SURABAYA, beritalima.com | Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memastikan bahwa warga atau pekerja yang berada di wilayah aglomerasi tidak perlu menunjukkan bukti non-Covid-19, baik berupa hasil rapid tes non reaktif atau hasil tes swab negatif. Sebab, warga yang masuk wilayah aglomerasi itu termasuk dalam pasal pengecualian di Perwali perubahan.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto menjelaskan bahwa pengecualian itu tertuang dalam Pasal 24 Perwali Surabaya nomor 33 tahun 2020. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa kewajiban menunjukkan hasil rapid test atau swab atau surat keterangan bebas gejala, dikecualikan untuk orang yang ber-KTP Surabaya, yang melakukan perjalanan komuter, dan atau orang yang melakukan perjalanan di dalam wilayah atau kawasan aglomerasi.
“Jadi, kami sudah diskusi dengan pakar hukum dan kawan-kawan dari Persakmi (Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia) Jawa Timur membahas pasal pengecualian ini. Hasilnya memang siapapun yang melakukan perjalanan komuter atau yang masuk dalam wilayah aglomerasi, itu dikecualikan atau tidak perlu menunjukkan hasil rapid tes atau tes swab,” kata Irvan di kantornya, Senin (20/7/2020).
Adapun wilayah aglomerasi yang dikecualikan itu adalah Gresik-Lamongan untuk wilayah utara. Sedangkan untuk yang ke arah selatan yaitu Sidoarjo-Mojokerto. Aglomerasi ini mengacu pada data dari Dishub tentang kereta komuter yang mana ke utara sampai Lamongan dan ke Selatan sampai Mojokerto. “Artinya, yang masuk dalam wilayah aglomerasi ini tidak perlu menunjukkan hasil rapid tes,” tegasnya.
Ia mencontohkan apabila ada warga Sidoarjo yang setiap hari PP (pulang-pergi) ke Surabaya naik sepeda motor. Tentunya, ini sudah masuk yang dikecualikan karena masih masuk dalam wilayah aglomerasi. Begitu pula warga Gresik atau Lamongan yang PP ke Surabaya, maka itu juga tidak perlu menunjukkan bukti non-Covid-19. “Nah, bagi warga atau pekerja yang berada di luar aglomerasi, itu tetap harus menunjukkan bukti non-Covid sebagaimana yang diatur dalam Perwali perubahan,” tegas Irvan.
Kepala BPB Linmas ini juga menjelaskan bahwa apabila ada warga atau pekerja yang KTP-nya di luar wilayah aglomerasi dan bekerja serta kos di Surabaya, maka warga tersebut harus minta surat keterangan domisili untuk menggugurkan kewajiban rapid tes. Dalam keterangan itu juga harus dijelaskan bahwa dia benar-benar tidak melakukan perjalanan pulang ke luar wilayah aglomerasi.
Ia mencontohkan, salah satu warga atau pekerja yang KTP-nya Trenggalek, tapi bekerja di Surabaya dan kos di Surabaya, maka warga tersebut cukup menunjukkan surat keterangan domisili yang menjelaskan tidak pulang ke Trenggalek dan tidak perlu rapid tes berkala. “Berbeda kalau dia setiap minggu pulang. Ketika pulang kan kita tidak bisa kontrol dia ketemu siapa dan kemana aja, makanya dalam hal ini kewajiban rapid tes tetap berlaku,” tegasnya.
Irvan menjelaskan bahwa intinya pemberlakuan rapid tes atau tes swab ini untuk membatasi dan mengendalikan pergerakan orang. Ketika sudah terkendalikan, maka akan lebih gampang memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ini. “Ayo bersama-sama memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ini dengan biasakan yang tidak biasa,” imbuhnya.
Sementara itu, Pembina Pengurus Daerah Persakmi Jawa Timur yang sekaligus Ketua IKA FKM UNAIR Estiningtyas Nugraheni menjelaskan bahwa rapid tes ini untuk menapis dan memastikan bahwa orang yang masuk ke Kota Surabaya itu adalah orang-orang yang sehat dan jangan sampai menambah beban Surabaya. “Jadi, rapid tes ini ditujukan untuk mengamankan kota ini,” tegasnya.
Menurutnya, orang-orang yang pindah-pindah setiap hari itu atau pekerja yang dari luar daerah, sebenarnya bisa dikategorikan sebagai orang yang rentan, karena berada di banyak titik pada pandemi Covid-19 ini, sehingga paparan yang dia terima juga cukup tinggi. Nah, pada orang-orang inilah yang harus dipastikan apakah orang-orang ini benar-benar aman dari infeksi virus atau tidak.
“Sekali lagi, pada prinsipnya kalau kita lihat upaya penapisan ini untuk mengendalikan supaya beban kota ini tidak bertambah, sehingga perlu disaring orang-orang yang masuk ke Surabaya, bukan malah justru menambah beban kota ini,” kata dia.
Selain itu, Esti menjelaskan bahwa kalau mengacu pada aturan atau regulasi, ada Surat Edaran (SE) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 nomor 9 tahun 2020 tentang perubahan atas SE Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 nomor 7 tahun 2020 tentang kriteria dan persyaratan perjalanan orang dalam masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Covid-19.
“Bahkan, aturan dari Kemenkes juga tidak ada larangan secara tegas mengenai rapid tes ini. Di aturan Kemenkes itu dijelaskan bahwa rapid tes bisa dilakukan untuk skrining pada kelompok rentan, termasuk pekerja dari luar daerah sebagaimana yang diatur dalam Perwali perubahan itu,” pungkasnya. (*)