ACEH, beritalima.com-Kaukus Peduli Aceh secara tegas mendesak pemerintah Aceh untuk jujur terkait pendemi Covid -19 di Aceh. Pasalnya sejauh ini, pemerintah hanya bisa membuat keresahan dan kepanikan Masyarakat, padahal Aceh merupakan zona hijau terhadap Covid-19.
“Kami menilai pemerintah sengaja melempar kepanikan ke publik, seakan-akan ancaman covid-19 ini begitu mengkhawatirkan di Aceh. Ujung-ujungnya opini yang dibangun pemerintah itu disinyalir untuk bisa menghabiskan alokasi anggaran BTT Rp. 118 Milyar Rupiah dan anggaran Refokusing yang mencapai Rp. 1,7 T rupiah,” ungkap koordinator KPA, Muhammad Hasbar kepada Beritalima.com, Rabu (03/06/2020).
Dia menilai, pola publikasi hitungan yang dipublish pemerintah terkait jumlah yang terserang atau positif covid-19 di Aceh terus bertambah, tanpa mengurangi pihak yang sudah sembuh.
“Dari pola hitungan positif Covid-19, pemerintah yang dipublish selalu terlihat ada penambahan, padahal sangat dominannya sudah sembuh setelah dilakukan test swab. Tapi, lagi-lagi ada semacam upaya mengelabui publik dengan data-data dengan menyajikan hitungan yang jumlahnya terlihat banyak. Lagi-lagi, pola penyajian data itu membuat Masyarakat terus dihantui ketakutan, padahal seharusnya pemerintah menyampaikan hal-hal positif ke publik dan menghindari kebijakan dan penyampaian aneh-aneh yang dapat membuat masyarakat stres dan secara tidak langsung membuat imunitas menurun,”tambahnya.
“Upaya propaganda yang dimainkan pemerintah Aceh ini seakan-akan semacam upaya untuk menyedot alokasi anggaran yang tersedia. Padahal untuk kondisi Aceh saat ini yang dibutuhkan adalah sentuhan langsung pemulihan Ekonomi Masyarakat.
“Lihat saja Rp. 1,39 T sudah disiapkan dari dana refokusing untuk kegiatan jaringan pengamanan sosial, untuk kesehatan Rp.179,88 Milyar, sementara untuk pemulihan Ekonomi hanya 4,4 Milyar. Intinya adanya upaya menciptakan prakondisi agar sejumlah program yang sudah disiapkan dan mungkin sudah ada pelaksana yang disiapkan itu bisa dicairkan.
Sementara, dilain sisi kebutuhan Masyarakat terkait pemulihan Ekonomi seakan-akan tidak menjadi prioritas penggunaan anggaran tersebut. Itu belum lagi BTT Rp. 118 Milyar yang belum kita ketahui muaranya dan akan di gunakan kemana, bahkan Masyarakat sangat sedikit tersentuh dari anggaran besar tersebut. Selama ini yang menyentuh Masyarakat hanya bantuan dari pusat dan dari dana Desa.
KPA juga mencium besarnya kemungkinan Mark up hingga permainan lainnya dalam penggunaan anggaran Covid-19 di Pemerintah. “Kita bisa lihat harga gula 60 ribu per 2 Kg atau 30 ribu per kg, padahal Kemendag sebanyak 2 kali mengirim gula ke Aceh masing-masing 60 ton dan 250 ton, kita lihat harga karung beras 20 ribu rupiah padahal 5 lembar karung dapat beras 5 kg satu zak lengkap dengan karungnya, begitu pula dengan pengadaan masker yang katanya dari UMKM tapi disinyalir dihadirkan dari pabrik di luar Aceh dengan harga yang jauh lebih murah, belum lagi jika ditanyakan berapa masker yang sudah dibagi dan sampai ke Masyarakat, buktinya mayoritas Masyarakat masih harus beli masker sendiri.
Disamping itu juga ada salah satu kabupaten/ kota yang harga bahan disinfektan yang kabarnya mencapai 600 ribu per buah. Ini contoh-contoh indikasi kenakalan masa covid-19 yang sangat memilukan,” jelasnya.
“Upaya pengelabuan publik dengan dalih Aceh belum aman, dikeluarkannya sejumlah aturan misalkan perpanjangan jadwal belajar di rumah dan dikeluarkannya sejumlah larangan seakan menunjukkan kondisi di Aceh begitu mengkhawatirkan.
“Kami juga menilai ada penggunaan anggaran yang sebenarnya tidak terlalu mendesak tapi dengan opini yang sengaja diciptakan, seakan-akan begitu penting, pengadaan tanah kuburan, pertanyaannya berapa orang Masyarakat Aceh yang kena Covid-19 dan berapa orang yang sudah dikuburkan di sana,
Menurut pemuda asal Aceh Selatan ini, pihaknya juga menduga rencana untuk pengadaan Rapid test 25 ribu buah juga bagian dari akal-akalan yang sengaja dikembangkan. ” Di luar rapid test itu sudah mulai diragukan kebenarannya, bahkan di Aceh berapa banyak yang positif Covid-19 yang diuji via rapid rest ternyata negatif ketika dilakukan test swab. Inikan lagi-lagi patut dipertanyakan,” lanjutnya.
KPA juga menilai pernyataan pemerintah Aceh terkait status Aceh sebagai daerah dengan positif covid-19 terendah yang seakan-akan berkat upaya pemerintah Aceh itu adalah sikap yang jumawa dan tidak tau diri.
“Kalau pemerintah jujur, justeru Masyarakat Aceh banyak terhindar dari Covid-19 karena faktor alam, daya imunitas yang tinggi, tentunya berkat Yang Maha Kuasa dan juga tak kalah pentingnya bisa jadi karena Masyarakat banyak yang abaikan seruan dan larangan mengada-ngada pemerintah yang kerap membuat stres sehingga imunitas tubuh tetap terjaga. Jadi ngaca ya pak Plt, jangan jumawa, malu itu pada Masyarakat seakan-akan kesuksesan penanganan Covid-19 di Aceh berkat usaha maksimal pemerintah padahal usaha pemerintah Aceh sangat minim selama ini, seharusnya pemerintah tau diri, anggaran besar itu tidak jelas muaranya dan tidak sebanding sentuhannya ke Masyarakat. Jadi, kami rasa yang terpenting saat ini pemerintah hadir untuk memulihkan Ekonomi Masyarakat dan tak kalah penting pemerintah diharapkan sedikit lebih jujur terkait penanganan covid-19 di Aceh, jangan sampai pemerintah Aceh diselubungi mafia covid-19,”(A79)