JAKARTA, beritalima.com | Indonesia masih terus berupaya mengikat investor secara maksimal, salah satu terobosan yang dilakukan BKPM adalah dengan melalukan pemangkasan prosedur. Dari laporan Bank Dunia berjudul Ease of Doing Business (EoDB) 2020, Indonesia menempati urutan ke-73 dari 190 negara yang disurvei. Beberapa indikator yang menurut Bank Dunia merupakan ketertinggalan Indonesia antaranya adalah Memulai Usaha, Perizinan Konstruksi, Pendaftaran Properti, Perdagangan Lintas Batas, dan Penegakan Hukum terhadap Kontrak.
Dalam usaha mendorong peringkat EoDB Indonesia, Plt. Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM Yuliot mengatakan tim Perbaikan Kemudahan Berusaha sedang menyusun program reform untuk 11 indikator EoDB untuk semakin memaksimalkan masuknya investasi ke Indonesia.
“Salah satu indikator yang menjadi perhatian kami adalah Starting a Business. Indonesia berada pada posisi 140 dalam indikator tersebut. Jadi perbaikan yang kami lakukan adalah dari yang sebelumnya terdapat 11 prosedur kami pangkas menjadi hanya 3 prosedur saja,” ujar Yuliot di Jakarta (4/3/2020).
Selain pada starting a business, indikator lain yang juga menjadi perhatian Pemerintah adalah Dealing with Construction Permits dan Registering Property. Menurutnya indikator-indikator tersebut memiliki prosedur atau waktu pengurusan yang masih dapat disesuaikan menjadi lebih efektif serta efisien.
“Perizinan konstruksi dari 18 prosedur dengan waktu 191 hari menjadi 5 prosedur dengan waktu 21 hari. Pendaftaran properti juga sebelumnya memiliki 6 prosedur dengan waktu sekitar 1 bulan menjadi hanya 3 prosedur dengan waktu tidak sampai 1 minggu,” tambahnya.
Yuliot melanjutkan bahwa indikator yang cukup banyak mendapatkan keluhan dari investor adalah Enforcing Contracts atau penegakan kontrak. Indonesia sendiri berada pada urutan 139 pada indikator tersebut. Ia mengatakan bahwa perbaikan paling signifikan memang terdapat pada indikator ini.
“Perubahan signifikan terjadi pada indikator penegakan kontrak. Dari yang sebelumnya membutuhkan waktu lebih dari 1 tahun atau sekitar 390 hari, Mahkamah Agung sudah membuat regulasinya dan perbaikan implementasi pengadilan sederhana dengan proses sesingkat mungkin hingga hanya membutuhkan waktu pengurusan paling lama sekitar 43 hari,” lanjutnya.