Pemerintah Pusat Sibuk, Filep Wamafma: Penanganan di Nduga Perlu Holistik

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota DPD RI dari Dapil Provinsi Papua Barat, Filep Wamafma menilai, pemerintah dibawah pimpinan Presiden Jokowi sibuk dengan kisah-kisah intoleransi dan radikalisme.

“Akibatnya, persoalan kekerasan dan pembunuhan yang terjadi di Papua khususnya di Kabupaten Nduga tidak terselesaikan,” ungkap Filep dalam keterangan tertulis kepada awak media, Jumat (27/12) terkait mundurnya Wentius Nimiaangge dari jabatan dia sebagai Wakil Bupati Nduga beberapa hari lalu.

Seperti diberitakan, Wentius meletakkan jabatannya sebagai Wakil Bupati Nduga karena tidak sanggup melihat kekerasan yang terjadi di daerahnya. “Wentius mundur karena tidak sanggup melihat berbagai kekerasan serta pembunuhan yang menimpa warga sipil, termasuk jenasah ajudan dia.”

Banyaknya korban sipil, ungkap Filep, menunjukkan Nduga membutuhkan penanganan yang holistik, segera, dan urgent. Namun, apa daya, respon Pemerintah Pusat lamban. Akibatnya, Nduga seperti ladang konflik senjata yang tidak pernah usai.

Pansus Papua, yang terus bergerak secara langsung dalam pertemuan dengan menteri terkait, ungkap master hukum kelahiran 14 Juni 1978 itu, merasakan kepedihan yang luar biasa, saat warga sipil di Nduga harus hidup dalam ketakutan. “Bagaimana mungkin bermimpi tentang kemajuan pembangunan, saat kebutuhan akan rasa aman tidak dapat diperoleh?”, tandas Filep.

Dikatakan, Pansus Papua selalu menyerukan agar TNI dan OPM menahan diri, agar tidak menimbulkan konflik-konflik bersenjata, yang hanya menimbulkan penderitaan baru. “Mau sampai kapan, Indonesia? Gencatan senjata harus segera ditetapkan,” kata dia.

Dalam skala yang lebih luas, Filep melihat masih terlihat masifnya gerakan TNI di Nduga. Karena itu, Pansus Papua mendesak agar segera diberikan kejelasan mengenai status keamanan di Nduga, apakah masuk kategori Daerah Operasi Militer, Daerah Darurat Sipil, atau Daerah Darurat Militer.

Kategorisasi tersebut akan menjelaskan secara transparan tentang semua kebijakan keamanan yang diambil pemerintah. Pemikiran Pansus Papua ini tidak lain dan tidak bukan didasari oleh keprihatinan akan hilangnya hak-hak asasi masyarakat sipil, karena egoisme pihak-pihak yang berkonflik.

Dalam konteks ini, dia meminta keterlibatan Palang Merah Internasional, agar menawarkan pelayanan kemanusiaan kepada Pemerintah. Sesuai Konvensi Jenewa, dalam konflik bersenjata non internasional, Palang Merah bisa menggunakan hak inisiatif kemanusiaan, secara netral dan independen, memberikan pelayanan kemanusiaan, melindungi kehidupan dan martabat korban di wilayah konflik bersenjata.

Sebagai Anggota DPD RI Dapil Papua, dia meminta Pemerintah Pusat untuk memberikan akses pada bantuan kemanusiaan ini, mengingat lambannya respon pemerintah.

Filep juga berharap adanya pertanggungjawaban terbuka secara terbuka, baik dari OPM maupun TNI menghapus berbagai trauma dan kebencian yang selalu muncul setiap kali ada kabar tentang tertembaknya warga sipil.

“Tidak cukup kita menangisi setiap derita dan kematian! Kita butuh perbuatan nyata agar kedamaian di Papua tidak sekadar angan-angan. Ingatlah asas hukum ini, “hodi mihi cras tibi”, ketidakadilan yang. menyentuh perasaan, akan tetap tersimpan dalam hati nurani rakyat,” demikian Filep Wamafma. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *