JAKARTA, Beritalima.com– Legislator dari Dapil II Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H Suryadi Jaya Purnama ST meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetop wacana pembangunan Ibu Kota Baru (IKB) di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Lebih baik Presiden Jokowi beserta para pembantunya memikirkan serta fokus bagaimana cara menanggulangi wabah pandemi virus Corona atau Covid-19 yang sudah lebih dari setahun tidak fokus penanganannya dan bagaimana cara memulihkan ekonomi Indonesia sebagai dampak pindah kota negara.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai saat ini masih minus. Padahal, utang Indonesia semakin membengkak. Bahkan untuk membayar bunga utang yang sudah ada saja, Pemerintah terpaksa mencari pinjaman baru,” kata Suryadi dalam menjawab Beritalima.com, Rabu (22/4) dinihari WIB.
Ya, seperti diberitakan media beberapa waktu lalu, Pemerintahan Presiden Jokowi mengumumkan pradesain Istana Negara yang menuai banyak kontroversi dari kalangan masyarakat dan para elite termasuk sejumlah arsitek.
Pasalnya, ternyata pradesain tersebut tidak dibuat orang yang ahli dalam bidang arsitektur sebagaimana amanat UU Arsitek dan juga ditengarai memiliki potensi pemborosan dana.
Pengumuman tersebut, jelas anggota Komisi V DPR RI yang membidangi infrastruktur, transportasi dan Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) ini, sekali lagi memperlihatkan tindakan Pemerintah yang terburu-buru, gegabah dan tidak cermat.
Begitu pula dengan isu pemindahan Ibu Kota Negara, sama-sama terkesan terburu-buru. Padahal Indonesia dan dunia tengah berjuang melawan virus Corona yang belum jelas kapan akan berakhirnya
Bahkan, kata Suryadi, saat ini banyak negara saling memperebutkan jatah vaksin. Sebagai contoh Indonesia pun telah terkena pemotongan jatah vaksin 10 juta dosis vaksin AstraZeneca buatan India, karena negara itu memutuskan untuk tidak mengekspor vaksin buatannya terlebih dahulu dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri negara itu.
Namun, kondisi pandemi tersebut tidak dianggap sebagai penghalang bagi Pemerintah untuk melanjutkan ‘Mega Proyek’ pemindahan Ibu Kota Negara yang diperkirakan setidaknya memakan biaya hingga sekitar Rp90 triliun, dan dari APBN dan sekitar Rp 400 triliun dari swasta dan BUMN.
Padahal, saat ini perekonomian negara dan masyarakat juga masih belum pulih. Banyak warga negara yang membutuhkan bantuan agar ekonominya bisa berjalan kembali seperti sedia kala.
Hal ini tampak dari masih berlakunya Perppu No: 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Berlakunya Perppu tersebut, kata Suryadi, menunjukkan bahwa ekonomi nasional berada dalam keadaan darurat dampak dari pandemi Covid-19 yang tentu tidak sebanding dengan urgensi pemindahan Ibu Kota Negara. Sebab saat ini tidak ada kedaruratan yang terjadi di Ibu Kota Negara DKI Jakarta yang menyebabkan perlunya pemindahan Ibu Kota Negara.
Pandemi Covid-19 tidak hanya di DKI Jakarta saja tapi seluruh kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia, temasuk di wilayah yang direncanakan bakal menjadi Ibu Kota Negara yang baru.
Kegiatan yang berkaitan dengan wacana pemindahan Ibu Kota Negara yang terus dilakukan Pemerintah saat ini, tidak ubahnya seperti pemilik lahan yang melakukan marketing properti dengan harapan mendapatkan investor besar, padahal masih banyak investasi yang dibutuhkan berbagai sektor, khususnya sektor industri dan sektor lainnya yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Program-program strategis nasional yang sudah berjalan saat ini juga seharusnya dapat dimaksimalkan untuk mendukung kegiatan padat karya yang sangat bermanfaat bagi masyarakat kecil.
Dari segi perencanaan, beberapa pakar geologi telah memperingatkan Pemerintahan Jokowi bahwa diperlukan ada kajian yang mendalam dan mendetail terkait kondisi geologi di daerah calon Ibu Kota Negara baru karena di daerah tersebut terindikasi sangat minim sumber air baku, kemudian sering terjadi longsoran zona lemah patahan dan juga banjir akibat air rob dari arah teluk Balikpapan.
Demikian pula dari segi administratif terkait rencana tata ruang dan wilayah (RTRW), patut dipertanyakan apakah RTRW kabupaten dan kota yang menjadi pendukung ibu kota negara, seperti PPU, Kutai Kartanegara (Kukar), Samarinda dan Balikpapan telah direvisi.
Pemerintahan Jokowi seharusnya dapat menunjukkan rencana induk pusat kota IKN, rencana tata bangunan dan lingkungan dan panduan rancang kota untuk IKN. “Melihat gencarnya Pemerintah mewacanakan pemindahan Ibu Kota Negara, Fraksi PKS DPR RI berpendapat, Pemerintah menghentikan wacana pemindahan Ibu Kota Negara tersebut dan fokus pada pemulihan ekonomi terlebih dahulu.”
Sebab, lanjut Suryadi, pemulihan ekonomi akibat pandemi ini lebih urgen daripada pemindahan Ibu Kota Negara yang tidak memiliki urgensi sama sekali. Fraksi PKS menolak pemindahan Ibu Kota Negara karena masih begitu banyak Pekerjaan Rumah mendesak yang harus dilakukan Pemerintahan Joko.
“Seperti terjadinya deindustrialisasi, pemenuhan kebutuhan lapangan kerja, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pemanfaatan infrastruktur, perbaikan kinerja neraca perdagangan dan iklim investasi, serta pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri,” demikian Suryadi Jaya Purnama. (akhir)