LUMAJANG,beritalima.com-
Dalam upaya membantu pemerintah untuk membangun wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) di Indonesia dengan pengadaan fasilitas kesehatan sekaligus memajukan pariwisata dengan mengadopsi kearifan lokal masing-masing wilayah. Badan Ketahanan Nasional dan Internasional Republik Indonesia (BKNI-RI) melakukan pembangunan fasilitas kesehatan (faskes) dan perawatan lanjut usia berbasis wisata ekologi (Medical Ecotourism Senior Living) yang akan segera dibangun 1.000 unit klinik di 500 Kabupaten tertinggal seluruh Indonesia.
RM Tri Harsono, Presidium BKNI-RI tengah menandatangani kontrak kerja sama dengan PT KUARTA USAHA BUANA disaksikan perwakilan kontraktor pelaksana, dan tokoh masyarakat di kabupaten Lumajang. Dalam hal ini, di kabupaten Lumajang akan segera dibangun faskes dimaksud di 3 titik. Itu dibuktikan dengan launching penandatanganan kontrak fasilitas kesehatan dan perawatan lanjut usia berbasis wisata ekologi (Medical Ecotourism Senior Living) antara pelaksana program BKNI-RI (PT Surya Atap Logam) dengan kontraktor pelaksana di wilayah kabupaten Lumajang Jawa Timur yang dilakukan dengan cara yang singkat dan padat karena keadaan situasional Covid 19, Kamis (16/04/2020).
Pembangunan fasilitas kesehatan itu sumber dananya murni berasal dari pihak swasta tanpa adanya anggaran dari pemerintah.
Untuk di kabupaten Lumajang akan dibangun di desa Kebonsari, kecamatan Sumbersuko, kecamatan Tempeh dan kecamatan Klakah. Fasilitas yang akan dikerjakan oleh PT KUARTA USAHA BUANA itu ditentukan oleh pihak BKNI-RI sendiri, dan masing-masing titik itu akan digelontorkan dana sebesar 86 Miliar rupiah. Dengan rincian untuk pembebasan lahan seluas kurang lebih 5 hektar, dan untuk perencanaan, pembangunan, pengadaan, hingga pengawasan.
Direktur PT KUARTA USAHA BUANA Hari Purnomo, diwakili Sudar Pramudiono menerima salinan kontrak kerja sama dari RM Tri Harsono selaku Presidium BKNI-RI. Dalam acara tersebut, Tri Harsono mengungkapkan bahwa penandatanganan kontrak di kabupaten Lumajang tersebut, mengingat suasana situasional dampak Covid 19 maka penandatanganan kontrak dilakukan secara singkat untuk menghindari penyebaran virus Corona tersebut. “Kami berharap pembangunan di kabupaten Lumajang ini bisa lebih cepat agar menjadi salah satu contoh untuk wilayah lainnya”. Ujar Tri Harsono.
“Pembangunan fasilitas ini adalah kontribusi kepada bangsa dan negara khususnya kabupaten Lumajang, jadi jangan anggap pekerjaan ini adalah gampang namun bagaimana pekerjaan ini bisa dijalankan dengan sesuai kemampuan dan tanggung jawabnya. Kita beri kemudahan untuk anak-anak muda, agar kemudahan ini akan menjadi indah seterusnya. Jika nanti ada masalah, kita bicarakan dengan cara musyawarah, dan selalu ada komunikasi dan kordinasi dengan baik tidak ada saling memprovokator yang nantinya akan menjadi dampak tidak baik untuk kabupaten Lumajang”, tambah Tri Harsono.
Tri Harsono juga memaparkan jika nantinya pembangunan dimaksud berjalan dengan lancar tidak ada kendala apa pun, dan cepat terwujud. Tentunya akan berdampak terhadap kemajuan perekonomian di wilayah setempat, khususnya bagi kabupaten Lumajang. Sebab, menurutnya setiap titik faskes itu akan menyerap sedikitnya sekitar 1.500 tenaga medis dan non medis. Sehingga akan berdampak terhadap berkurangnya angka pengangguran di kabupaten Lumajang dan sekitarnya.
“Jika program ini sudah terwujud, saya harapkan untuk keamanannya terus ditingkatkan. Karena masyarakat setempat nantinya akan mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan secara gratis khusus bagi yang tidak mampu. Tetapi bagi pasien yang dinilai mampu tetap dikenakan tarif normal, terlebih lagi bagi turis atau WNA tentunya tarifnya akan lebih mahal. Sebab, nantinya akan dijadikan biaya subsidi silang untuk masyarakat Indonesia sendiri yang kurang mampu dan benar-benar sangat membutuhkan”, paparnya.
Lanjut Tri Harsono. “Jika dikatakan pembangunan klinik tentunya mempunyai standar serta terikat aturan Perda dan Kemenkes. Tetapi, yang kami bangun ini merupakan faskes yang berbasis wisata ekologi. Kami memiliki konsep pembangunan faskes ini tidak muluk-muluk dengan bangunan bertingkat, tetapi bagaimana membuat suatu gedung itu dengan ciri khas kearifan lokal wilayahnya masing-masing”, pungkas Tri Harsono. (Jwo)