Penandatanganan Petisi 50 Termuda Abdul Djalil Latuconsina Tutup Usia

  • Whatsapp

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un
Abdul Djalil Latuconsina yang akrab dipanggil Abah Jalil, hari Jumat, 25 Juni 2021, pukul 12.20 WIB berpulang ke Rahmatullah. Anggota PETISI 50 di zaman Orde Baru, ini meninggal dunia di Rusun APARNA, Blok D. Jl. Siwalankerto Timur V, Siwalankerto, Kec. Wonocolo, Surabaya Jawa Timur.

Jenazah dimakamkan di TPU Keputih, Surabaya, sorenya.
Djalil Latuconsina yang lahir di Namlea, Pulau Buru, Maluku, 6 September 1953 itu menderita sakit komplikasi sejak tiga tahun lalu. Pria yang mirip dengan sosok Osamah Bin Laden itu, meninggalkan seorang isteri dan dua anak di Surabaya.
Sampai akhir hayatnya Djalil, tetap memelihara rambut putih tergerai dan jenggot putih menjuntai panjang. Siapa pun yang melihat pasti akan tertarik untuk memperhatikan tampilannya yang beda.

“Ya ini tampilan terbaru saya, ujarnya di tahun 2004. Ini, agar mudah diingat warga”, kata Djalil mengomentari penampilannya sebagai Calon DPD (Dewan Perwakilan Daerah) mewakili daerah pemilihan Jawa Timur saat Pemilu 2004.

Tidak jarang, ketika ia berjalan-jalan di mall, anak-anak kecil sering menyebutnya mirip dengan tokoh khayal Sinterklas atau Santa Klaus. Bahkan ada juga yang menyamakannya dengan tokoh penyihir aliran putih, Gandalf, dalam film trilogi Lord of The Ring. Gandalf si penyihir baik hati itu memang tampil dengan menunggang kuda putih, berjubah putih, jengot putih dan rambut putih tergerai.
Djalil Latuconsina ini merupakan salah satu aktivis mahasiswa angkatan ’78 yang getol mengkritisi kepemimpinan Presiden Soeharto. Ia bersama beberapa aktivis memimpin pergerakan mahasiswa di Jawa Timur era 1970-an.

Oh ya, dulu Djalil adalah mahasiswa APK (Akademi Pajak dan Keuangan) yang berganti nama menjadi STIPAK (Sekolah Tinggi Pajak dan Keuangan). Kemudian ganti nama lagi menjadi STIESIA (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia). Kampusnya di Jalan Menur Pumpungan, Surabaya, sampai sekarang.

Akibat kekritisan dan keberaniannya menentang rezim Soeharto, di zaman Orde Baru itu, Djalil sempat merasakan pengapnya dinding penjara. Namun itu semua tak pernah menyurutkan langkahnya. Bahkan, di penjara pun ia masih berani memimpin demonstrasi.
Tidak hanya itu, Djalil Latuconsina juga tercatat menjadi anggota “termuda dan satu-satunya dari Jawa Timur”. Djalil tercatat sebagai penanda tangan Petisi 50 di nomor urut 50. Para tokoh Petisi 50 itu, antara lain Alm. Ali Sadikin dan Jendral Besar AH Nasution.

Anggota Petisi 50 lain yang cukup terkenal karena keberaniannya adalah AM Fatwa yang juga mantan anggota DPR RI.Tak heran bila kemudian di dunia politik Jawa Timur maupun nasional, nama Djalil Latuconsina cukup dikenal.
Meski tidak pernah menjadi anggota partai politik, hampir semua pimpinan partai politik di Jawa Timur mengenal sepak terjangnya. Ia dikenal sebagai sosok yang independen, punya tekad dan keberanian yang besar.

Djalil Latuconsina sempat pula terjun ke dunia bisnis di akhir 1980-an sampai 1990-an. Bahkan di tahun 1994, ia terpilih untuk memimpin HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Surabaya. Kemudian dunia bisnis ia tinggalkan, dan tahun 2000 ia terjun ke dunia pers dengan menerbitkan “Tabloid Sapujagat”. Koran ini sangat kritis, sesuai dengan karakter pribadinya yang idealis, independen dan berani.

(Yousri Raja Agam)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait