Jakarta –Keinginan Presiden Joko Widodo memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, dinilai oleh Wakil Ketua MPR Dr. Jazilul Fawaid SQ., MA., sebagai langkah yang tepat.
Jakarta dan Jawa menurutnya dari waktu ke waktu bebannya semakin berat, “populasi penduduk semakin bertambah sehingga membuat daya dukung infrastruktur juga semakin padat,” ujarnya, Jakarta, 6 Februari 2022.
Bila hal demikian tidak diatasi, ke depan akan menimbulkan berbagai permasalahan seperti soal demografi, lingkungan, ekonomi, dan pemerataan pembangunan.
Keinginan memindahkan IKN menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu bukan sesuatu yang baru. Diungkapkan pada masa Presiden Soekarno ada keinginan memindahkan ibu kota ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Begitu juga di masa Presiden Soeharto keinginan serupa juga pernah disampaikan dengan memindahkan ibu kota ke Jonggol, Bogor, Jawa Barat. “Jadi rencananya sudah lama, meski tempatnya tidak sama,” tuturnya.
Setelah mengunjungi lokasi IKN di PPU, pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu menilai lokasi yang ada sangat tepat. Secara geografis disebut kawasan IKN sepertinya berada di tengah Indonesia sehingga jarak dari barat dan timur sama.
Meski saat dikunjungi lokasi yang ada masih berupa hamparan hutan namun PPU disebut dijepit oleh dua kota besar, yakni Samarinda dan Balikpapan. “Kedua kota itu saat ini memiliki pelabuhan udara, pelabuhan laut dan sungai, yang modern,” tuturnya. “Fasilitas di kedua kota itu juga sama dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia,” tambahnya.
Di antara Samarinda dan Balikpapan inilah yang akan memudahkan pergerakan orang dan barang saat IKN dibangun atau sudah berdiri. “Ke IKN untuk penerbangan bisa lewat Balikpapan atau Samarinda,” ungkapnya. “Demikian juga bila lewat laut bisa lewat laut di Balikpapan atau sungai di Samarinda,” tambahnya.
Dalam kunjungan tersebut, pria yang akrab dipanggil Gus Jazil ini melihat di lokasi IKN belum ada penduduknya. “Nah di sinilah keuntungannya sebab pemerintah bisa melakukan pembangunan tanpa dibebani dengan masalah pemindahan penduduk,” ucapnya. Tak adanya penduduk membuat pemerintah lebih leluasa untuk berkreasi dalam membangun tata kota.
Dirinya berharap pembangunan IKN di PPU akan menampilkan tata kota yang baru. IKN yang ada diharap mampu menjadi perekat tidak hanya jarak namun juga kebersamaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lebih lanjut dikatakan oleh alumni PMII itu, IKN yang ada diharap tidak hanya menjadi ibu kota pemerintahan namun juga sebagai pusat budaya dan simbol persatuan bangsa. “Harus menjadi kota yang menampilkan kebhinnekaan, modern, ramah lingkungan, rapi, bersih, dan teratur,” ucapnya.
Diharapkan pula dengan IKN baru akan terjadinya pemerataan pembangunan. Selama ini diakui pembangunan hanya terkonsentrasi di Jakarta dan Jawa. Dengan IKN yang baru maka pembanguan akan lebih menyebar sehingga pemerataan ekonomi dan sendi kehidupan lainnya akan tercapai.
Terkait nama IKN yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo adalah Nusantara, Gus Jazil sepakat. Nama yang demikian dikatakan sudah akrab dengan telinga rakyat Indonesia. “Bukan sesuatu yang asing lagi bagi masyarakat,” ujarnya.
Secara konsep dalam kitab-kita pada masa Majapahit, Nusantara menunjukan sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau di mana di sana ada berbagai kekayaan alam, budaya, bahasa, dan agama. Dalam gugusan pulau ini akan membentuk suatu negara yang besar, makmur, serta disegani oleh bangsa-bangsa yanga lain. “Sudah sangat tepat bila dinamakan Nusantara,” ujarnya. (ar)