Pembangkit Listrik Tenaga Air Harus Terintegrasi Dengan Konservasi Ekosistem

  • Whatsapp

Tidak hanya mungkin, namun memang sudah seharusnya pembangkit listrik tenaga air terintegrasi dengan konservasi ekosistem daratan. Demikian ditegaskan Mahawan Karuniasa, pakar lingkungan Universitas Indonesia sekaligus CEO Environment Institute dalam Seminar Integrasi Transisi Energi dengan Konservasi Ekosistem Daratan di IPB, Selasa 10 Oktober 2023.

“Sudah tidak dapat ditawar lagi bahwa agenda Paris Agreement untuk tidak melampaui 1,5° Celsius perlu upaya mitigasi agar emisi global tidak melampaui 33 Giga ton CO2e melalui transisi energi, termasuk di Indonesia,” ungkapnya.

Ia pun menjelaskan bahwa Indonesia memasuki dekade dominasi emisi sektor energi, artinya menurutnya sebagian besar emisi gas rumah kaca nasional berasal dari sektor yang meliputi tiga sumber utama yaitu pembangkit listrik, transportasi, dan industri.

“Khusus untuk pembangkit listrik, berdasarkan dokumen LTS-LCCR (Long Term Strategi for Low Carbon and Climate Resilience) strategi utama pemangkasan emisi dilakukan dengan coal phase down, penggunaan gas, penerapan teknologi Carbon Capture and Storage, serta peningkatan pembangkit listrik bertenaga air, angin, matahari, dan panas bumi,” jelasnya.

Lebih lanjut, Staf Ahli Menteri KLHK, Haruni Krisnawati terhadap transisi energi diperlukan dalam implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) bersamaan dengan pencapaian target FOLU Net Sink 2030, sehingga implementasi NDC dilaksanakan sesuai komitmen Indonesia dan strategi implementasi NDC yang telah disusun.

Sementara kata Jatna Suprijana menyampaikan biodiversity loss menjadi masalah global termasuk Indonesia sebagai negara mega biodiversity, sehingga upaya transisi energi mesti sinergi dengan konservasi ekosistem, seperti pengembangan PLTA Batang Toru dengan konservasi Orangutan Tapanuli yang tersisa 200 ekor.

Dalam perspektif spasial masih diu gkapkan Mahawan, sebenarnya rencana PLTA Batang Toru sebagai contoh, dengan beban puncak 510 Mega Watt, memberikan usikan bentang lahan yang minim, termasuk satwa liar, karena waterway dari dam intake ke power house dibangun dibawah tanah, sangat berbeda dengan pembukaan lahan besar-besaran untuk pertanian dan perkebunan.

“Kehati-hatiannya justru pada ekosistem sungainya yang paralel dengan waterway karena implikasi perubahan perilaku debit airnya berpengaruh pada ekistem sungai,” pungkas Mahawan menutup pernyataannya menanggapi perkembangan PLTA Batang Toru yang dipaparkan.

Jurnalis : Dedy Mulyadi

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait