BONDOWOSO – Sebagai upaya memperkuat statusnya dalam jaringan UNESCO Global Geopark, Ijen Geopark menginisiasi kegiatan bertajuk Mapping the Journey.
Program ini difokuskan pada pemetaan jalur pendakian menuju tujuh puncak utama di wilayah Kaldera Ijen purba, sebagai respons atas rekomendasi UNESCO menjelang proses revalidasi tahun 2026.
Sebanyak 22 anak gunung diidentifikasi dalam kegiatan ini, termasuk jalur akses dan potensi pengembangannya sebagai destinasi wisata minat khusus.
Berbagai pihak dilibatkan, mulai dari komunitas Ijen Geopark, Asosiasi Pendaki Gunung Indonesia (APGI), hingga akademisi dari berbagai universitas.
“Kami ingin membuktikan bahwa kawasan ini layak menjadi destinasi pendakian kelas dunia, dengan pendekatan yang berkelanjutan dan berbasis pada partisipasi masyarakat,” ujar Koordinator Harian Ijen Geopark, (Tantri Raras Ayuningtyas ), dalam keterangannya.
Hasil pemetaan ini tidak hanya akan menjadi dasar pengembangan rute pendakian, tetapi juga akan membuka peluang integrasi dengan atraksi alam lainnya, seperti air terjun, geosite, hingga kegiatan wisata petualangan seperti paralayang, bersepeda gunung, hingga kuliner lokal.
Meski demikian, tidak semua kawasan akan dibuka untuk wisata. Beberapa gunung seperti Papak dan Widodaren tetap tertutup karena berada dalam kawasan konservasi Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup, yang perlindungannya telah diatur sejak masa kolonial Belanda dan diperkuat melalui SK Menteri Pertanian tahun 1981.
“Prinsip kehati-hatian tetap kami pegang. Pengembangan wisata harus selaras dengan konservasi dan tidak boleh merusak integritas kawasan,” tegas Pengurus APGI (Fathorrahman Hidayah)
Ijen Geopark berharap, inisiatif ini mampu mendorong kolaborasi lintas sektor—termasuk dengan Pemkab Bondowoso, BBKSDA Jatim, Perhutani, dan PTPN—guna menjamin keberlanjutan pengelolaan kawasan serta mempertahankan pengakuan UNESCO. (*/Rois)







