KUPANG, beritalima.com – Keberadaan embung di lahan pertanian dinilai penting untuk mengatasi krisis air di musim kemarau. Untuk itu, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Nusa Tenggara Timur menargetkan setiap desa satu embung.
“Kita tahu kebutuhan embung menurut kami minimal satu desa satu embung, idealnya seperti itu. Ada 4.000 lebih desa di NTT ini maka secara total membutuhkan 4.000 lebih embung. Hingga saat ini, kami punya embung memang baru 1.000 lebih, ditambah lagi akumulasi dengan yang dibangun oleh Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II. Karena memang membangun embung tidak menggunakan kewenangan, beda dengan bangun jalan. Kami selalu koordinasi, sehingga target-target untuk memenuhi kebutuhan air ini bisa dipenuhi,” kata Kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maxi Nenabu, M.T saat jumpa pers di Kantor Gubernur NTT, Selasa (1/9/2020).
Selain itu, kata Maxi, Dinas PUPR NTT melakukan peningkatan irigasi yang tersebar di 22 kabupaten/kota. “Kami melakukan pembenahan-pembenahan terhadap irigasi-irigasi yang memang masih dalam keadaan rusak,” kata Maxi, yang didampingi Karo Humas dan Protokol Setda Marius Jelamu.
Maxi menambahkan, sebanyak 42 daerah irigasi kewenangan provinsi di seluruh NTT. “Urusan kami adalah melakukan pembenahan-pembenahan 42 daerah irigasi yang melayani 60 ribu hektar lebih luasan sawah yang ada. Hari ini memang belum efektif semua, dan memang kami harus membagi proporsinya, ada yang di jalan, irigasi, dan embung,” ujarnya.
Selain itu, kata Maxi, lingkup Dinas PUPR juga menyediakan air bersih/air minum. ”Soal pelayanan air bersih ini masih merupakan tugas berat kami, karena capaian pelayanan air bersih sampai dengan hari ini di NTT masih sekitar 75 persen. Kami masih terus berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai untuk membantu pelayanan air bersih,” ungkapnya.
Dikatakannya, soal jaringan air bersih ada kewenangan Dinas PUPR NTT. “Memang ada kewenangan juga kalau jaringan air bersih. Kalau kami provinsi itu lintas kabupaten, tapi kalau di Balai Wilayah Sungai lebih ke seluruh kabupaten. Jadi kalau jaringan induknya dibangun oleh Balai Wilayah Sungai. Sementara provinsi melakukan pembangunan jaringan sekundernya. Kemudian kabupaten nanti meneruskan lagi ke sambungan rumah. Jadi ini juga perlu kolaborasi dengan pemerintah kabupaten,” jelas Maxi. (L. Ng. Mbuhang)