Beritalima.com ( Dua anak muda Aceh yang bermukim di Denmark, Saputra Jailani dan Niswatul Khaira, baru saja mengikuti pelatihan selama sepekan di kota Strasbourg, Perancis. Pelatihan tersebut berupa pendidikan “learning by doing” yang berfokus pada memberdayakan para pemimpin muda dari komunitas minoritas di Eropa.
Pendidikan di Denmark memang merupakan salah satu aktivitas wajib, minimal hingga sekolah menengah atas. Bahkan, pendidikan hingga ke universitas di negara ini tidak dipungut biaya sepeserpun. Inilah salah satu alasan mengapa banyak pemuda dari berbagai belahan dunia, termasuk Aceh, dapat merasakan manfaat dari pendidikan berkualitas di Denmark.
Pelatihan gratis ini ditujukan kepada bangsa-bangsa asli non-Eropa yang memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri, serta para anggota dari Unrepresented Nations and Peoples Organization (UNPO). Saputra Jailani dan Niswatul Khaira menjadi dua dari sedikit peserta yang beruntung mengikuti program ini.
Program edukasi selama sepekan ini terselenggara berkat kerja sama berbagai lembaga, seperti UNPO, European Free Alliance Youth (EFAY), Council of Europe, University of Cambridge, Oxford University School of Geography, serta European Youth Center yang berpusat di Strasbourg, Perancis.
Pelatihan yang dimulai pada 1 Oktober dan berakhir pada 8 Oktober ini memberikan pengalaman berharga bagi para peserta. Mereka tidak hanya mendapatkan materi pelatihan yang intensif, tetapi juga difasilitasi dengan penginapan selama sepekan oleh panitia penyelenggara.
Menurut catatan yang ada, pemuda-pemuda Aceh yang pernah ikut pelatihan UNPO gelombang sebelumnya telah berpartisipasi dalam event internasional yang menyangkut kasus Aceh di luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan ini memberikan dampak positif bagi pengembangan keterampilan dan pengetahuan para peserta.
Program ini tampaknya seperti bentuk pengkaderan yang dilakukan oleh organisasi Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF). ASNLF kini tengah mempersiapkan kadernya dari segala bidang dengan tujuan memperkuat kontribusi perjuangannya di masa depan generasi Aceh yang ada di luar negeri.
Kedua generasi baru Aceh ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi pemuda-pemudi Aceh lainnya untuk terus berjuang dan mengembangkan diri. Partisipasi mereka dalam pelatihan internasional seperti ini menunjukkan bahwa pemuda Aceh memiliki potensi besar untuk berkontribusi di kancah global.
Semoga Saputra Jailani dan Niswatul Khaira dapat menerapkan ilmu yang didapat selama pelatihan untuk membantu memperjuangkan hak dan nasib bangsa Aceh. Dengan semangat dan dedikasi yang tinggi, masa depan generasi Aceh di luar negeri akan semakin cerah.
Kita berharap lebih banyak pemuda Aceh yang mendapatkan kesempatan seperti ini, sehingga mereka dapat terus belajar, berkembang, dan berkontribusi untuk masyarakat dan bangsa. Pelatihan internasional ini menjadi langkah awal yang penting dalam perjalanan panjang menuju perubahan yang lebih baik bagi Aceh.”(**)