JAKARTA,- Sebagai salah 1 narasumber, Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk China, Djauhari Oratmangun, menilai bahwa realokasi industri dari China ke Indonesia berlangsung cukup signifikan.
Hal ini disampaikan Djauhari dalam diskusi “KAGAMA Leaders Forum: Trump Effect” di Jakarta, Rabu (14/05/2025), di Auditorium LPP RRI,Jakarta.
“Realisasi investasi di kuartal pertama ke Indonesia sudah lebih dari 2 miliar US Dolar (sekitar Rp33 triliun),” sebutnya.
Kendati demikian, meski ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan realokasi industri dari China ke Indonesia, tetap ada hal-hal yang perlu dibenahi oleh Pemerintah Indonesia.
“Ada hal-hal yang perlu kita benahi di dalam negeri dan determinasi dari pemerintah untuk membenahi hal-hal tersebut, saya kira juga sangat kuat,” ungkapnya.
Komunitas internasional, khususnya China, jelasnya, memandang Indonesia sebagai negara dengan kondisi yang cukup baik. Ia juga menyebutkan, terdapat sekitar 10 hingga 15 perusahaan yang menyatakan minat untuk berinvestasi di Indonesia saat dirinya kembali ke Beijing nanti.
Ungkap Dubes, para calon investor menilai bahwa iklim investasi di Indonesia cukup kondusif, dan Pemerintah Indonesia dinilai telah melakukan berbagai upaya nyata untuk mendorong perbaikan di berbagai sektor.
“Kalau kita ‘memotret’ dari luar itu masih banyak yang luar biasa baik (dari Indonesia). Karena itu jangan kaget kalau ada investasi dari China, Hong Kong,” tuturnya.
Djauhari berpendapat, dalam menghadapi dinamika geopolitik saat ini, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) turut berperan menjaga stabilitas dan tatanan regional yang telah dibangun oleh ASEAN sendiri.
“Itu (tatanan regional ASEAN) juga dilihat oleh ‘major powers’ lainnya. Sekarang ASEAN itu partner dagang perusahaan China. Empat tahun terakhir, kita naikkan hubungannya jadi kemitraan komprehensif strategis,” ungkapnya.
Ditambahkan, arsitektur regional ASEAN perlu menjadi prioritas utama dalam menghadapi situasi saat ini di mana peran Indonesia dalam arsitektur regional tersebut sangat signifikan.
Dubes menyebutkan juga, kunjungan Menteri Luar Negeri RI ke berbagai negara merupakan upaya strategis untuk menjaga agar suara Indonesia tetap didengar di forum-forum regional.
“Kalau block effect seperti ini, pendekatan regional seperti ini baik, dan bisa mempengaruhi geopolitik dan geoekonomi. Itu yang dilakukan Indonesia saat ini melalui tangan-tangan diplomasinya,” ujarnya.
Sementara itu, Nandi Julyanto yang menjabat Presiden Direktur Toyota Manufacturing Indonesia menerangkan, Toyota bersama pemerintah sedang menyusun skema pengembangan nikel sebagai bahan baku pembuatan baterai dan Indonesia sebagai produsen utama. Dengan kata lain, pabriknya dibangun di Indonesia dan sebagai pengeskpor.
Hadir dalam diskusi tersebut selain Dubes, juga Wakil Menteri Keuangan RI Anggito Abimanyu, Presiden Direktur Toyota Manufacturing Indonesia Nandi Julyanto, Presiden Direktur Graha Ismaya Masrizal A. Syarief serta mantan Gubernur BI Soedradjad Djiwandono.
Sebagai salah 1 peserta diskusi, Johny Sumbung yang menjabat Ketua Satuan Gugus Tugas Bencara Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), mengapresiasi apa yang disampaikan Dubes Indonesia untuk China.
Menurutnya, dari materi yang disampaikan para narasumber termasuk transaksi alat-alat kesehatan, dapat dilakukan 3 langkah. Yakni, pertama, advokasi dan proteksi produk lokal. Poin pertama ini, meliputi, mendorong kebijakan yang memperkuat industri alat kesehatan lingkungan dalam negeri, agar tidak kalah bersaing dengan impor termasuk sertifikasi mutu dan inovasi produk.
Selain itu, bekerja sama dengan lembaga pengujian dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) untuk mempercepat alih teknologi dan standarisasi produk lokal.
Kedua, penguatan tata kelola dan pengawasan lingkungan. Ketiga, kesiapan HAKLI dalam industri strategis. (ulin)







