SURABAYA – beritalima.com, Mukhlis Ramlan penasehat hukum Mayjen (purn) Gusti Syaifudin dimintai keterangan pada sidang gugatan perlawanan PT Gusher Tarakan terhadap putusan pailit PN Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya.
Kepada majelis hakim, saksi Mukhlis mengatakan telah terjadi rekayasa terstruktur dan masif yang dilakukan oleh kelompok Steven Hakim dan kuasa hukumnya untuk pemailitan PT Gusher Tarakan. Kamis (27/9/2018).
Rekayasa itu kata Muhklis, antara lain dengan memanfaatkan sikap ngotot Leny yang menuntut hak kepemilikan atas tenannya di Grand Tarakan Mall (GTM)nya diberikan, dengan mengadakan pertemuan di Jakarta.
Nah, pertemuan di Jakarta tersebut, tenyata dimanfaatkan dan direkayasa oleh Steven dkk untuk dijadikan pembelaan pailit. Padahal Leny tidak pernah melakukan itu.
“Tanda tangan yang harus diberikan Leny dalam pertemuan tersebut ternyata dipakai Steven untuk gugatan pailit. Jadi kelompok ini sudah melakukan RUPS sejak 2006. Lantas mengelabui ekonomi pemilik GTM dan terakhir memanfaatkan tanda tangan yang dilakukan Leny saat pertemuan di Jakarta,” ucap Mukhlis.
Ditanya hakim ketua Dwi Winarko, kenapa Leny hadir dalam undangan rapat kreditur kepalitan di Pengadilan Niaga Surabaya,?
Dijawab Mukhlis. Leny hadir lantatan hanya ingin mendapatkan hak (kepemilikan)nya, bukan dalam rangka mengajukan pailit.
“Bu Leny itu hanya orang tua yang menginginkan haknya kembali. Maka kalau ada undangan apapun asalkan masih dalam konteks pemenuhan hak kepemilikannya di GTM pasti dia terima, pasti dia hadir,” jawab Mukhlis.
Diterangkan Mukhlis, Ibu Leny adalah pemilik pemilik tenant GTM yang sudah membayar lunas. PPAJBnya sudah selesai, namun sampai sekarang sertifikat hak miliknya tidak pernah diberikan oleh Steven dkk.
“Bu Leny itu bukan kreditor. Dia hanya pemilik tenant yang minta sertifikat atau hak kepemilikannya diberikan,” terangnya.
Dalam persidangan secara terbuka di ruangan sidang Garuda 2, Mukhlis juga memaparkan bahwa Steven dan Hendrik pada tahun 2006 pernah melakukan RUPS tanpa sepengetahuan Pak Gusti, sementara dalam aturan RUPS harus mewakili 50 persen kepemlikian saham untuk mencapai qourum, tetapi tidak dilakukan Hendrik dan tetap melaksanakan RUPS yang hasil dari rapat tersebut dijadikan dasar untuk mendaftarkan hasilnya ke Menkuham.
“Alhamdulillah Menkuham membatalkan RUPS tahun 2006 yang dilakukan diam-diam oleh Hendrik dan sejak 2015 mengembalikan kepemilikannya kepada Pak Gusti,” papar Mukhlis.
Untuk diketahui, Dwi Winarko, Hakim perkara pailit PT Gusher dianggap ceroboh saat menyidangkan perkara gugatan Pailit di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan nomor perkara 7/Pdt.Sus.Pailit/Niaga. Pn Surabaya.
Kecerobohan hakim Dwi Winarko itu dikarenakan melegalkan surat kuasa yang diduga palsu untuk dipakai dalam pengajuan permohonan PKPU dan Pailit. (Han)