Pemikiran Liar Kepala BPIP Bahayakan Presiden Jokowi, Pancasila dan NKRI

  • Whatsapp

Oleh:
Rudi S Kamri

Dengan berat hati saya harus mengambil kesimpulan, kalau kali ini keputusan Presiden Jokowi dalam menunjuk Yudian Wahyudi sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebuah kekeliruan besar. Setelah heboh pernyataan kontroversialnya tentang musuh terbesar Pancasila adalah agama, alih-alih meminta maaf dan mengerem ucapannya tapi Yudian malah membuat statemen baru yang semakin menghebohkan nalar keindonesiaan kita.

Dalam wawancara dengan Tempo.Co di kantor BPIP pada Kamis (13/02/2020) Yudian Wahyudi malah membuat statemen blunder yang mengimbau semua umat beragama untuk menempatkan konstitusi di atas kitab suci dalam berbangsa dan bernegara. Adapun untuk urusan beragama, kembali ke masing-masing pribadi masyarakat.

“Saya mengimbau kepada orang Islam, mulai bergeser dari kitab suci ke konstitusi kalau dalam berbangsa dan bernegara. Sama, semua agama. Jadi kalau bahasa hari ini, konstitusi di atas kitab suci. Itu fakta sosial politik,” kata Yudian Wahyudi.

Pendapat Yudian Wahyudi dengan jelas akan menuai kontroversi dan tolakan lagi dari tokoh-tokoh keagamaan terutama tokoh agama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa dia tidak paham secara mendalam hubungan historis dan teologis ideologi negara Pancasila dan agama. Sejatinya Pancasila itu institusionalisasi nilai-nilai keagamaan. Menurut saya Pancasila itu eksternalisasi ruh keagamaan yang di lembagakan sebagai ideologi berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai agama itu ibarat ruh dan negara tubuhnya. Bukan digeser atau diputus atau dipisahkan.

Kalau Pancasila diputus kaitan teologisnya dengan nilai-nilai agama, kehidupan bernegara akan kehilangan bimbingan keilahian. Dan akan menjelma menjadi sekularisme. Negara dan bangsa kehilangan kesadaran dan komitmen kebertuhanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mungkin Yudian Wahyudi tidak belajar teori perbandingan bernegara, terutama hubungan agama dan negara. Hubungan agama dan negara di Eropa, Amerika, Arab dan Indonesia berbeda-beda. Dia tidak membaca cukup mendalam geneologi pembentukan negara2 di dunia. Sebagai Ketua BPIP mestinya punya wawasan di bidang ini. Sangat berbahaya kalau Pancasila dikerdilkan dan dibenturkan dengan umat beragama.

Dengan kualitas keilmuan dan kemampuan membangun narasi publik seperti itu bagaimana mungkin Yudian Wahyudi sebagai Kepala BPIP bisa kita harapkan mampu memasyarakatkan nilai-nilai luhur Pancasila ke “pasar” yang telah diacak-acak dengan pemikiran liarnya. Alur pemikiran Yudian sebagai Kepala BPIP sama sekali tidak mencerminkan kenegarawanan. Karena Kepala BPIP itu ibarat penggembala Pancasila, mestinya seorang intelektual negarawan. Bukan politisi yg masih mentah yang sedang cari panggung.

Dalam kasus penunjukan Kepala BPIP, menurut saya Presiden Jokowi harus berbesar hati menyadari kekeliruannya dan segera mengkoreksi keputusannya. Sebelum Yudian Wahyudi semakin liar membuat kesalahan yang lebih fatal lagi. Kalau landasan berpikir seorang Kepala BPIP sudah salah seperti itu, bagaimana mungkin diharapkan membuat program pembumian nilai-nilai Pancasila yang tepat sasaran dan bisa diterima publik ?

Niat baik Presiden Jokowi untuk mengefektifkan fungsi dan peran Kapal mewah BPIP yang tidak ada gaungnya di lima tahun periode pertama, sayang sekali mendapatkan kiriman nakhoda yang sekualitas kusir andong.

Salam SATU Indonesia
14022020

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait