SURABAYA, Beritalima.com-
Mimpi lima tahun lalu itu menjadi kenyataan. Akhirnya terwujud produk batik yang identik dengan penyandang Down Syndrome, diberi nama Batik Kromosom 21.
Launching dan pagelaran produk batik tersebut diadakan di Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Jawa Timur, Jl. Mangkurejo Ds Kwangsan, Sidoarjo.
Acara yang diselenggarakan oleh Down Syndrome School bekerjasama dengan BBGP Jatim dan Quali International Surabaya ini juga dipersiapkan untuk menyambut Hari Down Syndrome Internasional yang selalu diperingati setiap tanggal 21 Maret.
Dalam studio televisi BBGP yang luas, berkumpul anak-anak penyandang Down Syndrome bersama orangtua masing-masing. Di panggung utama, satu demi satu beberapa anak penyandang Down Syndrome unjuk kebolehan.
Mulai dari membaca surat Al Fatehah, Tari Remo dan peragaan busana produk batik Kromosom 21 diiringi oleh grup musik yang kesemuanya tuna netra. Ada banyak kisah dan kesan mendalam dalam pagelaran seni tersebut.
Dalam pidato sambutannya, Owner Down Syndrome School dan Founder Batik Kromosom 21, Lili Musyafa’ah, S.Pd, M.Pd mengatakan, ide untuk membuat Batik Kromosom 21 ini sudah digagas sejak lima tahun lalu.
Selama kurun waktu tersebut, ia intens berdiskusi dengan para pemerhati masa depan anak Down Syndrome serta berkeliling ke beberapa kota untuk mencari desainer dan perajin batik yang bisa mengejawantahkan corak batik identik Down Syndrome.
“Desain corak batik ini dari kromosom 21 terbelah tiga yang merupakan ciri khas penyandang down syndrome. Di seluruh dunia, anak penyandang down syndrome ini wajahnya sama. Oleh karena itu sulit membedakan antara anak satu dengan anak lainnya” ujar Lili Musyafa’ah yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab dan Dakwah Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya ini.
Sebagai seorang ibu yang juga mempunyai anak penyandang Down Syndrome, Lili tergugah untuk mendirikan Sekolah Down Syndrome yang ia dirikan sejak tahun 2017.
Dari hasil pengamatannya, banyak orangtua yang kesulitan secara ekonomi menyekolahkan anaknya yang penyandang down syndrome. Oleh karena itu ia mempunyai gagasan untuk mendapatkan sumber finansial. Dan batik Kromosom 21 ini menjadi pilihannya.
“Melalui produksi batik ini, para penyandang Down Syndrome akan berusaha dengan sungguh sungguh menjemput rezeki mereka dengan berjualan bukan dengan belas kasihan sebagai peminta sumbangan. Para orangtua dan keluarga yang memiliki anak down syndrome bisa menjadi reseller batik kromosom 21.” tegasnya.
Lili Musyafa’ah juga menyebut, selain dipasarkan di dalam negeri, batik Kromosom 21 juga dipasarkan di luar negeri. Ia menyebut sudah ada distributor dari Australia yang akan memasarkan produk batik ini. Bahkan dalam acara launching tersebut juga hadir William, seorang distributor dari Belanda.
“Saya tertarik dengan corak batik Kromosom 21 dan akan saya pasarkan ke Belanda” ujar William yang fasih berbahasa Indonesia tersebut.
Dalam sambutannya, Ketua BBGP Jawa Timur, Drs Abu Khaer, M.Pd memberikan apresiasi yang tinggi kepada Down Syndrome School dan Quali International Surabaya yang memberikan inspirasi kepada dunia tentang pendidikan bermutu untuk semua, yang tidak hanya terjadi di sekolah formal saja, namun juga di satuan sekolah-sekolah non formal seperti di Down Syndrome School. Pendidikan bermutu tidak hanya didapatkan di sekolah, keluarga dan masyarakat namun juga di berbagai media sosial.
Sambil memeluk salah satu anak penyandang Down Syndrome dan Risang Dwi Ananta, alumni Sekolah Luar Biasa (SLB) Karya Mulya Surabaya yang sudah bekerja selama 12 tahun di BBGP Jawa Timur, Abu Khaer memperkenalkan portal Rumah Pendidikan yang diluncurkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah pada 21 Januari 2025 lalu. Portal ini merupakan penyatuan berbagai layanan pendidikan yang sebelumnya tersebar di berbagai platform.
*Sekolah Orang Tua Anak Down Sindrom*
Dari beberapa referensi, Down Sindrom merupakan kelainan genetik atau bawaan lahir yang mengakibatkan penderitanya mempunyai kecerdasan yang rendah serta kelainan fisik yang khas. Mengacu pada data WHO, 3000 hingga 5000 bayi terlahir dengan kondisi Down Sindrom setiap tahunnya.
Namun, jika diberikan dukungan dan penanganan yang tepat serta perhatian yang maksimal, penderitanya dapat hidup dengan sehat dan mampu menjalani aktivitasnya secara mandiri.
Dihubungi terpisah Lili Musyafa’ah menceritakan anak keempatnya lahir dengan kondisi Down Sindrom. Sebagai orangtua, sembilan bulan pertama ia merasa sangat terpukul.
Namun setelah mengikuti Potads (Persatuan Orangtua dengan Anak Down Syndrom), ternyata perkembangan anaknya sangat cepat.
Usia tiga tahun sudah bisa mandiri. Ia mulai mencari tahu cara penanganan yang tepat bagi penyandang Down Syndrom.
Saat ia pergi ke Singapura. Disana ia melihat anak-anak penyandang Down Syndrom bisa dilepas di Mall dan melakukan aktifitas normal. Hal ini karena para orangtua mempunyai mindset yang lebih terbuka.
Hal ini berbeda dengan kebanyakan orangtua anak penyandang Down Syndrom di Indonesia. Bahkan sering terjadi anak-anak Down Syndrom ini di bully. Dari berbagai pengalaman itulah pada tahun 2018 ia mendirikan Sekolah khusus untuk Orangtua anak penyandang Down Syndrom.(Yul)




