SURABAYA, beritalima.com | Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerbitkan Peraturan Wali Kota Nomor 102 Tahun 2021 tentang insentif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Insentif pajak ini, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Kota Surabaya, Rachmad Basari mengatakan, pemberian insentif pajak ini bertujuan merelaksasi beban masyarakat untuk pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
“Dalam rangka (pemberian insentif pajak) itu pemkot memberikan percepatan pelayanan perizinan dan insentif fiskal berupa pengurangan, peringanan dan atau pembebasan sanksi administrasi pajak BPHTB,” kata Basari, Kamis (28/10/2021).
Lantas siapa saja yang berhak mendapat insentif pajak BPHTB ini? Basari menguraikan, pemberian insentif ini diberikan kepada wajib pajak orang pribadi dan badan untuk setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan yang melakukan peralihan hak mendapatkan insentif BPHTB. Insentif besaran perolehan BPHTB ini, dibagi menjadi tiga periode sesuai tanggal yang berlaku.
Pada periode pertama berlaku mulai dari 26 Oktober — 10 November 2021. Di periode ini, yang wajib melakukan pembayaran BPHTB mendapat pengurangan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar 50 persen.
Kemudian, pada periode kedua berlangsung pada 11 November — 5 Desember 2021, yang membayar BPHTB dengan NPOP sampai dengan Rp 1 miliar diberikan pengurangan 50 persen. Sedangkan untuk NPOP antara Rp 1 – 2 miliar, diberikan pengurangan 25 persen dan NPOP lebih besar dari Rp 2 miliar akan diberikan insentif 10 persen.
Selanjutnya, di periode ketiga yaitu 6 – 31 Desember 2021, dengan ketentuan NPOP sampai dengan Rp 1 miliar diberi pengurangan 50 persen. Sedangkan NPOP antara Rp 1 – 2 miliar mendapat insentif 15 persen. Kemudian, untuk NPOP lebih besar dari Rp 2 miliar diberi insentif 5 persen.
Basari melanjutkan, Pemberian insentif ini diberikan kepada masing – masing pembelian/pengalihan tanah atau untuk setiap kali pembelian tanah. Perwali ini didasari oleh Permendagri No 64 Tahun 2020 namun tidak mengesampingkan peraturan ketentuan tentang Pajak Daerah. Pemberian Insentif ini tetap berpedoman pada ketentuan yang berlaku. Dimana nilai NPOP atas pengurangan apabila lebih rendah/kecil daripada NJOP maka yang digunakan adalah NJOP PBB.
Basari juga menyampaikan kepada masyarakat bahwa ada penghapusan sanksi administrasi BPHTB yang perlu dicermati. Penghapusan sanksi ini, diberikan kepada masyarakat dałam bentuk penghapusan sanksi administrasi yang timbul akibat keterlambatan dałam melakukan pembayaran angsuran pokok BPHTB dan keringanan. Menurutnya, penghapusan sanksi administrasi ini terhadap keterlambatan pembayaran angsuran pokok BPHTB tidak berlaku surut, juga tidak dapat direstitusi ataupun kompensasi.
Basari juga menjelaskan soal pengajuan permohonan keringanan pajak. Dalam aturan perwali ini masyarakat tidak dapat mengajukan pembetulan, pengurangan dan atau keberatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selanjutnya, jika permohonan BPHTB yang telah divalidasi dan memperoleh keputusan pengurangan pokok BPHTB sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, baik yang telah ataupun belum dibayarkan sebelum berlakunya perwali ini, tidak dapat diberikan pengurangan BPHTB.
Sedangkan bagi wajib pajak yang telah memperoleh keputusan pemberian keringanan BPHTB berupa pembayaran secara angsuran dan belum diterbitkan surat paksa sebelum diberlakukannya perwali ini, maka tidak dapat diberikan pengurangan.
“Jadi, harapan kami masyarakat dapat memanfaatkan kebijakan fiskal berupa insentif pajak sanksi administrasi ini. Karena aturan ini hanya berlaku dari 26 Oktober sampai 31 Desember 2021. Semoga dengan adanya Perwali ini dapat meringankan beban masyarakat, menggewrakkan perekonomian . Bila kurang jelas dapat menghubungi kantor BPKPD Surabaya di Jalan Jimerto No 25-27, Kota Surabaya, atau UPTB terdekat,” pungkasnya. (*)