SURABAYA, beritalima.com | Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur Nandang menyampaikan bahwa menjalankan perintah pengadilan dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengeksekusi burung untuk dilepas liarkan melalui proses dan tahapan.
Pada hal sesuai Amaar putusan Pengadilan hanya berbunyi : Satwa disita oleh negara (tanpa embel-embel untuk dilepas liarkan), tutur Singky Soewadji pemethati satwa liar.
Singky Soewadji salah satu pemerhati Satwa Liar yang cukup senior menyampaikan bahwa tuntutan JPU memang ada kata-kata untuk dilepas liarkan, karena sejak awal sudah ada kolaborasi dengan BBKSDA Jatim.
“Dan perlu diketahui, soal pelepas liaran itu bukan ranah hukum, itu ranah konservasi,” ujar Singky yang juga mantan atlet dan pelatih olah raga berkuda
Nasoonal ini kepada media, Senin 16 November.
Menurut Nandang Kababes KSDA Jatim bahwa satwa sitaan itu ada tiga cara penanganannya, pertama dilepas liarkan, kedua dibagikan ke LK, dan ke tiga di Euthanasia.
Singky menanggapi pendapat Nandang dengan sinis, bahwa seorang pemula baru belajar tentang konservasi juga paham hal itu.
“Tetapi sebagai seorang kepala BKSDA apa lagi sebuah Balai Besar, justru saya menilai kemampuannya tentang konservasi sangat dangkal, Kenapa ? Apakah ketiga unsur yang dipaparkan itu berlaku bagi satwa dari penangkaran yang tidak terbukti secara hukum bahwa burung tersebut ilegal, hanya terbukti bahwa ijin tangkarnya mati selama tiga tahun ?,” tegas Singky yang juga adik mantan ratu renang Asia Naniek Soewadji.
Kesalahan administrasi ini justru ada undang-undang dan pidananya, untuk ASN yang lalai dan melakukan pembiaran dalam menjalankan tugas pelayanannya, tuntutan hukumannya 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 M, papar Singky.
“Terbukti BBKSDA Jatim selama tiga tahun tidak melakukan pembinaan dan BAP sehingga tiga tahun ijin tangkar CV Bintang Terang mati (saat itu ijin edar masih berlaku),” kata dia.
Karena satwa dari penangkaran yang jumlahnya ratusan dipaksakan untuk dilepas liarkan, yang terjadi adalah pembunuhan masal.
Berarti opsi kedua dibagi-bagikan dan sudah terjadi sejak awal kasus ada 35 ekor indukan Kakatua langsung hijrah ke Jatim Park, dan terakhir konon sudah ditarik kembali atas perintah Dirjen KSDAE.
Sementara opsi ke tiga Euthanasia tidak mungkin jadi pilihan, karena akan menggegerkan dunia ratusan ekor burung langka dimusnahkan.
“Pertanyaan saya, Kenapa sejak awal Nandang begitu bernafsu dan mengebu-ngebu untuk menyita dan membagikan dengan dalih mau di lepas liarkan walsu akhirnya tidak ada yang bisa membuktikan satwa CV Bintang Terang ilegal,” paparnya.
Ia menegaskan bahwa Nandang harus segera dicopot sebagai Kababes Jatim dan dipidanakan.
“Tapi, saya harus menghargai etika dan miat baik Dirjen KSDAE, dan bagi saya keselamatan ratusan burung ini lebih saya utamakan,” terangnya.
Ditempat penampungan sekarang, ratusan burung ini jauh dari unsur sejahtera, baik dari kondisi penempatan dikandang perawatan hingga kualitas pakannya, Singky mengakhiri penjelasannya [red]