SURABAYA, beritalima.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus bekerja keras untuk mencegah dan menekan angka balita stunting di Kota Pahlawan. Alhasil, data pemkot pada triwulan terakhir menunjukkan, bahwa kasus stunting di 31 kecamatan Surabaya angkanya turun signifikan hingga 300 persen lebih.
Hasil dari upaya tersebut, salah satunya merupakan output dari kolaborasi antara pemkot bersama Tim Penggerak (TP) PKK Kota Surabaya melalui program Jago Ceting atau Jagongan Cegah Stunting. Melalui program itu, pemkot bersama TP PKK menyasar setiap kecamatan dan kelurahan untuk memberikan sosialisasi. Termasuk membedah masalah, dan memberikan solusi agar segera dilakukan penanganan yang dibutuhkan.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, bahwa pada triwulan sebelumnya, angka stunting di 31 kecamatan Surabaya mencapai 5.727 kasus dan turun 300 persen lebih menjadi 1.785 kasus. Namun, jumlah tersebut merupakan akumulasi total warga KTP Surabaya dan non-KTP Surabaya atau domisili.
“Dalam waktu tiga bulan ini, itu ada bayi stunting yang memang ternyata ada yang KTP Surabaya dan bukan KTP Surabaya. Ada (warga luar) yang baru masuk (Surabaya) dan berubah KTP Surabaya. Nah, ini posisinya berarti harus dicek,” kata Wali Kota Eri seusai memimpin rapat evaluasi penanganan stunting di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Senin (6/12/2021).
Meski demikian, ia menjelaskan, bahwa penanganan stunting yang dilakukan pemkot selama tiga bulan terakhir, menunjukkan hasil yang signifikan. Jika sebelumnya balita stunting tercatat 5.727 kasus, dalam triwulan terakhir turun menjadi 1.785 kasus. Untuk langkah selanjutnya, pemkot akan memetakan sisa 1.785 kasus stunting di Surabaya tersebut.
“Dengan pengalaman ini, stunting bisa diturunkan dari 5.727 ke 1.785. Jadi pada posisi-posisi inilah yang kita lakukan (pemetaan), dari 1.785 itu kita pisahkan lagi. Kita sentuh dalam tiga bulan terakhir, maka dalam tiga bulan ke depan (stunting) harus titiknya nol,” jelasnya.
Menurut dia, pemetaan itu dilakukan supaya dapat diketahui mana warga Surabaya dan non-KTP Surabaya. Termasuk pula warga yang baru pindah ke Surabaya ketika balitanya mengalami gizi buruk atau stunting. Dengan demikian, diharapkan intervensi pemkot untuk menangani kasus balita stunting dapat diprioritaskan.
“Kalau ada warga non Surabaya yang pindah KTP Surabaya, maka harus diberi tanda. Ketika dia (balitanya) mengalami gizi buruk atau stunting, berarti secara otomatis bukan salah kita,” tuturnya.
Di samping itu, langkah pemetaan balita stunting itu dilakukan supaya intervensi yang diberikan pemkot, benar-benar tepat sasaran. Selain itu, Wali Kota Eri juga mengaku tak ingin ketika anggaran dan intervensi yang disiapkan pemkot untuk warga Kota Pahlawan justru kemudian berkurang karena harus dibagi dengan warga luar Surabaya.
“Jadi jangan sampai Surabaya yang menyediakan anggaran untuk orang Surabaya ketika tahu di Surabaya semuanya gratis dan disentuh, warga berbondong-bondong pindah ke Surabaya. Ini yang saya tidak ingin, makanya data harus kuat,” papar dia.
Maka dari itu, dia menginstruksikan seluruh jajarannya baik di tingkat Perangkat Daerah (PD) terkait maupun kecamatan dan kelurahan, agar terjun langsung ke lapangan. Sehingga ketika ada warga yang balitanya mengalami stunting dan baru pindah KTP Surabaya dapat tercatat betul.
“Nanti dari 1.785 dipetakan lagi mana yang baru pindah, mana yang bukan KTP Surabaya. Nanti biar kedepannya kita benar-benar tahu yang Surabaya harus kita jadikan nol persen (stunting) tiga bulan ke depan,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua TP PKK Kota Surabaya, Rini Indriyani menyampaikan, bahwa TP PKK Surabaya siap mendukung penuh upaya Wali Kota Eri Cahyadi yang mentargetkan nol kasus balita stunting dalam tiga bulan ke depan.
“Alhamdulillah pak wali kota tadi hadir, bahwa beliau ada target bulan Februari 2022 atau setelah tiga bulan ini berharap ada penurunan angka stunting dari 1.785,” kata Rini Indriyani.
Ia pun mengaku optimistis angka stunting dalam tiga bulan ke depan dapat turun signifikan. Apalagi, dari hasil evaluasi penanganan pada triwulan sebelumnya, angka balita stunting di Kota Surabaya turun signifikan.
“Alhamdulillah kita data pertama ada 5.727, tapi dalam tiga bulan kita bisa turun menjadi 1.785. Insya Allah ke depan setelah tiga bulan, kita juga bisa turun lagi dari jumlah 1.785,” terangnya.
Oleh karena itu, ia bersama dengan seluruh Kepala PD Kota Surabaya, puskesmas, kecamatan, kelurahan, dan kader-kader PKK, bakal terus berkolaborasi untuk mengatasi stunting. Sebab menurutnya, untuk mengatasi stunting tentu dibutuhkan kolaborasi dan gotong-royong dengan semua pihak.
“Harapan kita bisa bersama-sama untuk gotong-royong. Insya allah kita bisa bersama-sama menyelesaikan (stunting) ini,” pungkasnya. (*)