JAKARTA, Beritalima.com– Untuk mendapatkan dana segar guna menutup kekurangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana mengenakan Pajak Pertambahan nilai (PPN) terhadap sembilan bahan pokok (sembako).
Rencana pengenaan PPN untuk sembako itu, ungkap politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi XI DPR RI, Dr Hj Anis Byarwati, tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Kelima Atas UU No: 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dikatakan, rencana Pemerintah mengenakan PPN untuk kebutuhan pokok rakyat apalagi dalam kondisi seperti ini sangat tidak pantas. “Sebagian besar rakyat Indonesia dalam kondisi sulit ekonomi dampak pandemi virus Corona (Covid-19). Masyarakat sedang dihimpit ekonomi begitu berat. Janganlah rakyat dibuat semakin susaj, kata Anis dalam keterangan pers yang diterima awak media, Sabtu (12/6) malam.
Justru Pemerintahan Jokowi melakukan hal sebaliknya kalau memang pro kepada rakyat, yakni menjaga ketersedian sembako murah sehingga mampu dijangkau rakyat.
Ketua DPP PKS nidang Ekonomi dan Keuangan ini mengatakan, sebaiknya wacana yang tertuang dalam Draf Revisi Kelima UU No: 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) dicabut dari draft yang disusun Pemerintah. Anis menyesalkan di dalam aturan itu, sembako tidak lagi termasuk dalam obyek yang PPN yang dikecualikan.
Anis yang juga Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini mendorong Pemerintah untuk lebih kreatif dalam menciptakan peluang untuk meningkatkan penerimaan sektor perpajakan yang masih rendah.
“Pemerintah seharusnya lebih kreatif mencari peluang peningkatan sektor perpajakan. Saya melihat perkembangan e-commerce yang sangat pesat, menjadi potensi penerimaan pajak yang signifikan di masa yang akan datang. Dan pemerintah bisa memanfaatkan potensi pajak ini,” ujar Anis.
Lebih lanjut itegaskan, penerapan PPN untuk kebutuhan pokok yang tidak diimbangi dengan bantuan sosial akan meningkatkan angka kemiskinan. Selama ini, bahan makanan menyumbang 73,8 persen dari total komponen garis kemiskinan. “Daya beli bisa langsung turun dan kontraproduktif dengan upaya mengurangi angka kemiskinan,” kata dia.
Menurut Anis, pengenaan PPN pada bahan pokok secara otomatis akan meningkatkan harga jual barang kebutuhan pokok. Adapun kelompok yang paling terdampak dari kebijakan ini dipastikan adalah masyarakat miskin.
Terkait dengan pajak, Anis menjelaskan bahwa terdapat hubungan langsung antara pajak dan daya beli. Pajak mempunyai contractionary effect dan dapat menekan pertumbuhan ekonomi.
“Pemerintah harus mempertimbangkan bahwa pengenaan PPN pada barang kebutuhan pokok dapat mengurangi pendapatan negara, karena hal tersebut akan mengurangi daya beli dan investasi,” jelas wakil rakyat dari Dapil Jakarta Timur ini.
Dalam prediksi Anis, jika kebutuhan pokok dikenakan pajak, akan ada lonjakan inflasi yang tidak terkendali. Ini berisiko meningkatkan inflasi kebutuhan pokok. Barang kebutuhan pokok yang sebelumnya dikecualikan dari objek PPN kemudian dikenakan PPN harga akan bertambah mahal. “Dampaknya pertumbuhan ekonomi melambat.”
Politisi senior ini menyarankan agar pemerintah sebaiknya tidak hanya memikirkan perbaikan keuangannya, juga harus memikirkan kemampuan daya beli masyarakat terutama kelompok menengah bawah.
“Pemerintah harus mengedepankan empati terhadap masyarakat menengah ke bawah. Sebisa mungkin, yang kita berikan kepada mereka merupakan kemudahan-kemudahan bukan beban yang terus bertambah,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)