BONDOWOSO, beritalima.com – Belum ada solusi bagi warga Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, yang mempunyai sawah non irigasi alias lahan kering, agar bisa menanam padi lebih dari satu kali selama setahun.
Seperti diakui oleh Muhammad Taha, salah seorang warga Dusun Krajan Desa Klekean Kecamatan Botolinggo. Menurutnya, agar bisa menanam padi harus menunggu musim penghujan.
Itu pun kata dia, petani sangat bergantung pada intensitas hujan sebab sangat menentukan produksi. Seperti dalam dua tahun terakhir, 2019 dan 2020 gagal panen karena hujannya kurang.
“Alhamdulillah kalau tahun ini cukup hujannya,” katanya. Akhir tahun ketika musim hujan menanam. Bulan Maret atau April panen. Sebab bulan enam kan kemarau lagi,” jelasnya.
Dia mengaku pernah menggunakan pompa, untuk menyedot air dari sungai. Tetapi terlalu dalam dengan kedalaman 35 meter.
“Sehingga kalau menggunakan mesin hasil panen tidak cocok dengan biaya garap,” jelasnya saat dikonfirmasi.
Karena hanya bisa tanam sekali dalam setahun. Maka setelah padi, warga menanam jagung. “Itu pun kadang berhasil kadang tidak kalau kemaraunya lebih awal,” imbuhnya.
Sementara hasil panen padi tidak dijual tetapi untuk konsumsi selama setahun. Kecuali warga memiliki lahan irigasi. Maka hasil panen dijual untuk beli lauk-pauk.
“Kalau punya hanya lahan kering, maka tidak dijual. Sementara untuk konsumsi dalam setahun tidak nutut. Maka warga harus beli beras. Kami berharap bisa tanam lebih sekali,” paparnya.
Sementara berdasarkan data di Dinas Pertanian Bondowoso yang mengacu pada RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kabupaten, total ada 5.010,81 hektar lahan kering (tadah hujan).
Plt Kepala Dinas Pertanian Bondowoso, Hendrik Widotono mengatakan, di tanah marjinal atau lahan yang rendah potensi dan produktivitasnya yang tanam padi lebih satu kali.
“Setelah tanam padi ditanam palawija. Yaitu jagung, kedelai atau tanaman yang tidak membutuhkan air banyak,” katanya.
Sementara untuk tanam padi hanya bisa dilakukan musim hujan. Sementara bulan kering (Mei-Oktober) sudah tidak bisa tanam lagi.
Adapun solusinya adalah bor. Itu pun hanya mengungkit bukan kemudian menangani tanah marjinal.
“Kita belum menjangkau lahan yang marjinal. Hanya menjangkau yang penyangga. Yang utama penyangga,” jelasnya.
Pihaknya sebenarnya memfokuskan menggali sumber air atau bor. Tetapi dalam jangkauan yang bisa diambil mata airnya.
“Kalau pegunungan tidak bisa diambil airnya dari tanah dangkal. Ya sumur bor, untuk meningkatkan indeks panennya agar naik,” paparnya.
Sementara peta hindrologi atau pergerakan, distribusi, dan kualitas air di Bondowoso berada di Cangkring, Tenggarang, Tapen sampai Cermee.
“Tanah marjinal di beberapa daerah di Bondowoso belum bisa dijangkau. Air itu pada daerah irigasi. Sehingga tanam padi pada lahan kering hanya sekali dalam setahun,” paparnya. (*/Rois)