JAKARTA, beritalima.com – Cerita duka remaja putri yang diperkosa orang biadab sering diberitakan di berbagai media. Penyebabnya selain niat biadab pelaku juga karena ketidakhati-hatian para remaja putri di media sosial.
Hal itu disampaikan pengamat komunikasi politik yang juga Direktur Konten KOMUNIKONTEN (Institut Media Sosial dan Diplomasi), M. Samsul Arifin. Menurutnya, solusi yang dapat diterapkan di Indonesia untuk mengatasi masalah pemerkosaan karena media sosial adalah pembatasan usia pengguna media sosial.
“Solusi yang dapat kita terapkan di Indonesia, antara lain usia pengguna media sosial harus dibatasi. Anak usia di bawah 17 tahun sebaiknya dilarang menggunakan media sosial,” ujar Samsul di Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Anak-anak yang berusia di bawah 17 tahun masih minim pengalaman. Kebanyakan mereka mudah percaya dengan orang lain, dan ini dapat dimanfaatkan oleh orang-orang jahat untuk berbuat yang tidak senonoh.
Ia mencontohkan, gadis 10 tahun di Makassar diduga jadi korban pemerkosaan oleh pemuda yang baru saja dikenalnya di media sosial. Ditemani orangtuanya, gadis polos itu datang ke Mapolrestabes Makassar untuk melaporkan perbuatan pelaku pada Rabu (19/7/2018) malam. Pernah juga pada tahun 2017 ada seorang pelajar putri di Cengkareng, Jakarta Barat diperkosa oleh seorang pemuda yang dikenalnya di facebook.
“Kalau cetak e-KTP lebih awal atau di bawah 17 tahun, ini melanggar Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Remaja yang dapat mencoblos paling tidak telah berusia 17 tahun. Artinya, remaja yang berusia 17 tahun dianggap punya kemampuan memilih yang baik dan tidak,” ungkapnya.
Otoritas hukum di Uni Eropa telah memutuskan anak yang usianya di bawah 16 tahun dilarang menggunakan media sosial. “Pemerintah dan DPR dapat mendorong misalnya revisi undang-undang perlindungan anak dengan menyertakan anak yang berusia di bawah 17 tahun tidak boleh menggunakan media sosial,” kata dia.
Setelah ada regulasi yang menjelaskan pembatasan usia pengguna media sosial, menurut Samsul, perusahaan media sosial harus bekerjasama dan mendukung. Terlebih, banyak remaja berbohong soal usia mereka di media sosial.
“Masyarakat yang akan membuat akun medsos, mereka harus menulis datanya dengan benar, termasuk mengenai usianya. Perusahaan media sosial juga tidak boleh membocorkan data yang telah mereka terima,” pungkasnya.
(rr)