SURABAYA, Beritalima.com| Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) menerima penyerahan 10 Naskah Entri Ensiklopedia Kearifan Lokal Surabaya dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair). Penyerahan naskah ensiklopedia tersebut, secara simbolis berlangsung di Siola Convention Hall Lt. 4 Surabaya, Selasa (28/12/2021).
Dalam proses penyusunan ensiklopedia tersebut, Dispusip Surabaya rupanya tak hanya bersinergi bersama FIB Unair. Tetapi, juga berkolaborasi dengan komunitas pemerhati sejarah hingga elemen masyarakat. Di antaranya adalah Komunitas Begandring dan Roode Brug Soerabaia.
Kepala Dispusip Kota Surabaya, Musdiq Ali Suhudi mengungkapkan, bahwa ide awal tercetusnya ensiklopedia ini didasari karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui potensi-potensi kearifan lokal yang ada di Surabaya. Ini juga dilakukan agar masyarakat maupun aparat di wilayah setempat dapat melindungi potensi kearifan lokal tersebut.
“Kita awalnya punya ide menyusun kearifan lokal berbasis di kecamatan, supaya ada yang melindungi mulai dari masyarakat sampai aparat, camat dan sebagainya. Kemudian kita bertemu Unair, dan akhirnya kita buat ensiklopedia,” kata Musdiq.
Dalam tempo sekitar 1,5 bulan, Musdiq mengaku, pihaknya bersama FIB Unair menggandeng komunitas hingga pemerhati sejarah dapat merampungkan penyusunan naskah ensiklopedia tersebut. Bahkan, dalam menyelesaikan naskah itu, Dispusip juga melibatkan tutor dari sejumlah bidang keahlian. “Dalam tempo cepat kita kerahkan seluruh petugas kita dari perpustakaan, Unair dan komunitas sejarah untuk merampungkan ini. Ada satu lokakarya, penyusunan konten dan ada beberapa tutor dari beberapa keahlian,” katanya.
Menurut dia, 10 entri ensiklopedia ini menjadi pengungkit untuk bisa menyusun kearifan lokal Surabaya yang lebih luas lagi. Misalnya dari sisi seni, saat ini naskah ensiklopedia masih diisi Seniman Gombloh, sementara di Surabaya sendiri masih banyak seniman-seniman yang lain. “Kemudian Ritus misalnya, selain Sedekah Bumi kan masih banyak lagi. Lalu, Olahraga Tradisional juga masih banyak. Jadi, kita membuat wadah dulu bagaimana nanti ini bisa kita lengkapi,” terangnya.
Musdiq menyebut, nantinya yang melengkapi naskah ensiklopedia ini tak hanya dapat dilakukan oleh pemkot atau FIB Unair. Tapi, seluruh masyarakat, komunitas atau pemerhati sejarah juga dapat berkontribusi melengkapi ensiklopedia tersebut. “Kita buatkan website nanti, dan web itu bersifat terbuka. Jadi siapapun bisa menyumbang (berkontribusi), hanya nanti memang kita verifikasi. Dengan begitu konten yang ada di dalamnya itu bisa segera bertambah terus,” ungkap dia.
Ia meyakini, bahwa masih banyak pemilik informasi dari berbagai kalangan terkait kebudayaan-kebudayaan kearifan lokal di Surabaya. Oleh karena itu, pihaknya berharap, melalui wadah situs web tersebut, nantinya mereka dapat berkontribusi dalam pengembangan ensiklopedia kearifan lokal Surabaya. “Nah, kita wadahi di sini (website). Sehingga kalau orang ingin melihat cikal bakal Surabaya, kebudayaannya seperti apa, tinggal mengunjungi ini (web). Jadi selain narasi, juga dilengkapi foto-foto video dan sebagainya,” ujarnya.
Pihaknya berharap, ke depan Kota Surabaya memiliki semacam potret masa lalu dan masa kini yang nantinya bisa digunakan untuk perkembangan di masa yang akan datang. Terlebih pula, naskah ensiklopedia ini disusun agar generasi yang akan datang dapat lebih mengenal dan mencintai budaya atau kearifan lokal Surabaya.
“Kita ini punya kekayaan banyak, termasuk ritus-ritus, bangunan bersejarah. Nah, kalau tidak kita kumpulkan informasinya, maka ini bisa hilang nanti. Maka ini adalah sumber informasi kepada masyarakat bahwa kita punya kekayaan luar biasa, jadi mari bersama-sama kita jaga,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair, Prof Purnawan Basundoro menyampaikan, sebenarnya 10 entri ensiklopedia kearifan lokal Surabaya tersebut menjadi sebuah langkah awal. Sebab, masih banyak entri-entri lain yang belum tertulis utuh dan dialihmediakan yang tersebar di tengah masyarakat. “Oleh karena itu kami sepakat bahwa ini merupakan kerja bersama untuk Kota Surabaya. Dan, jika ini terwujud, sebuah ensiklopedia yang besar akan jadi pertama untuk tataran sebuah kota,” kata Prof Purnawan Basundoro.
Di sisi lain, Guru Besar Ilmu Sejarah tersebut juga menilai, bahwa inisiatif menyusun ensiklopedia ini merupakan sebuah ide yang luar biasa. Apalagi, dalam proses penyusunannya, tak hanya dilakukan Dispusip bersama FIB Unair, tetapi juga melibatkan berbagai komunitas dan elemen masyarakat. “Oleh karena itu, ensiklopedia ini jangan hanya terbatas dicetak, tapi kami mendorong pemkot untuk menyediakan satu jendela di web sehingga nanti entri-entri lain bisa dimasukkan di sana. Sehingga masyarakat luas juga bisa melihatnya,” papar dia.
Makanya, Prof Purnawan berharap, ke depan ensiklopedia ini juga harus menjadi sesuatu yang dinamis. Artinya, dapat berkembang terus dan entri di dalam bertambah. “Pada hari ini kita mulai dengan 10 entri, tetapi dalam 2-3 sampai puluhan tahun ke depan, entri kita ini harus terus bertambah,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Roode Brug Soerabaia, Ady Setyawan menambahkan, pihaknya sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan Dispusip dalam upaya menjaga memori kolektif atau ingatan bersama melalui naskah ensiklopedia. Menurut dia, memori kolektif inilah yang dapat membentuk jati diri sebuah kota. “Memori kolektif inilah yang membentuk jati diri kota. Jangan sampai generasi selanjutnya itu tidak tahu siapa Gombloh atau Benteng Kedung Cowek,” kata Ady.
Apalagi, Ady menilai, dalam proses menyusun naskah ensiklopedia tersebut, terjalin suatu kerja sama yang baik antara pemerintah, komunitas dan akademis. Karenanya, pihaknya berharap, langkah sinergi ini dapat terus terjalin dan berkelanjutan. “Memang butuh kolaborasi seperti ini. Semoga ini tetap terjaga dan kita terus semangat menggali (informasi) lebih banyak lagi untuk kota kita Surabaya,” pungkasnya.
Sebagai diketahui, 10 Naskah Entri Ensiklopedia Kearifan Lokal Surabaya tersebut, terdiri dari Ritus Sedekah Bumi, Adat Sedekah Bumi, Bangunan Cagar Budaya (Benteng Kedung Cowek), Teknologi Tradisional (Peralatan memanggang dan mengemas ikan) dan Proses Memanggang Ikan (Resep dan proses memanggang ikan). Selain itu, ada pula Permainan Tradisional (Egrang, Benteng-bentengan), Olahraga Tradisional (Perahu Naga, Okol, Gulat dan Lari), Seni (Seniman Gombloh), Bahasa Arek, dan Tradisi Lisan (Parikan / Kidungan). (*)