidak bisa dan djoega tidak perloe bersidang saban hari. Maka badan jang begitoe besar menoeroet ajat 2 daripada pasal 17. Ialah bersidang sedikit-dikitnja sekali dalam 5 tahoen di iboe kota negara. Sedikit-dikitnja sekali 5 tahoen, djadi kalau perloe itoe dalam 5 tahoen tentoe boleh bersidang lebih dari satoe kali.
Dan apa pekerdjaannja ialah termasoek dalam pasal 18: “Madjelis Permoesjawaratan Rakjat menetapkan oendang2 dasar dan garis besar daripada haloean negara”.
Oleh karena Madjelis Permoesjawaratan Rakjat itoelah jang memegang haloean rakjat jang memang mempoenjai kekoeasaan tertinggi jang tak terbatas. Maka moedah selajaknja Madjelis Permoesjawaratan Rakjat jang akan menetapkan oendang2 dasar dan garis2 besar daripada haloean negara. Dan madjelis ini bersidang 5 tahoen sekali sedikitnja, djoega kita mengingat dinamik, kehidoepan, toemboehnja masjarakat. Djadi sekali dalam 5 tahoen itoe, sesoedahnja 5 tahoen soedah tentoe rakjat atau badan permoesjawaratannja ingat. Apa jang terdjadi dan aliran apa di waktoe itoe, dan apa haloean jang baik oentoek di kemoedian hari. Dan jika perloe soedah tentoe akan merobah oendang2 dasar.
Jadi dengan demikian kita bisa mempelajari aliran pemikiran yang dibangun oleh. The Founding Fathers republik ini dalam merancang UUD 1945. Dengan dasar Kolektivisme sebab sistem ini justru menjadi anti tesis dari Individualisme liberalisme yang melahirkan kolonialisme.
Para Komprador dan Blandits dan para pengecut yang telah mengamandemen UUD 1945. Telah menjerumuskan bangsa ini, hari ini, sehingga Kolonialisme dengan di amandemen nya UUD 1945. Menjadi legal dan ini bisa kita melihat UU yang dihasilkan setelah amandemen UUD 1945.
Sejak pasal 1 ayat 2 UUD 1945 Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Diganti dengan Keadulatan ditangan rakyat dilakukan menurut UUD maka detik itu juga negara Proklamasi yang berdasar pada Pancasila telah ambruk. Sebab telah merubah sistem kolektivisme, kekeluargaan dengan sistem MPR menjadi Individualisme liberalisme dengan sistem presidensial.